bernyanyi, bernyanyi, burung-burung ajal yang membuat
sarang pada jalan-jalan raya kehidupan. Nyanyian hidup yang
menyiksaku tak habis malam tak habis siang bernyanyi.
Ibu yang dari segala ibu yang menyimpan kematian dalam
daging-daging sunyiku, anak yang dari segala anak yang
menyimpan kematian dalam sunyi urat-urat kelaminku, men
jamah keganasan dalam gairah matahari yang membakar
tanah jadi alam terbuka dalam tubuhku. Mimpi itu telah
bangun menjadi menara daging yang terendam dalam rumput-
rumput yang bangkit memuja manusia, m
embangun, membangun, dan dengan kapal daging-daging
manusia, aku putar bumi ini di tengah-tengah udara yang
penuh dengan racun-racun kekuasaan. Bernyanyilah orang-
orang bersama suara-suara kubur yang mencengkeram langit,
dan aku cat bumi ini dengan darahku.
Aku jadi manusia.
Segalanya menderas ke jalan-jalan mimpiku, senjata-senjata
menderu menyiksa pohon, menyiksa tanah, menyiksa langit. G
airah matahari menderu tak habis malam tak habis siang. P
adaku dalam dada yang terbongkar, menyeru tak habis ber
juta dunia.
Aku hidup.
Sumber: Abad yang Berlari (1984)
Catatan:
Puisi ini pernah muncul di Horison edisi Januari, 1986 dengan judul Prosa Hitam Kematian Orang-Orang.
Analisis Puisi:
Puisi "Prosa Hitam Pasar Orang-Orang" karya Afrizal Malna adalah puisi yang sarat dengan simbolisme, metafora, dan kritik sosial. Gaya penulisan Afrizal Malna yang khas, dengan eksplorasi visual dan diksi yang kuat, menciptakan suasana yang penuh ketegangan, keterasingan, dan absurditas.
Tema Puisi
Tema utama dalam puisi ini adalah keterasingan, kehancuran, dan pencarian identitas manusia di tengah dunia yang penuh kekacauan. Ada juga unsur pemberontakan terhadap realitas yang menekan serta kritik terhadap kekuasaan yang menindas.
Puisi ini menggambarkan bagaimana manusia mengalami keterpecahan, baik dalam hal identitas maupun dalam cara mereka melihat dunia. Ada gambaran tentang perjuangan eksistensial, di mana manusia merasa terasing dari realitasnya sendiri.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah sebuah refleksi tentang kondisi manusia yang terbelah antara harapan dan kenyataan. Penggunaan citra "pecahan kaca" melambangkan kehancuran identitas, kehilangan arah, serta ketidakmampuan untuk mengenali dunia yang dulu familiar.
Selain itu, ada kritik terhadap sistem sosial yang menindas manusia hingga kehilangan esensinya. Frasa suara kubur yang bernyanyi kebebasan manusia bisa ditafsirkan sebagai bentuk perlawanan atau revolusi terhadap kekuasaan yang opresif.
Gambaran tentang manusia yang "memakan dirinya sendiri" juga bisa dimaknai sebagai metafora tentang manusia yang terjebak dalam siklus penghancuran, baik secara fisik, sosial, maupun psikologis.
Puisi ini bercerita tentang perjalanan batin seseorang yang mengalami keterpecahan dalam memahami dunia. Ia mengalami semacam transformasi dari individu yang terasing menjadi manusia yang menyadari realitas di sekitarnya.
Ada narasi tentang perjuangan dan kebangkitan, di mana tokoh dalam puisi ini akhirnya menyatakan dengan penuh keyakinan: Aku jadi manusia. Ini bisa diartikan sebagai momen kesadaran dan penerimaan terhadap realitas, meskipun realitas itu sendiri penuh dengan kesakitan dan kehancuran.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini sangat gelap, penuh ketegangan, dan hampir apokaliptik. Ada nuansa keterasingan, kehancuran, dan kebangkitan dalam satu waktu. Kata-kata seperti kaca yang pecah, suara kubur, dada terbongkar, dan tanah berbau amis menciptakan atmosfer yang suram dan penuh dengan kekerasan simbolik.
Amanat/Pesan yang Disampaikan
Pesan yang bisa diambil dari puisi ini adalah bahwa manusia harus terus berjuang menemukan identitasnya, meskipun dunia di sekitarnya penuh dengan kehancuran dan kekacauan.
Puisi ini juga bisa dibaca sebagai kritik terhadap kekuasaan yang merusak kebebasan individu, serta ajakan untuk tidak hanya menerima keadaan, tetapi bangkit dan melawan ketidakadilan.
Imaji dalam Puisi
Puisi ini sangat kaya akan imaji yang kuat dan dramatis, antara lain:
- Imaji visual: Pada kaca yang pecah dalam wajahku... (membayangkan kaca pecah sebagai representasi kehancuran identitas).
- Imaji auditori: Suara kubur yang bernyanyi... (menggambarkan suara kematian atau suara pemberontakan).
- Imaji taktil: Dada terbongkar penuh dengan gumpal-gumpal tanah... (memberikan sensasi fisik terhadap penderitaan manusia).
Majas dalam Puisi
Puisi ini banyak menggunakan majas untuk memperkuat makna dan suasana:
- Metafora: Kaca yang pecah dalam wajahku (melambangkan kehancuran identitas).
- Personifikasi: Suara kubur yang bernyanyi kebebasan manusia (kubur digambarkan seperti sesuatu yang hidup dan bersuara).
- Hiperbola: Aku putar bumi ini di tengah-tengah udara yang penuh dengan racun-racun kekuasaan (menggambarkan besarnya pengaruh kekuasaan yang meracuni dunia).
- Repetisi: Bernyanyi, bernyanyi dan membangun, membangun (menekankan aksi yang dilakukan terus-menerus).
Puisi "Prosa Hitam Pasar Orang-Orang" adalah refleksi eksistensial yang kuat tentang manusia, kehancuran, dan pemberontakan terhadap realitas yang menindas. Dengan simbolisme yang kaya dan diksi yang tajam, Afrizal Malna berhasil menciptakan gambaran dunia yang hancur tetapi masih menyisakan harapan bagi mereka yang berani melawan.
Puisi ini bukan sekadar tentang individu yang mencari jati diri, tetapi juga sebuah kritik terhadap sistem yang menindas manusia, serta seruan untuk bangkit dari keterpurukan dan menjadi manusia yang sesungguhnya.
Puisi: Prosa Hitam Pasar Orang-Orang
Karya: Afrizal Malna
Biodata Afrizal Malna:
- Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.