Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Ia Menangis (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Ia Menangis" karya Goenawan Mohamad bercerita tentang perjumpaan yang ganjil dan mengharukan antara seorang perempuan yang menangis dan ...
Ia Menangis

Ia
menangis
            untuk lelaki
di atas kuda kurus yang
akhirnya sampai pada teluk
di mana fantasi adalah hijau
hujan
yang hilang ujung
di laut asing.

Ia menangis
dan lelaki itu
mendengarnya.

"Aku Don Quixote de La Mancha
majenun yang mencarimu."

Tubuhnya agak tinggi, tapi
rapuh dan tua sebenarnya.
Ia berdiri kaku.
Cinta tampak telah
menyihirnya
jadi ksatria dengan luka
di lambung.
Tapi ia menanti perempuan itu
melambai
dalam interval grimis
sebelum jalan ditutup
dan mereka mengirim polisi,
tanda waktu,
kematian.

2007

Sumber: Don Quixote (2011)

Analisis Puisi:

Dalam puisi “Ia Menangis”, Goenawan Mohamad—seorang penyair dan intelektual terkemuka Indonesia—sekali lagi memperlihatkan kepiawaiannya dalam menjalin kegetiran emosi dengan kecanggihan imajinasi. Puisi ini pendek secara fisik, tetapi panjang dalam gema batin. Ia menyisakan resonansi yang tak mudah hilang—tentang kerinduan, delusi, dan cinta yang tak selesai.

Puisi ini bercerita tentang perjumpaan yang ganjil dan mengharukan antara seorang perempuan yang menangis dan seorang lelaki yang mengaku sebagai Don Quixote de La Mancha. Tokoh legendaris dari novel klasik Miguel de Cervantes ini hadir dalam tubuh yang rapuh, tua, tetapi masih disihir oleh cinta dan fantasi. Ia sampai di sebuah “teluk” yang tak bernama—tempat di mana kenyataan dan khayal membaur, dan di sanalah ia mendengar tangis seorang perempuan yang mungkin selama ini ia cari.

Tema: Cinta, Delusi, dan Ketakberdayaan

Tema utama dari puisi ini adalah cinta yang absurd, delusional, namun tetap murni. Sosok Don Quixote dalam puisi adalah figur cinta romantik yang bertahan hidup lewat fantasi, meskipun tubuhnya telah tua dan dunia nyata tampak menolaknya. Ia adalah simbol dari hasrat yang tak pernah padam, walau logika dan waktu telah memudar.

Puisi ini juga mengangkat tema kerapuhan manusia di hadapan kenyataan—tentang bagaimana cinta bisa menjadi satu-satunya harapan dalam hidup yang melelahkan, meski itu cinta yang dibangun di atas ilusi.

Makna Tersirat: Mencari Cinta di Dunia yang Menutup Pintu

Di balik narasi puitisnya, terdapat makna tersirat tentang kerinduan yang tak pernah sepenuhnya terjawab. Don Quixote di sini bukan semata-mata tokoh dari novel, melainkan representasi siapa pun yang mencintai dengan gigih, meski cintanya tak selalu diterima atau dimengerti. Ia datang menjemput harapan, tapi yang menyambutnya bukan pelukan, melainkan “polisi, tanda waktu, kematian.” Dunia yang keras dan tak berperasaan—tempat di mana cinta bisa dianggap delusi, dan pengorbanan dianggap kegilaan.

Suasana dalam Puisi: Melankolis, Sunyi, dan Tragis

Puisi ini dipenuhi suasana melankolis dan hening. Tangisan menjadi latar bunyi yang dominan. Bahkan hujan dan grimis pun digambarkan sebagai interval keheningan sebelum dunia kembali menyergap kenyataan. Ada nuansa tragis yang halus, seperti senja yang memudar tanpa perlu dentuman. Goenawan menahan semua kesedihan itu dalam ruang minimalis, tetapi justru karena itu puisinya terasa lebih dalam.

Amanat / Pesan: Cinta Tak Selalu Butuh Rasionalitas

Salah satu amanat yang bisa ditangkap dari puisi ini adalah bahwa cinta dan pencarian tak selalu membutuhkan alasan logis. Seperti Don Quixote yang mencari Dulcinea—tokoh yang ia bangun dalam kepalanya sendiri—demikian pula manusia mencari cinta, makna, atau bahkan Tuhan dengan cara yang sering tampak “gila” di mata dunia.

Puisi ini seperti ingin berkata: lebih baik menjadi Don Quixote yang setia pada khayalannya daripada menjadi manusia yang kehilangan kemampuan untuk mencintai.

Imaji: Teluk Asing, Hujan Hijau, Ksatria Luka

Goenawan Mohamad memadatkan banyak imaji visual dan emosional dalam puisi ini. Beberapa yang paling menonjol:
  • “Teluk / di mana fantasi adalah hijau”: memberikan kesan tempat yang tidak nyata, subur secara batin, namun tak terjangkau.
  • “Hujan yang hilang ujung / di laut asing”: gambaran dari kesedihan yang tanpa akhir, seperti perasaan yang terus mengalir tapi tak sampai.
  • “Ksatria dengan luka di lambung”: membangkitkan sosok heroik yang terluka, baik secara fisik maupun emosional.
Imaji-imaji ini tidak hanya memperkaya estetika, tapi juga mempertegas konflik batin yang dialami tokoh dalam puisi.

Majas: Personifikasi, Simbol, dan Ironi

Puisi ini juga kaya akan majas:
  • Personifikasi: “Ia menangis dan lelaki itu mendengarnya”—tangisan menjadi entitas hidup yang memiliki relasi langsung dengan sang lelaki.
  • Simbolisme: Don Quixote sendiri adalah simbol dari idealisme yang keras kepala, cinta yang nekat, dan pencarian makna dalam kekacauan.
  • Ironi: meskipun si lelaki bersikap heroik, realitas yang menyambutnya adalah penolakan dan penutupan. Cinta yang ia harapkan justru berakhir dengan aparat dan kematian.

Don Quixote dalam Diri Kita

Puisi “Ia Menangis” karya Goenawan Mohamad adalah puisi tentang harapan yang rapuh, cinta yang nekat, dan kenyataan yang pahit. Goenawan menghadirkan Don Quixote bukan untuk ditertawakan, tetapi untuk dikenali—karena dalam setiap dari kita mungkin hidup seorang "majenun" yang masih ingin mempercayai cinta, meski dunia berkata sebaliknya.

Puisi ini tidak hanya tentang seorang lelaki tua dan seorang perempuan yang menangis. Ia adalah refleksi tentang keberanian mencintai dalam dunia yang dingin, tentang bagaimana fantasi seringkali satu-satunya pelarian yang tersisa, dan bagaimana manusia tetap mencari makna bahkan saat hidup menutup semua pintu.

Jika Don Quixote adalah gila karena cintanya, mungkin justru di situlah warasnya manusia.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Ia Menangis
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.