Salam dalam moderasi beragama tentu bukanlah hal yang asing bagi kita. Setiap pemeluk agama memiliki salam khas yang mencerminkan ajaran dan nilai-nilai keyakinannya. Namun, menarik untuk dibahas adalah perbedaan antara ucapan "Assalamualaik" dan "Assalamualaikum". Apa perbedaannya?
Ucapan “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” berarti “Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah tercurah kepadamu semua (hamba-Nya).” Kalimat ini sudah sangat akrab diucapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh umat Islam. Namun, bagi pemeluk agama lain, bentuk sapaan yang digunakan biasanya adalah “Assalamualaik”, yang berarti “Semoga keselamatan bagimu.” Salam ini menjadi bentuk penghormatan lintas agama kepada umat Muslim.
Dalam kerangka moderasi beragama, Indonesia mendorong penggunaan salam lintas agama sebagai bentuk penghargaan dan toleransi antar umat. Misalnya, dalam agama Kristen dan Katolik, terdapat salam khas “Shalom”, yang berarti damai sejahtera. Shalom berasal dari bahasa Ibrani dan melambangkan perdamaian serta keutuhan bagi pemeluknya.
Agama Hindu memiliki salam “Om Swastiastu”, yang bermakna “Semoga berada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi (Tuhan).” Salam ini merupakan bagian dari adat dan tradisi spiritual umat Hindu.
Sementara itu, dalam agama Buddha, dikenal salam “Namo Buddhaya”, yang berarti “Terpujilah Sang Buddha.” Salam ini menjadi bentuk penghormatan dan sapaan khas bagi umat Buddha.
Agama Konghucu juga memiliki salam khas, yaitu “Salam Kebajikan”, yang mengandung makna “Hanya kebajikanlah yang bisa menggerakkan Tian (Tuhan).” Bagi umat Konghucu, menyebarkan kebajikan merupakan nilai luhur yang harus diterapkan baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial lintas agama.
Regulasi dan Pentingnya Moderasi Beragama
Kerukunan antarumat beragama telah menjadi bagian penting dari identitas bangsa Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, yang dalam Pasal 1 menyebutkan:
“Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi oleh toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya, dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di dalam NKRI berdasarkan UUD 1945.”
Peraturan ini memperkuat pentingnya membangun sikap toleransi, terutama dalam menyikapi keberagaman yang menjadi ciri khas bangsa ini. Sapaan atau salam menjadi bagian kecil namun bermakna dalam memperkuat harmonisasi tersebut.
Dalam Al-Qur'an, sikap toleransi juga ditegaskan melalui firman Allah dalam QS. Al-Kafirun: 6:
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Ayat ini menjadi dasar penting dalam membangun rasa saling menghormati antar umat beragama tanpa mencampuradukkan akidah masing-masing.
Salam Sebagai Simbol Damai
Melalui berbagai salam lintas agama yang digunakan dalam kehidupan masyarakat, kita bisa melihat bagaimana sapaan sederhana dapat menjadi jembatan kebersamaan. Dalam moderasi beragama, salam bukan hanya sekadar kata, melainkan simbol dari niat baik, penghormatan, dan keinginan untuk hidup berdampingan dalam damai.
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya, tentu membutuhkan ruang-ruang dialog dan interaksi yang penuh rasa hormat. Salah satu langkah kecil yang bisa kita lakukan adalah dengan memahami dan menghormati salam dari agama lain. Dari ucapan “Assalamualaikum” hingga “Shalom”, dari “Om Swastiastu” hingga “Namo Buddhaya”, serta “Salam Kebajikan”—semuanya mengandung pesan yang sama: kedamaian dan kebaikan.
Semoga kita semua dapat terus menjaga nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi bagian dari masyarakat yang moderat, inklusif, dan berperikemanusiaan.
Biodata Penulis:
Salsabila Nadia Rahma Maulida lahir pada tanggal 4 April 2005 di Pekalongan. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswi di UIN K.H. Abdurrahman Wakhid Pekalongan. Ia juga terpilih sebagai Duta Remaja Indonesia Batch 3, serta aktif dalam berbagai organisasi, seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah Pekalongan.