Puisi: Akhir Sebuah Perjalanan (Karya Diah Hadaning)

Puisi “Akhir Sebuah Perjalanan” karya Diah Hadaning menggambarkan perjalanan hidup seorang perempuan yang penuh dengan harapan, duka, dan ...
Akhir Sebuah Perjalanan

Gemuruh kereta membawa serta
mimpi, harap, duka, dan penat perempuan lepas baya
tersangkut di sepanjang kilometer Yogya-Jakarta
ketika lembaran koran di mukanya bicara tentang dunia
tapi hatinya bicara tentang diri.

Kabut-kabut terangkat dari bumi
dan matahari belum memberi warna pelangi
di sampingnya masih mengaum garang suara Leo Kristi
tapi tidak tentang cinta pula
manusia-manusia paling dekat dengan kehidupan
namun tentang cinta pada
mereka yang masih dahaga dalam laut kemerdekaan.

Adalah ini ilusi 
adalah ini halusinasi
adalah ini frustasi
tak harus perempuan itu bicara seperti ini
karena dari akhir perjalanan hari ini
masih diulang nanti lagi dan lagi.

Jakarta, 1978

Analisis Puisi:

Puisi “Akhir Sebuah Perjalanan” karya Diah Hadaning adalah karya yang mendalam dan penuh refleksi tentang perjalanan hidup seorang perempuan, yang melibatkan mimpi, harapan, duka, dan perjuangan. Melalui gambaran perjalanan kereta yang menghubungkan dua kota besar—Yogya dan Jakarta—puisi ini membawa pembaca pada pemahaman yang lebih luas tentang kehidupan yang dipenuhi oleh tantangan dan pencarian makna, terutama bagi mereka yang berjuang demi kemerdekaan dan kesetaraan.

Puisi ini bercerita tentang perjalanan seorang perempuan yang terhanyut dalam dunia pikirannya selama perjalanan dengan kereta dari Yogyakarta ke Jakarta. Perempuan tersebut membawa serta mimpi, harap, duka, dan penat yang membebani dirinya, menggambarkan perjalanan fisik dan psikologis yang sama-sama berat. Kereta, sebagai simbol perjalanan, bukan hanya menggambarkan perjalanan jarak fisik, tetapi juga perjalanan batin yang penuh dengan konflik dan pencarian makna hidup.

Pada bagian puisi yang menggambarkan perempuan dengan lembaran koran di tangannya, puisi ini memberikan gambaran tentang bagaimana dunia luar (berita yang dibaca) seolah berbicara tentang hal-hal yang lebih besar, sementara perasaan perempuan itu berbicara tentang dirinya—tentang ketidakpastian, keputusasaan, dan harapan yang terus menerus dicari meskipun tampaknya sulit ditemukan.

Tema: Perjuangan, Pencarian Makna, dan Ketidakpastian

Tema utama dalam puisi ini adalah perjuangan hidup, pencarian makna, dan ketidakpastian. Puisi ini menggambarkan perjalanan batin seorang perempuan yang menghadapi dunia dengan segala kerumitannya, yang terjepit di antara impian, kenyataan, dan kegelisahan tentang kemerdekaan sejati. Perempuan ini tampaknya berada dalam perjalanan pencarian diri, berusaha menemukan tempatnya di dunia yang lebih luas dan lebih keras, di mana kebebasan dan kemerdekaan masih terasa sangat jauh.

Selain itu, puisi ini juga menggali tema ketidakpastian—apakah perjuangan ini akan berujung pada pembebasan atau justru kekecewaan? Dalam bait yang mengatakan "adalah ini ilusi / adalah ini halusinasi / adalah ini frustasi," ada ketegangan yang muncul antara harapan dan kenyataan, antara keinginan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dan rasa frustasi terhadap dunia yang tampaknya tidak memberikan jawaban yang memadai.

Makna Tersirat: Pencarian Makna dalam Dunia yang Penuh Ketidakpastian

Makna tersirat dalam puisi ini berkisar pada perjalanan pencarian makna dalam kehidupan yang penuh ketidakpastian. Perempuan tersebut tampaknya berjuang untuk memahami dirinya sendiri dalam konteks dunia yang lebih besar, yang dibingkai oleh mimpi dan harapan yang seringkali berbenturan dengan kenyataan. Ketidakpastian yang dirasakan oleh perempuan itu digambarkan dengan kalimat “adalah ini ilusi / adalah ini halusinasi / adalah ini frustasi,” yang mencerminkan perasaan kehilangan arah atau bahkan rasa frustasi terhadap hidup yang seolah tidak memberikan jawaban pasti.

