Puisi: Semua Tempat di Kulit Bumi (Karya Remy Sylado)

Puisi "Semua Tempat di Kulit Bumi" karya Remy Sylado bercerita tentang perjalanan manusia dalam menjalani kehidupan yang sering kali diwarnai oleh ...
Semua Tempat di Kulit Bumi

Ini waktu
sebelum jiwa tinggalkan tubuh
kerna tak sate jua zirah
kuat menahan resia ajal
baguslah kita pakat atas rasam ini:
kulit bumi adalah hutan kesombongan
bau enak segala wangi parfum
bisa juga sarat bau kematian
Dan kita sesat atas suka sendiri.

Ini waktu
sebelum nasi berubah jadi bubur
kerna tiadanya selamat selain rahmat
yang gantikan kutuk dengan ampun
baguslah kita biarkan diri jadi domba:
mengembik, menangis, merinding, takut
di belantara yang membuat putus asa
datang seorang gembala menangkapnya
Dan kita hidup dalam mazmur abadi.

Analisis Puisi:

Puisi "Semua Tempat di Kulit Bumi" karya Remy Sylado mengangkat tema kehidupan dan kematian, kesombongan manusia, serta harapan akan keselamatan dan ampunan. Puisi ini mencerminkan refleksi mendalam tentang perjalanan hidup manusia yang dipenuhi kesombongan, kebingungan, dan penyesalan, sebelum akhirnya menemukan pencerahan.

Makna Tersirat

Puisi ini menyiratkan bahwa manusia sering kali tersesat dalam kesombongan dan kenikmatan dunia, tanpa menyadari bahwa kematian adalah suatu kepastian. Sebelum ajal menjemput, manusia memiliki kesempatan untuk menyadari kesalahannya dan mencari ampunan.

Bagian pertama puisi menggambarkan bagaimana dunia dipenuhi oleh kesombongan, di mana segala sesuatu tampak indah tetapi juga membawa kehancuran. Sementara bagian kedua menunjukkan bahwa sebelum segalanya terlambat, manusia masih memiliki peluang untuk berubah dan mencari keselamatan, yang diibaratkan seperti domba yang membutuhkan seorang gembala (simbol dari bimbingan atau petunjuk ilahi).

Puisi ini bercerita tentang perjalanan manusia dalam menjalani kehidupan yang sering kali diwarnai oleh kesombongan, hingga akhirnya menyadari bahwa hanya rahmat dan ampunan yang dapat menyelamatkan dari kehancuran.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini penuh dengan perenungan dan ketegangan, karena berbicara tentang kesadaran akan kefanaan hidup serta perjuangan manusia dalam mencari makna dan keselamatan.

Amanat/Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa kesombongan dan kenikmatan dunia tidak akan bertahan lama, karena pada akhirnya manusia akan menghadapi ajal dan pertanggungjawaban atas hidupnya. Oleh karena itu, manusia sebaiknya menyadari keterbatasannya dan mencari jalan menuju keselamatan sebelum segalanya terlambat.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji yang memperkuat pesan moralnya:
  • Imaji visual: "kulit bumi adalah hutan kesombongan" menggambarkan dunia sebagai tempat yang penuh dengan keangkuhan dan kesesatan.
  • Imaji penciuman: "bau enak segala wangi parfum" yang berlawanan dengan "bau kematian," menggambarkan kontras antara kemewahan dunia dan kefanaan manusia.
  • Imaji perasaan: "mengembik, menangis, merinding, takut" menciptakan gambaran ketakutan dan kelemahan manusia ketika menyadari kematian semakin dekat.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: "kulit bumi adalah hutan kesombongan" menggambarkan dunia sebagai tempat yang penuh dengan kesombongan dan kebingungan.
  • Personifikasi: "datang seorang gembala menangkapnya" menggambarkan kehadiran sosok penyelamat yang memberi bimbingan kepada manusia.
  • Simbolisme: "domba" melambangkan manusia yang lemah dan membutuhkan bimbingan, sementara "gembala" melambangkan pemimpin atau penyelamat.
  • Antitesis: "bau enak segala wangi parfum" berlawanan dengan "bau kematian," yang menunjukkan kontras antara kenikmatan dunia dan kefanaan hidup.
Puisi "Semua Tempat di Kulit Bumi" karya Remy Sylado adalah refleksi filosofis tentang kehidupan, kesombongan manusia, serta harapan akan keselamatan sebelum ajal tiba. Dengan bahasa yang puitis dan simbolis, puisi ini mengingatkan bahwa manusia harus menyadari keterbatasannya dan mencari jalan menuju pencerahan sebelum semuanya terlambat.

"Puisi Remy Sylado"
Puisi: Semua Tempat di Kulit Bumi
Karya: Remy Sylado

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.