Agam Wispi lahir pada tanggal 31 Desember 1930, dan meninggalkan dunia pada tanggal 1 Januari 2003. Dia adalah seorang penulis Indonesia yang dikenal sebagai salah satu penulis sastra eksil Indonesia. Karyanya yang penuh semangat dan keberanian telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah sastra Indonesia.
Awal Kiprah dan Kariernya
Agam Wispi memulai kariernya sebagai wartawan dan redaktur kebudayaan di harian Kerakyatan dan Pendorong Medan pada tahun 1952 hingga 1957. Pada tahun 1957, ia pindah ke Jakarta dan menduduki posisi yang sama di Harian Rakyat hingga tahun 1962. Selama periode ini, Agam juga menjadi anggota Pimpinan Pusat Lekra dari tahun 1959 hingga 1965.
Pengasingan dan Eksil
Pada bulan Mei 1965, Agam Wispi diundang ke Vietnam dan bertemu dengan tokoh sejarah seperti Ho Chi Minh. Namun, perubahan politik di Indonesia membuatnya tidak bisa kembali ke tanah air. Dari tahun 1965 hingga 1970, ia tinggal di Republik Rakyat Tiongkok. Setelah itu, ia pindah ke Leipzig, Jerman, dari tahun 1973 hingga 1978, di mana ia belajar sastra di Institut fur Literatur dan bekerja sebagai pustakawan di Deutsche Bucheret. Pada tahun 1988, Agam Wispi menetap di Amsterdam, Belanda, menjalani sisa hidupnya dalam pengasingan.
Karya dan Pengaruh
Agam Wispi dikenal sebagai seorang penyair pada tahun 1950-an hingga 1960-an. Salah satu puisinya yang terkenal, "Matinya Seorang Petani", tidak hanya dilarang oleh pemerintahan Soeharto, tetapi juga oleh pemerintahan Soekarno.
Karya-karya Agam Wispi telah terkumpul dalam berbagai buku dan antologi, termasuk:
- Nasi dan Melati (antologi, 1956)
- Sahabat (1959)
- Matinya Seorang Petani (antologi, 1961)
- Dinasti 650 Juta (antologi puisi tentang Tiongkok, 1961)
- Partai dalam Puisi (antologi, 1962)
- Viva Cuba! (antologi, 1963)
- Kepada Partai (antologi, 1965)
- Berdua Sejalan (antologi bersama Asahan Alham, 1996)
- Di Negeri Orang (antologi, 2002)
Warisan dan Pengaruh
Agam Wispi tidak hanya meninggalkan karya-karya sastra yang menginspirasi, tetapi juga cerminan dari semangat kebebasan dan keteguhan hati dalam menghadapi ketidakadilan. Meskipun hidup dalam pengasingan, semangatnya tetap terpancar melalui karya-karya yang mencerminkan kegelisahan sosial dan kepedulian terhadap nasib manusia.
Kehadirannya sebagai seorang penulis eksil menjadi bagian dari sejarah perjuangan sastra Indonesia. Agam Wispi tidak hanya menulis untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk menginspirasi dan mengingatkan generasi mendatang akan pentingnya kebebasan berekspresi dan keadilan dalam masyarakat.
Sebagai bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa Contoh Puisi karya Agam Wispi untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa.