Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Mengaji Fikih Bersama di Masjid: Sebuah Pengalaman Kebersamaan

Mengaji fikih di masjid bukan hanya tentang memahami hukum-hukum Islam, tetapi juga tentang membangun kebersamaan, saling mengingatkan dalam ...

Mengaji bukan sekadar membaca kitab atau mendengar ceramah. Bagi saya, mengaji fikih bersama di masjid adalah perjalanan spiritual yang memperkaya, sekaligus menguatkan ikatan sosial di tengah komunitas. Setiap pekan, selepas Maghrib, saya dan beberapa jamaah berkumpul di serambi masjid untuk mendengarkan pengajian fikih dari seorang ustaz yang disegani. Suasana masjid yang syahdu, disertai hembusan angin sore, menambah kekhusyukan dalam menuntut ilmu. Bukan hanya dari segi ilmu, tetapi juga dari segi kehangatan hubungan antar sesama jamaah.

Mengaji Fikih Bersama di Masjid

Pelajaran fikih yang kami pelajari bukan hanya sekadar teori, tetapi juga refleksi atas kehidupan sehari-hari. Kami membahas berbagai tema, mulai dari thaharah (bersuci), salat, hingga muamalah dalam kehidupan modern. Salah satu pembahasan yang paling membekas bagi saya adalah tentang pentingnya niat dalam setiap ibadah. Ustaz kami menekankan bahwa tanpa niat yang benar, amal ibadah kita bisa kehilangan makna. Hal ini menjadi pengingat bahwa setiap amal harus dimulai dengan kesadaran dan keikhlasan, bukan hanya rutinitas kosong.

Pentingnya memahami fikih secara menyeluruh juga kami rasakan saat membahas isu-isu kontemporer. Misalnya, dalam pertemuan tertentu, kami mendalami hukum jual beli online, pinjaman digital, dan penggunaan dompet digital dalam perspektif Islam. Diskusi ini menjadi jembatan antara tradisi keilmuan Islam dan tantangan zaman modern. Para jamaah, dari kalangan muda hingga tua, menyampaikan pengalaman dan pendapat masing-masing, sehingga suasana pengajian menjadi sangat hidup dan penuh makna.

Selain mendapatkan ilmu, kebersamaan dalam mengaji juga membawa dampak yang mendalam. Di masjid, kami bukan hanya sekadar jamaah, tetapi juga keluarga yang saling mendukung. Setiap sesi pengajian selalu diakhiri dengan diskusi dan tanya jawab. Tidak jarang, pertanyaan yang diajukan mencerminkan keresahan banyak orang, seperti bagaimana hukum transaksi digital dalam Islam atau bagaimana cara menjaga keikhlasan dalam beribadah. Bahkan, tidak sedikit yang kemudian melanjutkan diskusi di luar sesi pengajian, mempererat ikatan ukhuwah di antara kami.

Pengajian ini juga menjadi ajang silaturahmi yang sangat berharga. Kadang setelah selesai mengaji, kami duduk bersama di beranda masjid sambil menikmati teh hangat dan makanan ringan yang dibawa secara sukarela oleh para jamaah. Dari momen-momen sederhana ini, terjalin percakapan akrab, berbagi cerita keluarga, pekerjaan, bahkan curhat ringan tentang kehidupan sehari-hari. Hal-hal semacam ini mungkin tampak sepele, tetapi justru menjadi sumber kekuatan spiritual dan sosial dalam kehidupan kami.

Di era digital ini, banyak yang memilih belajar agama secara mandiri melalui internet. Akses informasi memang lebih mudah, tetapi ada sesuatu yang tidak bisa digantikan oleh video atau artikel daring. Mengaji bersama di masjid memiliki nilai yang tak ternilai: ada interaksi langsung, ada canda tawa, dan ada ketulusan dalam bertukar pikiran. Suasana kebersamaan itu membawa kehangatan yang menyentuh hati, menghadirkan rasa memiliki terhadap komunitas dan tradisi keagamaan kita.

Mengaji fikih di masjid bukan hanya tentang memahami hukum-hukum Islam, tetapi juga tentang membangun kebersamaan, saling mengingatkan dalam kebaikan, dan merawat tradisi keilmuan yang telah berlangsung sejak lama. Di dalamnya, saya menemukan ketenangan, kedekatan dengan Allah, dan hubungan yang lebih erat dengan sesama. Masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pembelajaran, ruang penguatan spiritualitas, dan rumah kedua yang menyambut setiap pencari ilmu dengan hangat.

Maka, setiap kali azan Maghrib berkumandang, hati saya selalu merasa rindu untuk kembali ke masjid. Bukan hanya untuk menunaikan shalat, tetapi juga untuk menimba ilmu, menyapa saudara seiman, dan merajut ukhuwah yang tulus. Mengaji fikih di masjid telah menjadi bagian penting dari perjalanan hidup saya, sebuah pengalaman yang terus menginspirasi dan menuntun langkah dalam menjalani kehidupan yang lebih bermakna.

Muhammad Tangguh Wiguno

Biodata Penulis:

Muhammad Tangguh Wiguno saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

© Sepenuhnya. All rights reserved.