Sajak Setumbu Nasi Sepanci Sayur
setumbu nasi
sepanci sayur kobis
renungan hari ini
berjongkok di dapur
angan terbuka seperti layar bioskop
bising mesin
bis kota merdeka berlaga di jalan raya
becak-becak berpeluh melawan jalan raya
siapa pengatur jalan kaki
siapa pemerintah kaki lima
begitu patuh mereka diusir pergi
begitu berani mereka datang kembali
gemuruh kota menggaru benakku
berjongkok di dapur
kompor kering
kayu tempat piring-piring
gedung-gedung beranak pinak
Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)
Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Setumbu Nasi Sepanci Sayur" karya Wiji Thukul adalah gambaran realistik tentang kehidupan sehari-hari, ketidaksetaraan sosial, dan ketegangan di lingkungan perkotaan.
Kehidupan Sehari-hari: Puisi ini menggambarkan adegan kehidupan sehari-hari yang sederhana, seperti memasak nasi dan sayur. Gambaran ini mengaitkan penyair dengan aspek dasar dan manusiawi dari kehidupan, menekankan kebutuhan akan makanan dan pemenuhan kebutuhan dasar.
Realitas Perkotaan: Puisi ini menghadirkan realitas perkotaan yang sibuk dan bising, dengan mesin-mesin dan kendaraan bermotor yang melintas di jalan-jalan. Ini mencerminkan hiruk-pikuk kota besar yang penuh dengan aktivitas dan kebisingan.
Ketidaksetaraan dan Konflik Sosial: Penyair merenungkan ketidaksetaraan sosial dalam puisi ini. Referensi terhadap pengatur jalan kaki dan pemerintah kaki lima mencerminkan perjuangan antara masyarakat berpenghasilan rendah yang bergantung pada pekerjaan informal (seperti becak) dan otoritas yang mencoba mengatur lalu lintas dan aktivitas mereka. Konflik ini dapat dianggap sebagai perwujudan dari ketegangan sosial yang ada dalam masyarakat.
Ketegasan dan Kekuatan Rakyat: Meskipun masyarakat berpenghasilan rendah diusir, mereka tetap berani kembali dan menantang otoritas yang mencoba mengusir mereka. Ini mencerminkan semangat dan ketegasan rakyat yang berjuang untuk bertahan dalam situasi yang sulit dan tidak adil.
Makna yang Dalam: Puisi ini dapat diartikan sebagai refleksi tentang ketidaksetaraan sosial, ketegangan di masyarakat, dan perjuangan rakyat dalam menghadapi kondisi yang sulit. Penyair memberikan suara kepada mereka yang sering kali diabaikan atau diusir oleh otoritas.
Puisi "Sajak Setumbu Nasi Sepanci Sayur" adalah sebuah puisi yang sederhana dalam penggambarannya, tetapi kuat dalam menyampaikan pesan tentang ketidaksetaraan sosial dan perjuangan rakyat perkotaan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan realitas sosial yang kompleks di lingkungan perkotaan dan menyoroti pentingnya perlawanan terhadap ketidakadilan.
Karya: Wiji Thukul
Biodata Wiji Thukul:
- Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
- Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
- Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).