Puisi: Suatu Malam di Puncak (Karya Asep Setiawan)

Puisi "Suatu Malam di Puncak" karya Asep Setiawan bercerita tentang sekelompok orang yang merasa asing di dunia yang mereka tempati. Mereka merasa ...
Suatu Malam di Puncak

Sesungguhnya kita bukan musafir
Tapi kenapa kita terlempar
Dalam suatu dunia yang tak berbayang
Cuaca yang tak ramah, gigilkan tubuh
Sesungguhnya kita bukan orang asing
Tapi kenapa kita terdampar
Dalam suatu keadaan yang kurang gizi
Sepi gelak tawa, penuh benda mati
Sesungguhnya kita bukan gelendangan
Tapi kenapa kita terkapar
Dalam suatu ruangan yang remang-remang
Tergencet basa-basi, tak bergerak
Sesungguhnya kita bukan apa-apa
Tapi kenapa kita tiba
: tiba-tiba bulan padam dan gerimis.

Puncak Pass, 2013

Analisis Puisi:

Puisi "Suatu Malam di Puncak" karya Asep Setiawan menyajikan refleksi mendalam tentang kondisi manusia dalam situasi yang penuh keterasingan dan ketidakpastian. Dengan penggunaan repetisi “Sesungguhnya kita bukan…” yang muncul berulang kali, puisi ini menggambarkan kebingungan eksistensial yang dialami oleh subjek dalam puisi.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah keterasingan dan ketidakpastian hidup. Puisi ini menggambarkan seseorang atau sekelompok orang yang merasa terlempar ke dalam situasi yang tidak mereka pahami, seolah-olah mereka berada di tempat yang asing meskipun mereka seharusnya bukanlah orang asing.

Makna Tersirat

Puisi ini menyiratkan kegelisahan manusia dalam menghadapi kehidupan yang sering kali tidak sesuai dengan harapan. Ada perasaan kehilangan makna, keterasingan, dan ketidakpastian yang ditampilkan melalui pertanyaan-pertanyaan retoris. Meskipun mereka merasa bukan musafir, bukan gelandangan, bukan orang asing, tetapi tetap saja mereka berada dalam kondisi yang seolah tidak familiar dan penuh kesulitan.

Puisi ini bercerita tentang sekelompok orang yang merasa asing di dunia yang mereka tempati. Mereka merasa terdampar dalam keadaan yang tidak mereka mengerti, di tengah suasana yang penuh ketidaknyamanan dan keterbatasan. Pada akhirnya, puncak dari kebingungan ini digambarkan dengan bulan yang tiba-tiba padam dan gerimis yang turun, memperkuat nuansa kesuraman dan keputusasaan.

Suasana dalam Puisi

Puisi ini memiliki suasana yang suram, penuh kebingungan, dan sedikit melankolis. Ada nuansa keterasingan dan ketidakpastian yang kuat, seolah-olah para tokoh dalam puisi ini kehilangan arah di dunia yang tidak mereka kenali.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini mengingatkan kita bahwa hidup sering kali membawa kita ke dalam situasi yang tidak terduga, dan kita harus siap menghadapi keterasingan dan ketidakpastian. Manusia sering kali merasa tidak memiliki kendali atas hidupnya, tetapi tetap harus mencari cara untuk bertahan dalam keadaan yang tidak ideal.

Imaji

  • Imaji visual → "bulan padam dan gerimis", memberikan gambaran suasana yang suram dan melankolis.
  • Imaji perasaan → "tergencet basa-basi, tak bergerak", menggambarkan kondisi seseorang yang merasa terjebak dalam kehidupan yang penuh kepura-puraan dan ketidakberdayaan.

Majas

  • Repetisi → Pengulangan frasa “Sesungguhnya kita bukan…” yang mempertegas kebingungan dan ketidakpastian yang dirasakan.
  • Personifikasi → "bulan padam", memberikan sifat manusiawi pada bulan untuk menggambarkan berakhirnya harapan atau terang dalam kehidupan.
  • Metafora → "dunia yang tak berbayang", melambangkan dunia yang penuh dengan ketidakpastian dan kehilangan arah.
Puisi "Suatu Malam di Puncak" karya Asep Setiawan adalah sebuah refleksi tentang keterasingan dan ketidakpastian hidup. Dengan bahasa yang lugas namun penuh makna tersirat, puisi ini menggambarkan bagaimana manusia sering kali merasa asing di dunia yang mereka huni sendiri. Lewat suasana yang suram dan majas yang kuat, puisi ini memberikan pengalaman batin yang mendalam bagi pembacanya.

Sepenuhnya Puisi
Puisi: Suatu Malam di Puncak
Karya: Asep Setiawan

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Kebun Hujan (1) Hujan tumbuh sepanjang malam, tumbuh subur di halaman. Aku terbangun dari rerimbunan ranjang, menyaksikan angin dan dingin …
  • Malin Kundang Malin Kundang pulang menemui ibunya yang terbaring sakit di ranjang. Ia perempuan renta, hidupnya tinggal menunggu matahari angslup ke cakrawala. "Malin, man…
  • Kisah Senja Telah sekian lama mengembara, lelaki itu akhirnya pulang ke rumah. Ia membuka pintu, melemparkan ransel, jaket, dan sepatu. "Aku mau kopi," katanya sambil dilepa…
  • Tong Potong Roti Tong potong roti roti campur mentega Belanda sudah pergi kini datang gantinya Tong potong roti roti campur mentega Belanda sudah pergi bagi-bagi…
  • Dangdut (1) Sesungguhnya kita ini penggemar dangdut. Kita suka menggoyang-goyang memabuk-mabukkan kata memburu dang dang dang dan ah susah benar mencapai dut. Dangdut&n…
  • Hampir Ada sepasang pengemis buta suatu hari datang ke rumah. Sebelum minta sedekah, mereka bertanya dulu: "Apakah Tuan sudah kaya?" Aku menimpal: "Hampir!" Dengan halus mere…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.