Puisi: Tinggul (Karya Trisnojuwono)

Puisi ini bercerita tentang nasib tragis seorang petani bernama Tinggul yang hidup di daerah pegunungan tandus. Ia memiliki dua istri dan hidup ...
Tinggul

Di pegunungan tandus daerahnya
ia dibesarkan jadi petani
punya bini dua

Di hutan salak daerahnya
ia dibawa tentara tanpa bukti
nasibnya malang merebut nyawa
berkubur di sawah kering
digelimang darah kering

Tinggul mati
tak pamit pada domba dan bini
Tinggul mati
bini-bininya masih saja menanti

Sumber: Majalah Merdeka (6 Agustus 1955)

Analisis Puisi:

Tema utama puisi "Tinggul" adalah ketidakadilan dan kekerasan yang menimpa rakyat kecil. Puisi ini mengangkat kisah seorang petani bernama Tinggul yang menjadi korban kekerasan aparat, tanpa alasan jelas, dan akhirnya meninggal tragis.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah potret penderitaan rakyat kecil yang tidak berdaya di hadapan kekuasaan. Tinggul, seorang petani sederhana, yang hanya hidup di pegunungan tandus bersama istri-istrinya, tiba-tiba diculik oleh tentara tanpa bukti. Hal ini mencerminkan penindasan yang sering terjadi di masa lalu, khususnya terhadap masyarakat miskin yang tidak punya kuasa untuk melawan.

Puisi ini juga menyiratkan betapa tragisnya hidup seorang rakyat kecil yang mati tanpa pamit, tanpa kejelasan, meninggalkan keluarga yang terus menunggu tanpa kepastian.

Puisi ini bercerita tentang nasib tragis seorang petani bernama Tinggul yang hidup di daerah pegunungan tandus. Ia memiliki dua istri dan hidup sederhana sebagai petani. Suatu hari, ia dibawa oleh tentara tanpa alasan yang jelas, dan akhirnya mati secara mengenaskan, dikubur di sawah kering dengan tubuh berlumuran darah kering.

Kematian Tinggul yang tiba-tiba ini membuat istri-istrinya terus menanti, tak tahu bahwa suami mereka sudah tak akan kembali.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini muram, tragis, dan penuh ketidakpastian. Ada kesedihan mendalam yang mengalir melalui nasib Tinggul yang mati sia-sia dan kesedihan istri-istrinya yang terus menunggu kepulangan tanpa kepastian.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Puisi ini mengingatkan bahwa rakyat kecil sering kali menjadi korban ketidakadilan dan kekuasaan yang sewenang-wenang. Lewat kisah Tinggul, puisi ini menyuarakan suara kaum tertindas, bahwa ada begitu banyak kehidupan yang berakhir tragis tanpa pernah mendapatkan keadilan.

Puisi ini juga ingin menyampaikan bahwa kekerasan dan kesewenang-wenangan tidak pernah meninggalkan kebaikan, melainkan hanya meninggalkan luka, duka, dan trauma berkepanjangan bagi keluarga yang ditinggalkan.

Imaji

Puisi ini menghadirkan imaji yang kuat, di antaranya:
  • Pegunungan tandus — gambaran latar tempat Tinggul hidup, yang keras dan miskin.
  • Hutan salak — memperkuat kesan suasana pedesaan yang terpencil.
  • Sawah kering berlumuran darah kering — imaji visual yang tragis, memperlihatkan betapa sadis dan kejamnya cara Tinggul dihabisi.
  • Bini-bini yang menanti — menciptakan imaji perempuan-perempuan desa yang duduk cemas menanti suami yang tak kunjung pulang.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini meliputi:
  • Metafora: "nasibnya malang merebut nyawa" — menggambarkan nasib buruk yang merenggut kehidupannya.
  • Repetisi: "Tinggul mati" diulang dua kali, menegaskan betapa tragisnya kematian itu.
  • Ironi: Tinggul mati tanpa pamit, sementara istri-istrinya tetap setia menunggu — kontras antara kenyataan dan harapan.

Puisi: Tinggul
Puisi: Tinggul
Karya: Trisnojuwono

Biodata Trisnojuwono:
  • Trisnojuwono (dieja Trisnoyuwono) lahir pada tanggal 12 November 1925.
  • Trisnojuwono meninggal dunia pada tanggal 29 Oktober 1996.
  • Trisnojuwono adalah salah satu sastrawan Angkatan 1950–1960-an.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.