Sepenuhnya

Elegi Gerimis pun memahat-mahat kaca jendela. Dan di luar pintu kita masih setia menunggu musim tak lalu! Bunga-bunga. Aromanya mengeras di atas lany…

Elegi Alam gerimis mengantar senja ke dalam malam kini aku beralih membaca isyarat wajah alam aku tak kuasa menyaksikan gemuruh situasi sej…

Elegi Banjir sebab kau mampatkan sungai dan selokan sebagaimana juga pikiran kami teracuni bertahun-tahun maka kami tanggung limpah…

Elegi Maukah kau menemaniku makan? Makan dengan piring yang retak dan sendok yang patah. Makan, menghabiskan hatiku yang pecah. …

Elegi - pemuda Pemuda itu memetik gitar dunia guramnya sendiri Udara sekitarnya gemetar menjalin Dukamu Abadi Seorang gadis telah pergi dengan sakram…

Elegi (1) (1) kau gelisah sayang tampaknya malam yang menyingkirkan awan tetapi pucuk-pucuk mendung                 memercikkan getar pohon-pohon t…

Elegi Ia yang hendak mencipta, menciptalah atas bumi ini. Ia yang akan tewas, tewaslah karena kehidupan. Kita yang mau mencipta dan akan t…

Elegi Jakarta (1) Pada tapal terakhir sampai ke Yogya, bimbang telah datang pada nyala langit telah tergantung suram Kata-kata berantukan p…

Bertemu Aku berdiri di tepi makam Suria pagi menyinari tanah, Merah muda terpandang di mega Jiwaku mesra t…

Elegi Sepi Ketika kau peluk sepi ingatlah anak malam rindu kasih karena tiris hujan tidak sampai tidak sampai sementara hitam masih k…

Nisan Untuk Nenekanda Bukan kematian benar menusuk kalbu Keridhaanmu menerima segala tiba Tak kutahu setinggi itu di atas d…