HR. Bandaharo, dengan nama lengkap Bandaharo Harahap, merupakan salah satu penyair yang termasuk dalam Angkatan Pujangga Baru. Ia lahir di Medan, Sumatra Utara, pada tanggal 1 Mei 1917, dan meninggal di Jakarta pada tanggal 1 April 1993. HR. Bandaharo merupakan sosok yang aktif dalam dunia sastra dan dikenal karena kontribusinya pada perkembangan kebudayaan Indonesia, terutama melalui Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra).
Bandaharo mengenyam pendidikan di sekolah MULO dan sekolah guru, dan lulus pada tahun 1935. Ia sempat bekerja sebagai guru di Sekolah Muhammadiyah di Medan dari tahun 1936 hingga 1944. Selain menjadi seorang guru, Bandaharo juga memimpin sebuah perkumpulan sandiwara pada masa Revolusi Fisik dan menjabat sebagai Kepala Jawatan Penerangan Republik Indonesia di daerah Asahan selama masa darurat 1947–1948. Setelah itu, ia terlibat dalam dunia jurnalistik sebagai anggota redaksi harian Rakyat dan harian Pendorong di Medan, sebelum akhirnya pindah ke Jakarta dan memimpin Lembaran Kebudayaan di harian Rakyat Jakarta.
Dalam karier kepenyairannya, HR. Bandaharo banyak menulis puisi dan karya-karyanya dipublikasikan dalam berbagai media, termasuk Pedoman Masyarakat Medan, majalah Kebudayaan, Zaman Baru, dan Zenith. Salah satu puisinya yang terkenal, "Sarinah dan Aku," diterbitkan sebelum Perang Dunia II. Puisi-puisinya kerap menggambarkan suasana patriotik dengan gaya realisme romantik. Puisi "Tak Seorang Berniat Pulang" bahkan menjadi puisi wajib dalam lomba deklamasi tahun 1960-an.
Sebagai anggota aktif Lekra dan salah satu pengurus pusat organisasi tersebut, HR. Bandaharo berperan besar dalam penyebaran ideologi kebudayaan pada masa itu. Sayangnya, keterlibatannya dalam Lekra dan Partai Komunis Indonesia (PKI) membuatnya ditahan pada tahun 1965 setelah peristiwa Gerakan 30 September. Ia kemudian diasingkan ke Pulau Buru bersama ribuan tahanan politik lainnya hingga dibebaskan pada tahun 1979.
Setelah dibebaskan, Bandaharo menerbitkan beberapa karya, termasuk buku Dosa Apa? (1981), yang menggambarkan pengalamannya sebagai tahanan politik. Ia juga menulis kumpulan puisi terakhirnya berjudul Mimpi dalam Mimpi (1986). Bandaharo dikenal sebagai penyintas yang berjuang mendokumentasikan karya-karya pengarang sezamannya yang "dihilangkan" dari sejarah kesusastraan Indonesia pasca pembunuhan massal 1965-1966.
Beberapa karya terkenal HR. Bandaharo meliputi:
- Dari Daerah Kehadiran Lapar dan Kasih (1958) – memperoleh hadiah dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) pada tahun 1960.
- Sarinah dan Aku (1939)
- Dosa Apa? (1981)
- Antara Dua Sungai (1959)
- Praha (1964)
- Aku Hadir di Hari Ini (1978)
- Matinya Seorang Penyair (1978)
- Metropolis (1978)
- Dari Bumi Merah (1963)
- Hilangnya Kehormatan Katharina Blum (terjemahan dari novel karya Heinrich Böll, 1983)
- Mimpi dalam Mimpi (1986)
Warisan sastra HR. Bandaharo tetap penting dalam sejarah kesusastraan Indonesia, terutama karena karyanya mencerminkan perjuangan dan kesulitan hidup pada masa-masa sulit dalam sejarah bangsa.
Sebagai bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa Contoh Puisi karya HR. Bandaharo untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa.