Analisis Puisi:
Puisi "Bersandar pada Pilar-Pilar" karya Abdul Wachid B. S. adalah sebuah narasi yang kuat tentang perjuangan, ironi, dan harapan yang terselip di antara nasib para guru dan dosen. Dengan latar suasana teatrikal yang hidup, puisi ini merekam kegelisahan sosial yang dihadapi para pendidik, terutama dalam ketidakadilan yang mereka alami. Karya ini tidak hanya menjadi kritik sosial, tetapi juga pengakuan terhadap keberanian dan ketulusan mereka.
Tema
Tema utama dari puisi ini adalah ketidakadilan sosial terhadap guru dan dosen. Abdul Wachid B. S. menggambarkan bagaimana para pendidik harus menghadapi kenyataan pahit: upah yang tidak sebanding, penghargaan yang minim, serta ironi dalam sistem yang mengatasnamakan kepentingan umat tetapi justru menindas mereka.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah seruan agar masyarakat lebih manusiawi dalam memperlakukan para pendidik. Lewat berbagai simbol dan ironi, penyair menekankan bahwa penghargaan sejati terhadap guru dan dosen bukan hanya dalam bentuk pujian kosong, melainkan melalui keadilan sosial yang konkret: upah yang layak, penghormatan terhadap jerih payah mereka, dan sistem yang tidak merendahkan profesi mulia ini.
Puisi ini bercerita tentang sekelompok guru dan dosen yang berlatih teatrikalisasi puisi di tangga gedung rakyat, bukan dalam bentuk demonstrasi keras, melainkan sebagai cara mereka menyuarakan kegelisahan hidup mereka. Di tengah latihan tersebut, muncul kisah nyata tentang seorang dosen yang harus mengembalikan gaji lantaran mengundurkan diri mengikuti tugas istrinya ke luar provinsi. Peristiwa ini menggugah kesadaran kolektif tentang ketidakadilan yang mereka alami, diiringi dengan ketegangan antara ketidakberdayaan dan keberanian untuk bersuara.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi terasa penuh kegelisahan, getir, namun tetap mengalirkan semangat solidaritas. Ada ketegangan yang terus dibangun, dari keributan yang bukan untuk berdebat melainkan untuk sepakat, hingga munculnya aparat yang membawa gas air mata dan pentungan. Namun di balik semua itu, ada juga suasana harapan, yang digambarkan lewat sosok Aisiah dan simbol teratai.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan yang disampaikan puisi ini adalah pentingnya memperlakukan pendidik secara adil dan manusiawi, serta perlunya masyarakat untuk lebih peka terhadap ketidakadilan yang dialami para guru dan dosen. Puisi ini juga mengingatkan bahwa perubahan sosial membutuhkan keberanian, bahkan jika harus diungkapkan dalam bentuk-bentuk yang sunyi seperti teatrikalisasi puisi.
Imaji
Puisi ini penuh dengan imaji kuat yang membangun suasana dan emosi:
- "Minum anggur dari kenyataan": melukiskan bagaimana guru dan dosen harus menelan pahitnya realita.
- "Oemar Bakri dengan sepeda kumbangnya": citra sederhana tentang kesederhanaan hidup seorang guru.
- "Langit merekam segala itu dalam gerimis yang gemetar": memberikan nuansa kesedihan dan ketidakpastian.
- "Berlapis barikade dengan gas airmata dan pentungan": gambaran keras tentang represi atas suara-suara yang seharusnya didengarkan.
Setiap imaji ini menguatkan kesan getir, namun juga menunjukkan keberanian dan solidaritas.
Majas
Puisi Bersandar pada Pilar-Pilar memanfaatkan berbagai majas yang memperkaya kekuatannya:
- Metafora: "Minum anggur dari kenyataan" sebagai lambang menelan pahitnya hidup.
- Personifikasi: "Langit merekam segala itu dalam gerimis yang gemetar", menghadirkan langit seolah menjadi saksi peristiwa.
- Simbolisme: Teratai digunakan sebagai simbol ketabahan dan kemurnian di tengah rawa-rawa kenyataan yang keras.
- Ironi: Penggambaran "universitas yang mengatasnamakan umat" justru memperlakukan dosen dengan tidak adil.
Majas-majas ini mempertebal nuansa kritik sosial sekaligus memperdalam rasa haru dalam puisi.
Puisi "Bersandar pada Pilar-Pilar" bukan sekadar kritik sosial; ia adalah seruan sunyi yang menggema tentang pentingnya menghormati para pendidik, bukan hanya dalam kata-kata, tetapi dalam tindakan nyata. Melalui gaya teatrikal dan simbolik, Abdul Wachid B. S. mengajak kita merenung: bahwa perubahan besar bisa dimulai dari gerakan kecil, dari sepotong puisi yang lahir di antara pilar-pilar gedung rakyat.
Karya: Abdul Wachid B. S.