Pada saat yang sama, puisi ini menyiratkan perjuangan untuk meraih kebebasan—kebebasan dalam konteks yang lebih luas, bukan hanya secara fisik, tetapi juga dalam hal pemikiran dan perasaan. Perempuan ini, meskipun terjebak dalam perjalanan panjang, tetap berusaha mempertahankan harapan, meski itu terasa seperti sebuah ilusi.

Suasana dalam Puisi: Ketegangan dan Keputusasaan

Suasana dalam puisi ini dipenuhi dengan ketegangan dan keputusasaan, yang tercermin dalam perjalanan perempuan tersebut. Suasana ini dipenuhi dengan perasaan terjebak antara harapan dan kenyataan, antara dunia luar yang berbicara tentang kemajuan dan kebebasan, dan perasaan pribadi yang lebih dalam, yang sering kali berisi keraguan dan keputusasaan.

Gambaran tentang “kabut-kabut terangkat dari bumi” menunjukkan adanya pemisahan antara kenyataan yang tampak jelas dengan kenyataan yang tersembunyi, yang perlu dicari atau dihadapi. Namun, matahari yang belum memberi warna pelangi menggambarkan harapan yang belum sepenuhnya terwujud. Hal ini menunjukkan adanya ketidakpastian dalam proses pencapaian impian atau tujuan.

Amanat/Pesan: Perjuangan yang Tak Pernah Selesai

Amanat yang dapat diambil dari puisi ini adalah bahwa perjuangan hidup adalah sesuatu yang tidak pernah selesai—setiap perjalanan membawa harapan dan duka, dan meskipun kita berusaha untuk mencapai tujuan atau kebebasan, jalan yang kita tempuh sering kali berkelok dan penuh dengan tantangan yang tak terduga. Dalam puisi ini, perempuan itu tidak pernah berhenti berharap, meski harapan tersebut seringkali terhalang oleh kenyataan yang penuh frustasi. Pesan yang bisa diambil adalah bahwa kita harus tetap melanjutkan perjalanan kita, meski terkadang kita merasa terjebak dalam ilusi atau ketidakpastian.

Imaji: Perjalanan, Harapan, dan Ketidakpastian

Puisi ini dipenuhi dengan imaji yang menggambarkan perjalanan fisik dan batin, serta harapan dan ketidakpastian yang mengiringinya. Beberapa imaji penting dalam puisi ini antara lain:
  • “Gemuruh kereta membawa serta mimpi, harap, duka, dan penat”: Gambaran tentang bagaimana perjalanan fisik juga membawa beban emosional yang berat, seperti mimpi dan harapan yang tak terwujud, serta duka dan keletihan dari kehidupan.
  • “Kabut-kabut terangkat dari bumi”: Menunjukkan transisi atau perubahan yang tidak sepenuhnya jelas, antara kenyataan yang disembunyikan dan yang terbuka.
  • “Matahari belum memberi warna pelangi”: Menggambarkan ketidakpastian, bahwa meskipun ada harapan (matahari), namun hasil yang diinginkan belum tercapai.
  • “Suara Leo Kristi”: Musik atau suara yang mengiringi perjalanan, tetapi bukan suara yang berbicara tentang cinta—sebagai simbol dari realitas keras yang tidak selalu berbicara tentang kebahagiaan atau impian romantis.

Majas: Ironi dan Paradoks

Puisi ini menggunakan ironi dan paradoks untuk menggambarkan konflik batin yang dialami oleh narator. Misalnya, kalimat “adalah ini ilusi / adalah ini halusinasi / adalah ini frustasi” menggambarkan perasaan terperangkap dalam ketidakpastian, di mana segala yang ada bisa tampak seperti sebuah kebohongan atau ilusi, meskipun itu adalah kenyataan yang dihadapi.

Puisi “Akhir Sebuah Perjalanan” karya Diah Hadaning menggambarkan perjalanan hidup seorang perempuan yang penuh dengan harapan, duka, dan ketidakpastian. Tema perjuangan, pencarian makna, dan ketidakpastian sangat terasa dalam puisi ini, mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan hidup yang tidak pernah benar-benar selesai. Meskipun jalan yang dilalui penuh dengan rintangan, harapan dan keinginan untuk meraih kebebasan tetap menjadi pendorong utama bagi perempuan tersebut untuk terus maju, meskipun terkadang ia merasa terjebak dalam ilusi atau ketidakpastian.

Puisi ini mengajarkan bahwa meskipun perjalanan itu berat dan penuh frustasi, kita harus terus melanjutkan perjuangan kita, karena di balik ketidakpastian selalu ada keinginan untuk meraih sesuatu yang lebih baik.

Puisi: Akhir Sebuah Perjalanan
Puisi: Akhir Sebuah Perjalanan
Karya: Diah Hadaning

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.