Puisi: Saat Ajal Menjemput (Karya Asep Setiawan)

Puisi "Saat Ajal Menjemput" karya Asep Setiawan bercerita tentang seseorang yang berada di ambang kematian. Ia merasakan tubuhnya melemah, kelopak ...
Saat Ajal Menjemput

Terkepak sayap
Mengintai beribu tatapan mata
Seakan merasa bersalah
Pandangan kian nanar
Kelopak mata bagai gerbang
Yang siap menutup rapat
Tanpa pernah dapat terbuka
Tangisan sedih
Bagai music pengiring
Tubuh menggeliat
Saat ajal mencekal tangan dan wajah
Siap untuk didakwa
Antara dosa dan pahala
Setangkai bunga
Penghibur dari setiap rasa
Mega hitam menutup pandangan netra
Gelap dan mencekam
Dalam lubang kecil pengubur jasad.

2014

Analisis Puisi:

Puisi "Saat Ajal Menjemput" karya Asep Setiawan merupakan refleksi mendalam tentang kematian, detik-detik terakhir kehidupan, serta bagaimana manusia menghadapi momen tersebut dengan penuh ketidakpastian dan ketakutan.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kematian dan ketidakberdayaan manusia di hadapan ajal. Puisi ini menggambarkan suasana saat seseorang berada di ambang kematian, di mana tubuh melemah dan jiwa bersiap menghadapi perhitungan atas segala perbuatan yang telah dilakukan.

Makna Tersirat

Puisi ini menyiratkan bahwa kematian adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Dalam momen tersebut, seseorang tidak lagi memiliki kuasa atas hidupnya, hanya bisa pasrah saat ajal datang menjemput. Ada juga makna religius dalam puisi ini, yaitu pertanggungjawaban manusia atas dosa dan pahala yang telah diperbuat selama hidupnya.

Selain itu, puisi ini juga mencerminkan perasaan takut, gelisah, dan ketidakpastian yang dirasakan seseorang ketika menghadapi kematian. Kata-kata seperti "mega hitam menutup pandangan netra" dan "gelap dan mencekam dalam lubang kecil pengubur jasad" menegaskan bahwa kematian adalah perjalanan menuju sesuatu yang tak dikenal.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang berada di ambang kematian. Ia merasakan tubuhnya melemah, kelopak matanya siap tertutup selamanya, dan tangisan orang-orang di sekitarnya menjadi musik pengiring kepergiannya. Saat ajal datang, ia merasakan ketegangan karena harus mempertanggungjawabkan semua amal perbuatannya, apakah ia akan diterima dengan pahala atau justru dihakimi karena dosa.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa mencekam, suram, dan penuh ketegangan. Ada perasaan takut, gelisah, dan kehilangan, baik dari orang yang sedang menghadapi kematian maupun dari mereka yang menyaksikan kepergiannya.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang disampaikan dalam puisi ini adalah bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti datang dan tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, manusia sebaiknya mempersiapkan diri dengan menjalani kehidupan yang baik dan penuh makna agar tidak menyesal ketika ajal tiba.

Puisi ini juga mengingatkan bahwa setiap manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di akhirat, sehingga selama hidup, seseorang harus bijak dalam bertindak dan berbuat baik kepada sesama.

Imaji

Puisi ini menghadirkan banyak imaji yang kuat, di antaranya:
  • Imaji penglihatan: "Mega hitam menutup pandangan netra", menggambarkan suasana gelap dan suram saat seseorang meninggal dunia.
  • Imaji pendengaran: "Tangisan sedih bagai musik pengiring", menunjukkan suasana duka dan kesedihan mendalam dari orang-orang yang ditinggalkan.
  • Imaji perasaan: "Siap untuk didakwa antara dosa dan pahala", menampilkan ketegangan batin seseorang saat ajal menjemput dan ia harus mempertanggungjawabkan hidupnya.

Majas

Beberapa majas yang terdapat dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: "Ajal mencekal tangan dan wajah", menggambarkan kematian seolah-olah sebagai sosok yang mencengkeram manusia dengan kuat.
  • Metafora: "Kelopak mata bagai gerbang yang siap menutup rapat", menggambarkan kematian sebagai pintu terakhir kehidupan yang tidak bisa dibuka kembali.
  • Hiperbola: "Tangisan sedih bagai musik pengiring", melebih-lebihkan suasana duka yang mengiringi kepergian seseorang.
Puisi "Saat Ajal Menjemput" karya Asep Setiawan adalah puisi yang menggambarkan ketidakberdayaan manusia saat menghadapi kematian. Dengan bahasa yang penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara dan setiap manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di akhirat.

Suasana suram dan mencekam yang tergambar dalam puisi ini menjadi pengingat bahwa ajal bisa datang kapan saja, sehingga manusia perlu selalu berbuat baik dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan setelah mati.

Sepenuhnya Puisi
Puisi: Saat Ajal Menjemput
Karya: Asep Setiawan

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Saat Ajal Menjemput Terkepak sayap Mengintai beribu tatapan mata Seakan merasa bersalah Pandangan kian nanar Kelopak mata bagai gerbang Yang siap menutup rapat Tanpa perna…
  • Ajal Hamlet (1)Horatio, hiduplah kau – aku matiTeruskan pesanku kepada dunia.Pekat pekikku di kerongkongan ini, tapiHawa sempit – dan racun jahat membakar dia!Tiada jasaku, se…
  • Ajal Tiada lagi yang tersisa dalam denyut nadi sekalipun semua terpahat di dinding kemuning senja. Banda Aceh, 1989Analisis Puisi:Puisi "A…
  • Ajal Ruh-ruh yang diam semayam diri melepas satu-satu jerat panjang melesat tinggi ke awang-awang, tinggalkan pertapaan fana. Rayeuk Kuta, 2010 Puisi:&…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.