Analisis Puisi:
Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan mendalam seorang anak terhadap sosok ibu, sekaligus refleksi tentang perjalanan hidup dan pengorbanan seorang ibu. Puisi ini menyoroti bagaimana kasih ibu diibaratkan sebagai laut yang penuh garam—sebagai simbol rasa, kehidupan, dan pengorbanan yang membentuk anaknya.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini sangat kuat dan menyentuh. Puisi ini ingin menunjukkan betapa dalamnya kasih sayang seorang ibu yang sering kali baru benar-benar dimengerti oleh anak setelah ia tumbuh dewasa dan merasakan sendiri kerasnya kehidupan. Garam yang berasal dari tubuh ibu adalah simbol dari keringat, air mata, dan pengorbanan seorang ibu yang menjadi rasa utama dalam kehidupan anaknya.
Selain itu, puisi ini juga menyiratkan penyesalan dan kesadaran seorang anak yang merasa telah jauh dari ibunya akibat perubahan zaman dan modernitas, namun di lubuk hatinya, kerinduan itu tak pernah hilang. Ada keinginan kuat untuk kembali pulang dan menziarahi semua kenangan serta kasih sayang yang dulu mungkin diabaikan.
Puisi ini bercerita tentang perjalanan batin seorang anak yang merindukan ibunya dan mulai menyadari betapa besar peran sang ibu dalam hidupnya. Melalui metafora laut dan garam, sang anak menyadari bahwa kehidupan yang ia jalani saat ini tidak lepas dari pengorbanan dan cinta yang dituangkan ibunya sejak ia kecil. Kini, ketika waktu berlalu, ia merasakan keinginan kuat untuk kembali kepada ibunya—bukan hanya secara fisik, tapi juga secara batin.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini dipenuhi rasa haru, penyesalan, sekaligus kerinduan yang mendalam. Ada perpaduan rasa sedih, reflektif, dan cinta yang begitu hangat kepada ibu, ditambah kesadaran pahit tentang jauhnya jarak yang telah tercipta karena waktu dan kesibukan hidup.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang ingin disampaikan dalam puisi ini adalah pentingnya menghargai dan menyadari kasih sayang ibu sejak dini, sebelum waktu membawa kita semakin jauh. Jangan sampai kesadaran tentang besarnya cinta ibu baru datang saat kita telah dewasa dan terpisah oleh jarak maupun kesibukan hidup. Puisi ini juga mengajak kita untuk selalu mengingat akar kehidupan kita, yaitu orang tua yang dengan cinta dan pengorbanannya menjadikan kita seperti sekarang.
Imaji
Puisi ini menghadirkan beragam imaji yang kuat dan indah, seperti:
- Imaji penglihatan: "garam dari tubuhmu", "perahu di lautmu", "sejuta matahari yang kupetik dari pohon-Nya"—semua menciptakan gambaran visual yang kaya tentang laut, garam, dan perjalanan batin.
- Imaji rasa: "garam yang diulang dari tubuhmu", "lidah asin-manismu"—menghadirkan sensasi rasa yang menggugah kenangan tentang masakan dan kasih sayang ibu.
- Imaji gerak: "ziarah ke dalam pangkuan lautmu", "masuk ke galangan lantaran telah karat"—menghadirkan gambaran perjalanan pulang yang penuh makna.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: Ibu diibaratkan sebagai laut yang penuh garam; tubuh ibu adalah sumber kehidupan dan rasa.
- Personifikasi: Laut yang bergelora dari hati ibu, seolah-olah laut memiliki emosi.
- Simbolisme: Garam melambangkan pengorbanan, air laut melambangkan kasih sayang yang luas, dan perahu melambangkan anak yang berlayar jauh dari ibunya.
- Hiperbola: "sejuta matahari yang kupetik dari pohon-Nya", menciptakan kesan betapa besar usaha dan kerinduan sang anak.