Analisis Puisi:
Tema utama puisi ini adalah kekuasaan uang dalam kehidupan manusia, khususnya terkait akses terhadap fasilitas kesehatan dan pemakaman. Puisi ini menyoroti ketimpangan sosial dan kerasnya realitas ekonomi, di mana uang atau rupiah menjadi faktor penentu utama dalam setiap aspek kehidupan.
Makna Tersirat
Puisi ini mengandung makna tersirat yang menggambarkan kritik sosial terhadap realitas bahwa uang menentukan segalanya. Dalam konteks kesehatan, seseorang yang sakit tidak akan mendapatkan pelayanan yang layak tanpa uang. Bahkan hingga meninggal pun, seseorang tetap membutuhkan uang agar bisa mendapatkan tempat peristirahatan terakhir yang layak.
Puisi ini ingin menyampaikan bahwa martabat manusia, derajat sosial, hingga penghormatan terakhir sekalipun ditentukan oleh uang. Ini adalah cerminan pahit dari realitas kehidupan yang kapitalistik, di mana kemanusiaan sering kali tunduk pada kekuasaan materi.
Puisi ini bercerita tentang betapa sulitnya hidup tanpa uang, terutama saat seseorang jatuh sakit. Rumah sakit penuh, tetapi uang bisa membuka pintu layanan istimewa. Ketika sakit semakin parah dan kematian menanti, uang masih dibutuhkan untuk membeli sebidang tanah sebagai tempat pemakaman. Semua urusan, dari lahir hingga mati, tidak lepas dari kebutuhan akan rupiah.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa pahit, getir, dan penuh ironi. Ada kesan putus asa dan kritik tajam terhadap ketidakadilan sosial yang disebabkan oleh kesenjangan ekonomi.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah pentingnya kesadaran sosial terhadap realitas ekonomi yang timpang. Aspar Paturusi mengingatkan bahwa uang telah menjadi segalanya, bahkan mengatur hak dasar manusia atas kesehatan dan kematian yang layak. Puisi ini menggugah empati, sekaligus mengkritik sistem sosial yang tidak adil.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji:
- Rumah sakit penuh — gambaran betapa sulitnya mengakses layanan kesehatan bagi rakyat miskin.
- Tanah seukuran tubuh — imaji sederhana tentang liang kubur yang bahkan masih membutuhkan biaya.
- Kunci utama: rupiah — menciptakan imaji tentang uang sebagai pengendali utama kehidupan manusia.
Majas
Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini:
- Metafora: “kunci utama: rupiah” — uang diibaratkan sebagai kunci yang membuka semua pintu dalam hidup, dari layanan kesehatan hingga pemakaman.
- Ironi: Kondisi yang digambarkan penuh ironi sosial, di mana orang sakit dan meninggal pun tetap harus membayar mahal demi mendapatkan hak-haknya.
- Repetisi: Pengulangan kata rupiah untuk menekankan betapa dominannya uang dalam kehidupan manusia.
Puisi “Rupiah” karya Aspar Paturusi merupakan kritik sosial yang tajam terhadap ketidakadilan ekonomi dan sosial. Aspar ingin menunjukkan bahwa uang telah mendikte semua aspek kehidupan manusia, mulai dari akses kesehatan hingga penghormatan terakhir saat meninggal dunia. Melalui bahasa yang sederhana namun lugas, puisi ini menyuarakan kegelisahan rakyat kecil, sekaligus menjadi cerminan wajah nyata kehidupan di negeri ini.
Karya: Aspar Paturusi
Biodata Aspar Paturusi:
- Nama asli Aspar Paturusi adalah Andi Sopyan Paturusi.
- Aspar Paturusi lahir pada tanggal 10 April 1943 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.