Raja Naik Mahkota Kecil
Udara pagi ini cerah benar
pemuda nyanyi nasakom bersatu
gelak ketawa gadis remaja
mendengar silalim naik tahta,
tapi konon mahkotanya kecil.
Buruh di pabrik tani di ladang
ibu-ibu menyusui anak
tiba-tiba nafas terlepas lega
mendengar siraja naik tahta,
tapi konon mahkotanya kecil.
Ini pertanda zaman kita
yang lapuk terpaksa turun
yang baru terus membaru
bagi yang lama sudah magrib
baik yang baru mentari naik.
Ayo, maju terus kawan-kawan
halau dia ke jaring dan jerat
tangkap dia dan ikat erat
hadapkan dia ke mahkamah Rakyat!
Jakarta, 23 Juni 1962
Analisis Puisi:
Puisi "Raja Naik Mahkota Kecil" mengusung tema perubahan sosial dan politik. Puisi ini mencerminkan semangat revolusi, di mana kekuasaan lama yang dianggap usang harus digantikan oleh kekuatan baru.
Makna Tersirat
Secara tersirat, puisi ini menggambarkan pergantian kekuasaan dan semangat perlawanan terhadap penguasa lama. Frasa "yang lapuk terpaksa turun, yang baru terus membaru" menandakan adanya transisi kepemimpinan yang dianggap sebagai sebuah keniscayaan dalam sejarah.
Frasa "tapi konon mahkotanya kecil" bisa ditafsirkan sebagai sindiran terhadap pemimpin baru yang naik tahta tetapi kekuasaannya tidak besar atau tidak memiliki legitimasi kuat di mata rakyat.
Selain itu, ajakan dalam puisi ini ("ayo, maju terus kawan-kawan") menunjukkan semangat perjuangan untuk melawan ketidakadilan dan membangun tatanan yang lebih baik.
Puisi ini bercerita tentang sebuah peristiwa politik di mana seorang pemimpin baru naik tahta, tetapi kenaikannya tidak sepenuhnya dihormati atau diakui dengan penuh keagungan.
Dalam puisi ini, rakyat (buruh, petani, ibu-ibu) digambarkan merasa lega dengan perubahan yang terjadi. Namun, ada kesan bahwa mereka tetap waspada dan tidak sepenuhnya percaya dengan pemimpin baru tersebut.
Pada akhirnya, puisi ini menyerukan perjuangan rakyat untuk menghadapi kekuasaan lama yang dianggap tidak lagi relevan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa penuh semangat revolusi dan perjuangan. Ada optimisme yang muncul dari rakyat, tetapi juga ada ketegangan dan ajakan untuk terus berjuang melawan sisa-sisa kekuasaan lama.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini adalah:
- Metafora – "yang lama sudah magrib, yang baru mentari naik", yang menggambarkan peralihan kekuasaan dengan perumpamaan waktu senja (akhir) dan matahari terbit (awal yang baru).
- Personifikasi – "nafas terlepas lega", yang memberikan sifat manusiawi pada nafas untuk menggambarkan perasaan kelegaan rakyat.
- Hiperbola – "halau dia ke jaring dan jerat, tangkap dia dan ikat erat", yang menggambarkan ajakan perjuangan dalam bentuk yang dramatis.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini menyampaikan pesan bahwa perubahan sosial dan politik adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Pemimpin lama yang tidak lagi relevan harus turun, sementara kekuatan baru akan terus muncul.
Namun, puisi ini juga mengingatkan bahwa perjuangan rakyat tidak boleh berhenti begitu saja, karena tidak semua pemimpin baru bisa dipercaya begitu saja.
Selain itu, puisi ini mengajak rakyat untuk tetap bersatu dalam memperjuangkan keadilan dan memastikan bahwa perubahan yang terjadi benar-benar membawa kebaikan bagi mereka.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji yang kuat, seperti:
- Imaji pendengaran – "pemuda nyanyi nasakom bersatu, gelak ketawa gadis remaja", yang menggambarkan suasana penuh semangat di tengah perubahan.
- Imaji visual – "mahkotanya kecil", yang menciptakan gambaran sindiran terhadap pemimpin baru yang naik tahta tetapi mungkin tidak sekuat yang diharapkan.
- Imaji perasaan – "tiba-tiba nafas terlepas lega", yang menggambarkan perasaan rakyat yang akhirnya bisa bernapas lega setelah perubahan terjadi.
Puisi "Raja Naik Mahkota Kecil" karya D.N. Aidit adalah sebuah puisi yang menggambarkan perubahan sosial dan politik, di mana kekuasaan lama yang dianggap usang harus digantikan oleh kekuatan baru.
Dengan semangat revolusi yang kuat, puisi ini menyoroti peran rakyat dalam menghadapi kekuasaan serta pentingnya perjuangan terus-menerus untuk memastikan keadilan dan kebebasan. Melalui bahasa yang lugas dan penuh simbolisme, puisi ini memberikan gambaran tentang optimisme sekaligus kewaspadaan dalam menghadapi pergantian pemimpin.
Karya: D.N. Aidit
Biodata D.N. Aidit / Dipa Nusantara Aidit:
- D.N. Aidit (nama lahir Achmad Aidit) lahir pada tanggal 30 Juli 1923 di Tanjungpandan, Belitung, Hindia Belanda.
- D.N. Aidit meninggal dunia pada tanggal 22 November 1965 di Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia.