Analisis Puisi:
Puisi “Senandung Kota Tercinta” karya Leon Agusta merupakan karya kontemplatif yang menggunakan repetisi sebagai bentuk musikalitas dan penekanan makna. Penyair menghadirkan suasana metaforis dengan gelombang pasang sebagai simbol waktu dan perubahan. Meskipun menggunakan kata-kata sederhana, puisi ini kaya akan lapisan makna, membangkitkan nuansa batin yang dalam tentang sebuah kota, kenangan, dan perputaran hidup.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kenangan dan waktu yang terus bergulir, serta hubungan emosional yang mendalam dengan sebuah tempat—kota tercinta—yang menjadi saksi perjalanan hidup dan kasih. Kota dalam puisi ini bukan hanya tempat fisik, tetapi juga ruang batin tempat kenangan berdiam dan harapan berlabuh.
Makna Tersirat
Secara tersirat, puisi ini menyampaikan bahwa hidup dan waktu selalu bergerak seperti gelombang pasang—tak dapat diprediksi, tak bisa dihentikan. Repetisi baris “gelombang pasang menggulung gelombang lalu” menggambarkan kesinambungan waktu dan bagaimana setiap pengalaman hidup (baik suka maupun duka) silih berganti.
Di balik ritme alam yang terus berjalan, ada perenungan tentang takdir, makna kebahagiaan, dan kenangan lama yang mungkin tak pernah selesai benar-benar. Kota dalam puisi ini menjadi metafora dari tempat-tempat yang menyimpan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup penyair—sekaligus simbol dari perjanjian batin antara manusia dan ruang hidupnya.
Puisi ini bercerita tentang sebuah kota yang menjadi saksi dari beragam kisah dan perubahan dalam kehidupan penyair. Kota itu seperti tempat abadi yang menyimpan gema perasaan dan sejarah personal maupun kolektif.
Dengan menempatkan repetisi sebagai struktur utama, puisi ini seakan menjadi mantra atau senandung, yang bukan hanya melantunkan kata, tetapi juga mengajak pembaca untuk merasakan denting waktu dan kesunyian batin yang mengalun dalam gelombang kehidupan.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini sunyi namun menggugah, melankolis namun juga penuh keteguhan, sebagaimana suasana hati seseorang yang mengenang masa lalu dalam diam. Ada nada perenungan yang dalam, dan mungkin juga rasa kehilangan yang samar.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang bisa ditangkap dari puisi ini adalah bahwa kita tidak bisa mengendalikan waktu dan peristiwa yang datang dalam hidup, tetapi kita bisa menyimpan dan meresapi maknanya. Kota sebagai simbol ruang hidup manusia menjadi tempat semua peristiwa itu berlabuh. Dari situ, kita diajak untuk menerima bahwa dalam hidup, ada gelombang suka dan duka yang tak bisa dipisahkan.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji visual dan temporal yang kuat, seperti:
- “gelombang pasang menggulung gelombang lalu” — menciptakan gambaran kuat tentang lautan yang terus bergerak, membangkitkan perasaan tentang waktu yang mengalir dan membawa perubahan.
- “pantai kesaksian” dan “kota perjanjian” — menghadirkan imaji tempat sakral, tempat pengakuan dan pengikatan janji, baik dalam arti literal maupun batin.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Repetisi: Frasa “gelombang pasang menggulung gelombang lalu” diulang di setiap bait sebagai penguat tema dan pencipta irama.
- Metafora: Kota disebut sebagai “kota perjanjian” dan pantai sebagai “pantai kesaksian” yang tidak hanya menggambarkan tempat secara fisik, tetapi sebagai tempat spiritual atau batiniah.
- Personifikasi: “senyap jadi kumandang” memberikan kesan bahwa diam bisa berbicara, bisa menggemakan sesuatu yang sebelumnya tersembunyi.
Puisi “Senandung Kota Tercinta” karya Leon Agusta adalah refleksi puitis tentang waktu, kenangan, dan keterikatan batin dengan tempat yang dicintai. Lewat simbol gelombang pasang, penyair menyuarakan kesadaran bahwa hidup adalah aliran terus-menerus antara kenangan dan harapan, antara suka dan duka.
Dengan struktur repetitif dan pilihan diksi yang puitis namun sederhana, puisi ini tidak hanya menyampaikan makna, tetapi juga membentuk ritme yang menenangkan dan mengajak pembaca ikut larut dalam senandung cinta pada kota—dan pada hidup itu sendiri.
Puisi: Senandung Kota Tercinta
Karya: Leon Agusta
Biodata Leon Agusta:
- Leon Agusta (Ridwan Ilyas Sutan Badaro) lahir pada tanggal 5 Agustus 1938 di Sigiran, Maninjau, Sumatra Barat.
- Leon Agusta meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2015 (pada umur 77) di Padang, Sumatra Barat.
- Leon Agusta adalah salah satu Sastrawan Angkatan 70-an.