Puisi: Potret Seorang Komunis (Karya Sabar Anantaguna)

Puisi "Potret Seorang Komunis" karya Sabar Anantaguna bercerita tentang seorang komunis yang menghadapi penderitaan dalam perjuangannya, tetapi ....

Potret Seorang Komunis


Adakah duka lebih duka yang kita punya
Kawan yang meninggal dan darahnya kental di pipi
Tapi kenangan kesayangan punya tempat dalam hati
Adakah tangis lebih tangis yang kita punya
Badan lesu dan napas sendat di dada
Tapi hasrat dan kerja berkejaran dalam waktu
Bila terpikir bila terasa kesadaran mencari dirinya
Bila pernah ditakuti tapi juga disayangin
Bila kalah pun berlampauan dan menang akan datang
Adalah dada begitu sarat keinginan akan nyanyi
Dan apakah yang aku bisa selain hidup
Adalah bangga lebih bangga yang kita punya
Di pagi manis daun berbisikan tentang komunis
Begitu lembut begitu mesra didesirkan hari biru
Adakah cinta lebih cinta yang kita punya
Sebagai kesetiaan yang berkibar di waktu kerja

Analisis Puisi:

Puisi "Potret Seorang Komunis" karya Sabar Anantaguna mengangkat tema perjuangan, kesetiaan, dan pengorbanan ideologi. Puisi ini mencerminkan keyakinan kuat terhadap ideologi komunisme, yang digambarkan sebagai sesuatu yang tetap berkobar meskipun penuh dengan penderitaan dan kesulitan. Ada juga tema keteguhan hati dan kebanggaan dalam perjuangan, di mana sang tokoh tetap setia pada keyakinannya meskipun harus menghadapi penderitaan dan kehilangan.

Makna Tersirat

Puisi ini menyiratkan bahwa perjuangan untuk suatu ideologi tidak selalu mudah. Ada banyak kesedihan, pengorbanan, bahkan kematian yang harus dihadapi, tetapi keyakinan terhadap perjuangan tidak pernah pudar. Pada baris “Adakah duka lebih duka yang kita punya / Kawan yang meninggal dan darahnya kental di pipi”, tergambar jelas bahwa kematian menjadi bagian dari perjalanan ideologis, namun kenangan terhadap mereka yang telah pergi tetap hidup dalam hati.

Selain itu, puisi ini juga menyiratkan bahwa meskipun ada penderitaan, semangat juang harus tetap membara. Hal ini terlihat dalam baris “Tapi hasrat dan kerja berkejaran dalam waktu”, yang menggambarkan bahwa meskipun tubuh lelah dan kehidupan berat, perjuangan harus terus berjalan.

Makna lain yang tersirat adalah bahwa kesetiaan terhadap ideologi adalah bentuk cinta yang tertinggi. Baris “Adakah cinta lebih cinta yang kita punya / Sebagai kesetiaan yang berkibar di waktu kerja” menggambarkan bagaimana cinta dalam konteks puisi ini bukan hanya hubungan antarindividu, tetapi sebuah kesetiaan terhadap perjuangan dan ideologi yang diyakini.

Puisi ini bercerita tentang seorang komunis yang menghadapi penderitaan dalam perjuangannya, tetapi tetap teguh dan setia pada keyakinannya. Ia melihat teman-temannya gugur, merasakan kelelahan, dan menghadapi berbagai tantangan, tetapi tetap berpegang pada harapan bahwa kemenangan akan datang.

Selain itu, puisi ini juga menggambarkan bagaimana ideologi tetap hidup dalam keseharian, bahkan dalam hal-hal kecil seperti bisikan daun di pagi hari:

"Di pagi manis daun berbisikan tentang komunis / Begitu lembut begitu mesra didesirkan hari biru."

Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan dan semangat perjuangan bukan hanya hadir dalam peristiwa besar, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini penuh dengan perjuangan dan penderitaan, tetapi juga diwarnai dengan keteguhan dan optimisme. Ada rasa kehilangan dalam baris yang menggambarkan kawan yang meninggal, tetapi ada juga semangat untuk terus melangkah.

Selain itu, suasana dalam puisi ini juga terasa melankolis sekaligus heroik. Ada kesedihan yang mendalam, tetapi juga kebanggaan yang kuat dalam menjalani perjuangan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini ingin menyampaikan bahwa perjuangan untuk suatu keyakinan atau ideologi membutuhkan pengorbanan, dan sering kali penuh dengan duka. Namun, selama ada kesetiaan dan semangat untuk terus bekerja, maka perjuangan itu tidak akan sia-sia.

