Puisi: Sticky Fingers (Karya Beni Setia) Sticky Fingers Sticky Fingers. Jari-jari logam bergeser pada snar gitar listrik. Pengeras pun mengumandangka…
Puisi: Labirin Dante (Karya Beni Setia) Labirin Dante Kiri mushala, dekat tempat berwudhu: keranda pikul cat agak kusam, tapi kuat buat si seten…
Puisi: Perahu Ruh (Karya Beni Setia) Perahu Ruh (1) Bentangan selat di cungkup kubah merah : Dermaga petang. (2) Mu…
Puisi: Wahdatul Wujud (Karya Beni Setia) Wahdatul Wujud (1) Mungkin ruh akan pulang sebagai gema ledakan. Sisa denging usai tubuh meletus - seluruh …
Puisi: Bukit Soreang (Karya Beni Setia) Bukit Soreang Tebing, jembatan kelokan sungai, serta kuburan kampung lubuk antara, dua julangan, hunjaman…
Puisi: Selepas Koran Pagi (Karya Beni Setia) Selepas Koran Pagi Seperti air dan arus sungai , seperti jeram dan gemuruh jatuh, seperti matahari pagi da…
Puisi: Jakarta (Karya Beni Setia) Jakarta Semakin dekat ke pesisir, semakin rapat bangunan danau ditimbun, tapi pantai diolor , - air …
Puisi: Caruban, Banjir (Karya Beni Setia) Caruban, Banjir Dari pundak dan punggung: hujan tumpah gemuruh - meluncur bersama bibir jurang Membendun…
Puisi: Pada Satu Tamasya Akhir Tahun (Karya Beni Setia) Pada Satu Tamasya Akhir Tahun Jangan percaya pada omongan mereka Katanya, katanya bos besar, saya tak boleh …
Puisi: Transkripsi Qana (Karya Beni Setia) Transkripsi Qana Ada lubang dimana ranjang cinta pernah ada. Seharusnya tetap ada udara, kau tahu? Penuh …
Puisi: Tol (Karya Beni Setia) Tol Sampai berapa kecepatan mobilmu? Kalau terlampau lamban, disilakan ke museum , ke jalanan siput di…
Puisi: Tahajud Menurut Aliefya (Karya Beni Setia) Tahajud Menurut Aliefya Antara pot mawar dan kamboja - di teras: terselip HP jingga tiap dini hari berderi…
Puisi: Rintihan (Karya Beni Setia) Rintihan Sepanjang malam angin memainkan rintik - dan tepias yang menjangkau pintu itu mempertebal dingin. Suny…