Sumber: Kompas (Sabtu, 9 Juli 2016)
Analisis Puisi:
Puisi "Tangga ke Mahawu" karya Acep Zamzam Noor merupakan puisi yang penuh dengan simbolisme spiritual dan refleksi eksistensial. Dengan penggunaan diksi yang kuat dan imaji yang mendalam, puisi ini membawa pembaca ke dalam perenungan tentang waktu, kehidupan, dan penderitaan.
Tema
Puisi ini mengangkat tema refleksi spiritual, perjalanan hidup, dan penderitaan sebagai bagian dari eksistensi manusia. Penyair menggambarkan perjalanan menaiki Tangga ke Mahawu bukan hanya sebagai perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan batin.
Makna Tersirat
Puisi ini menyiratkan bahwa perjalanan hidup adalah proses yang dipenuhi dengan penderitaan, perenungan, dan pencarian makna. Beberapa bait menunjukkan simbol-simbol religius yang mencerminkan penderitaan dan perjalanan spiritual:
- "Tak ada Rosario lapis lazuli atau tasbih pandan suji dalam genggamanku." → Mengisyaratkan ketiadaan simbol-simbol religius dalam perjalanan batin sang penyair, menunjukkan pencarian makna yang lebih personal.
- "Dari telapak tanganku menetes darah sunyi." → Bisa diartikan sebagai penderitaan batin yang tidak tampak oleh orang lain, seperti perjalanan rohani yang sunyi dan penuh luka.
- "Lalu mengekalkan luka yang dulu dibenturkan pahat baja ke sebongkah batu." → Luka yang abadi, seperti penderitaan yang terus diingat dalam perjalanan hidup.
Puisi ini bercerita tentang seorang individu yang mendaki Tangga ke Mahawu sambil merenungkan perjalanan hidupnya, luka-luka yang dialami, dan makna keberadaannya. Mahawu, yang merupakan nama gunung di Sulawesi Utara, menjadi simbol perjalanan spiritual yang berat dan penuh tantangan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa melankolis, reflektif, dan penuh perenungan. Ada kesan kesepian dan ketidakpastian dalam perjalanan yang digambarkan penyair.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini menyampaikan bahwa hidup adalah perjalanan yang penuh dengan penderitaan dan pencarian makna. Manusia sering kali merasa sendiri dalam perjalanan ini, tetapi harus terus berjalan meskipun dihadapkan pada luka dan keterbatasan.
Imaji
- Imaji visual → "Aku hanya menghitung butiran kancing pada kemejaku." → Memberikan gambaran seseorang yang termenung, memperhatikan hal-hal kecil dalam kesunyian.
- Imaji auditorik → "Lalu mencatat nyeri yang ditancapkan paku berkarat ke daging kayu." → Menimbulkan efek suara gesekan yang tajam dan menyakitkan.
- Imaji kinestetik → "Dingin udara memperlambat langkah hari." → Menggambarkan sensasi fisik yang memperlambat perjalanan.
Majas
- Personifikasi → "Dingin udara memperlambat langkah hari." → Udara seolah memiliki kekuatan untuk mengendalikan waktu.
- Metafora → "Dari telapak tanganku menetes darah sunyi." → Luka batin yang tidak terlihat tetapi dirasakan mendalam.
- Simbolisme → Banyak elemen dalam puisi ini yang bersifat simbolis, seperti "Rosario lapis lazuli," "tasbih pandan suji," dan "pahat baja ke sebongkah batu," yang semuanya merujuk pada perjalanan spiritual dan penderitaan.
Puisi "Tangga ke Mahawu" karya Acep Zamzam Noor adalah sebuah refleksi eksistensial tentang perjalanan hidup, penderitaan, dan pencarian makna. Dengan simbolisme religius dan suasana yang melankolis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungi perjalanan spiritual mereka sendiri.
Biodata Acep Zamzam Noor:
- Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
- Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.