Pesan lainnya adalah bahwa kesetiaan terhadap ideologi dapat menjadi sumber kekuatan dan kebanggaan. Meskipun menghadapi tantangan dan penderitaan, seseorang yang berpegang teguh pada keyakinannya akan tetap merasa memiliki tujuan hidup yang jelas.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji perjuangan dan kehidupan keras, seperti:
  • Imaji darah dan kematian: “Kawan yang meninggal dan darahnya kental di pipi”—menggambarkan perjuangan yang penuh dengan pengorbanan nyawa.
  • Imaji kelelahan dan napas berat: “Badan lesu dan napas sendat di dada”—memberikan gambaran fisik tentang kelelahan yang dirasakan akibat perjuangan.
  • Imaji alam yang menggambarkan keyakinan ideologi: “Di pagi manis daun berbisikan tentang komunis”—memberikan kesan bahwa ideologi ini sudah mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari.

Majas

Majas Metafora
  • “Sebagai kesetiaan yang berkibar di waktu kerja” → Kesetiaan diibaratkan seperti bendera yang terus berkibar, menunjukkan bahwa keyakinan tetap berdiri tegak meskipun menghadapi berbagai tantangan.
  • “Di pagi manis daun berbisikan tentang komunis” → Mengibaratkan alam sebagai sesuatu yang juga ikut menyuarakan ideologi.
Majas Personifikasi
  • “Daun berbisikan tentang komunis” → Daun seolah-olah memiliki suara dan bisa berbicara tentang ideologi, menggambarkan betapa keyakinan itu sudah menyatu dengan alam dan kehidupan sehari-hari.
Majas Repetisi
  • “Adakah duka lebih duka... Adakah tangis lebih tangis... Adakah cinta lebih cinta...” → Pengulangan ini memperkuat perasaan bahwa pengalaman yang dialami oleh sang tokoh adalah yang paling dalam dan paling bermakna.
Puisi "Potret Seorang Komunis" karya Sabar Anantaguna adalah sebuah puisi yang menggambarkan perjuangan, penderitaan, kesetiaan, dan kebanggaan terhadap ideologi komunis. Dengan bahasa yang puitis dan penuh makna, puisi ini menampilkan pengorbanan yang harus dijalani oleh seorang pejuang, tetapi juga menunjukkan bagaimana semangat dan keyakinan tetap harus dijaga meskipun menghadapi berbagai tantangan.

Melalui penggunaan imaji yang kuat, suasana yang penuh perjuangan, dan majas yang memperkuat pesan, puisi ini berhasil memberikan gambaran tentang bagaimana seorang komunis memandang dunia: bukan hanya tentang penderitaan, tetapi juga tentang harapan dan kebanggaan dalam perjuangan.

Sabar Anantaguna
Puisi: Potret Seorang Komunis
Karya: Sabar Anantaguna

Biodata Sabar Anantaguna:
  • Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
  • Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Canda Hari Pertamabelanak di periukbila mengantuktidurlah dudukBukan Hotel IndonesiaTanpa hargaDi mana harga diriDi etalase atau dalam hati?Sumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)A…
  • Pertanyaan DiriTahun‐tahun mencoreti dinding penjarakulabur selku dengan rindubiar yang lain dengan kalkariumtembok hitam jadi bagian dari diriku    Kujelajahi angan‐anga…
  • Kertas Rokokbulan remang bertarung malammenghayati pahit mencengkeram    Sepi menelusuri hati    tembok putih makin kelamIngin lupa dalam mimpimata tak mau terp…
  • IstirahatTangan diborgoldiikat kaki mejaJangan mendongkolTak ada hak bicaraDan untuk apa bicara?Sumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)Analisis Puisi:Puisi "Istirahat" karya Sabar …
  • CatatanMenghidupi hidupmenghayati hatiAngin merundukmemeluk bumiKecup hidupsampai matiSumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)Analisis Puisi:Puisi "Catatan" karya Sabar Anantaguna a…
  • Sisi yang CerahKepahitan bila berlaluJadi lagu sangat merduSumber: Puisi-Puisi dari Penjara (2010)Analisis Puisi:Puisi "Sisi yang Cerah" karya Sabar Anantaguna menyampaikan tema te…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.