Perang dan Cinta
Aku tidak lagi mengantar bunga untuk kekasihku
sebab saudaranya memerangi aku
dan aku pun memerangi saudaranya:
Di antara kami kedua, tertanam ketakutan.
Betapa sedih penanggungan rindu:
cinta telah menghimpit tubuh.
Jika pedang lebih dahulu mengerat leher
tentu dia akan mati menentang mataku.
Beduk tidak akan memberi tahu kematian
dia sendiri kurobek dengan gigi.
Jika pelor akan menghancurkan dadaku
kelak aku akan mati di sini.
Aku hendak terus terang, sebab saudaranya musuhku
dan kita berperang melakukan kewajiban.
Kalau demikian, dia cinta tetapi takut
karena api bernyala dari mulut meriam.
Ah, tiada lagi orang akan meratap
sebab ia cinta saudaraku yang perempuan
dan akupun cinta saudaranya perempuan
Di antara kami, berperang dan bercinta
Sumber: Gema Suasana (Juni, 1948)
Analisis Puisi:
Puisi "Perang dan Cinta" karya Kasim Mansur membawa pembaca untuk merenung tentang dilema yang muncul ketika dua kekuatan besar dalam hidup manusia—perang dan cinta—bertemu dalam satu ruang yang penuh kontradiksi dan ketegangan. Dengan pendekatan yang puitis namun menggugah, puisi ini menggambarkan kondisi manusia yang terperangkap dalam pilihan sulit antara kewajiban dan perasaan, antara cinta dan perang.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah konflik antara cinta dan perang, dua hal yang seharusnya tidak sejalan, namun pada kenyataannya seringkali saling berbenturan. Penyair menggambarkan perang sebagai kekuatan yang menuntut pengorbanan, sementara cinta—sebagai kekuatan yang lebih lembut dan pribadi—harus dipendam karena kewajiban terhadap peperangan. Puisi ini menyoroti bagaimana perasaan cinta yang mendalam bisa dihancurkan oleh kebijakan politik atau peperangan yang tidak mengenal kasih sayang. Ketakutan, perpisahan, dan kerinduan menjadi konsekuensi dari perang yang memisahkan mereka yang saling mencintai.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah kontradiksi antara cinta yang sejati dan kewajiban untuk berperang. Penyair menggambarkan bahwa meskipun ada rasa cinta yang mendalam antara individu, perang telah menciptakan ketakutan dan perpecahan yang memaksa mereka untuk bertindak berlawanan dengan hati nurani mereka. Perang bukan hanya mengancam tubuh fisik, tetapi juga merusak hubungan antar individu yang saling mencintai. Dalam puisi ini, terdapat perasaan bahwa cinta yang tulus bisa dihancurkan oleh keberadaan perang yang memisahkan, tetapi juga memaksa individu untuk menjalankan kewajibannya—meskipun dengan hati yang berat.
Puisi ini bercerita tentang seorang individu yang terjebak dalam perasaan cinta namun terpaksa berperang melawan pihak yang terkait dengan orang yang ia cintai. Antara kewajiban dan perasaan, ia merasakan dilema yang mendalam. Di satu sisi, ia tidak lagi bisa mengantar bunga untuk kekasihnya karena adanya konflik antara mereka dan kekasihnya yang berada di pihak musuh. Ia menggambarkan bagaimana perang merenggut keintiman, memisahkan orang-orang yang saling mencintai, dan membawa ketakutan serta kehilangan. Cinta yang indah dan penuh harapan kini harus menghadapi kenyataan pahit berupa pertarungan fisik dan emosional. Penyair menutup dengan kesan bahwa meskipun cinta masih ada, perang telah mengubah segalanya, menciptakan ketakutan dan kesedihan dalam hubungan.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang tercipta dalam puisi ini sangat tegang, penuh konflik, dan menyentuh sisi emosional pembaca. Daya tarik puisi ini terletak pada kontras antara perasaan cinta yang mendalam dan kekejaman perang yang mengharuskan tindakan keras. Puisi ini menciptakan suasana ketegangan emosional yang sangat kuat, di mana rindu dan cinta bertemu dengan ketakutan dan kewajiban yang berlawanan. Kata-kata seperti “pedang”, “pelor”, dan “meriam” menggambarkan atmosfer perang yang keras dan penuh ancaman. Sebaliknya, frasa seperti “aku hendak terus terang” dan “cinta telah menghimpit tubuh” menunjukkan perasaan batin yang penuh dengan keputusasaan dan rindu.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Amanat dari puisi ini adalah bahwa perang dan cinta seringkali tidak bisa dipisahkan, namun keduanya juga saling menghancurkan satu sama lain. Puisi ini ingin menyampaikan pesan tentang keputusasaan yang muncul ketika kewajiban untuk berperang menghalangi perasaan pribadi yang lebih murni. Penyair mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana konflik eksternal seperti perang dapat merusak hubungan manusia, bahkan mengorbankan rasa cinta yang seharusnya dapat menyatukan.
Imaji
Puisi ini menggunakan beberapa imaji yang sangat kuat untuk menggambarkan perasaan dan keadaan para tokoh yang terlibat dalam konflik. Berikut adalah beberapa imaji yang ditemukan dalam puisi:
- "Pedang lebih dahulu mengerat leher" menggambarkan kekerasan fisik perang yang bisa mengakhiri hidup seseorang lebih cepat daripada mengungkapkan perasaan.
- "Beduk tidak akan memberi tahu kematian" memberikan gambaran tentang bagaimana kematian dalam perang datang tanpa peringatan, bahkan suara-suara yang biasanya memberi tanda, seperti beduk, menjadi tidak berarti dalam kondisi perang.
- "Pelor akan menghancurkan dadaku" menggambarkan ancaman langsung terhadap nyawa, menekankan bahwa perang bisa dengan cepat menghancurkan tubuh fisik.
- "Cinta telah menghimpit tubuh" menggambarkan bagaimana perasaan cinta menjadi beban dalam situasi perang yang memisahkan dan menciptakan ketakutan.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini sangat efektif untuk menggambarkan perasaan batin dan realitas perang:
- Hiperbola: "Jika pedang lebih dahulu mengerat leher, tentu dia akan mati menentang mataku"—menggunakan hiperbola untuk menunjukkan betapa cinta yang kuat bisa dibunuh dengan kekerasan perang.
- Metafora: "Beduk tidak akan memberi tahu kematian"—menggunakan metafora untuk menggambarkan betapa perang memutuskan suara-suara kehidupan dan memberi tempat pada kekerasan.
- Paradoks: "Di antara kami kedua, tertanam ketakutan"—menunjukkan kontradiksi dalam hubungan yang seharusnya penuh dengan cinta, tetapi terhalang oleh ketakutan dan perang.
Puisi "Perang dan Cinta" karya Kasim Mansur dengan kuat menggambarkan konflik batin yang dialami oleh individu yang terperangkap dalam situasi yang memisahkan cinta dan kewajiban. Dengan menggunakan imaji dan majas yang penuh makna, puisi ini menunjukkan bagaimana perang mengubah segalanya, bahkan merenggut perasaan cinta yang tulus dan menggantikannya dengan ketakutan dan perpisahan. Pesan moral yang ingin disampaikan adalah bahwa perang bukan hanya menghancurkan tubuh, tetapi juga hubungan antar manusia, yang sering kali dipenuhi dengan cinta namun harus berhadapan dengan realitas keras dunia.
Karya: Kasim Mansur
Biodata Kasim Mansur:
- Kasim Mansur merupakan seorang penyair yang lahir tanggal 1 Mei 1923 di Surabaya, Jawa Timur.