Puisi: Pelatuk (Karya Piek Ardijanto Soeprijadi)

Puisi "Pelatuk" karya Piek Ardijanto Soeprijadi adalah sebuah refleksi tentang ketekunan, kerja keras, dan harapan yang digambarkan melalui ...
Pelatuk

burung pelatuk mematuk-matuk randu gapuk
kulit kering gugur terhambur karena remuk

pelatuk hijau pelatuk bawang pelatuk terasi
tidak takut memanjat pohon begitu tinggi

hei burung sebesar genggam serangga apa yang kaucari
hei burung berparuh tajam serangga apa yang kaudapati

ketukmu menebari ladang mengetuk hati kami
menggugah semangat memperbanyak hasil bumi

cangkulpun berayun beribu gacrokan
tiap jengkal tanah jadi tekerjakan

sehabis mareng kami sabar menanti
panen palawija lebih jadi

Sumber: Horison (November, 1971)

Catatan:
Gapuk = lapuk, rapuh
Mareng = musim awal kemarau

Analisis Puisi:

Puisi "Pelatuk" karya Piek Ardijanto Soeprijadi menggambarkan kehidupan burung pelatuk dan bagaimana perilakunya memberikan inspirasi bagi manusia dalam bekerja dan bertahan hidup. Burung pelatuk yang terus-menerus mematuk pohon untuk mencari makanan menjadi simbol ketekunan dan kerja keras dalam menghadapi kehidupan, terutama dalam konteks pertanian dan siklus alam.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kerja keras dan ketekunan. Penyair menggunakan burung pelatuk sebagai metafora bagi semangat pantang menyerah yang harus dimiliki manusia, terutama dalam mengolah tanah dan menghadapi tantangan alam, seperti pergantian musim.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah bahwa kehidupan menuntut usaha yang berkelanjutan dan ketekunan, sebagaimana burung pelatuk yang terus mematuk pohon tanpa lelah. Hal ini juga mencerminkan bagaimana manusia harus bekerja keras untuk memperoleh hasil, terutama dalam bidang pertanian yang bergantung pada siklus musim. Dengan ketekunan dan kesabaran, hasil yang diinginkan akan tercapai.

Puisi ini bercerita tentang burung pelatuk yang rajin mematuk pohon randu gapuk (randu yang sudah tua dan lapuk). Burung pelatuk ini tidak takut memanjat pohon tinggi dan terus mencari serangga sebagai makanannya. Dalam puisi ini, perilaku burung pelatuk dijadikan simbol kerja keras petani, yang juga harus gigih mengolah ladang dan menanti panen setelah melewati musim kemarau (mareng). Ketukan paruh burung pelatuk diibaratkan sebagai pemicu semangat untuk terus bekerja dan mempersiapkan diri menghadapi hasil panen.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa dinamis dan penuh semangat. Gambaran burung pelatuk yang terus mematuk pohon menciptakan kesan kerja keras yang tak kenal lelah. Selain itu, suasana juga mencerminkan harapan dan kesabaran, terutama ketika menunggu panen setelah musim kemarau.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini mengajarkan bahwa ketekunan dan kerja keras akan membuahkan hasil. Seperti burung pelatuk yang tidak menyerah mencari makanan, manusia juga harus terus bekerja dan berusaha untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Puisi ini juga menggambarkan pentingnya kesabaran dalam menunggu hasil kerja keras, sebagaimana petani yang harus menunggu panen setelah melewati musim kemarau.

Imaji dalam Puisi

Puisi ini menggunakan imaji penglihatan dan pendengaran untuk menggambarkan burung pelatuk dan suasana di sekitar pertanian.

Imaji visual:
  • "burung pelatuk mematuk-matuk randu gapuk" → menggambarkan aktivitas burung pelatuk di pohon yang sudah lapuk.
  • "cangkulpun berayun beribu gacrokan" → menggambarkan aktivitas bertani yang penuh semangat.
Imaji auditori (pendengaran):
  • "ketukmu menebari ladang mengetuk hati kami" → suara ketukan burung pelatuk digambarkan sebagai pemicu semangat.

Majas dalam Puisi

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi → "ketukmu menebari ladang mengetuk hati kami" → suara ketukan burung pelatuk seolah-olah dapat membangkitkan semangat manusia.
  • Metafora → Burung pelatuk dijadikan simbol kerja keras manusia dalam mengolah ladang.
  • Repetisi → Kata "pelatuk" diulang beberapa kali untuk menekankan peran burung ini dalam memberikan inspirasi.
Puisi "Pelatuk" karya Piek Ardijanto Soeprijadi adalah sebuah refleksi tentang ketekunan, kerja keras, dan harapan yang digambarkan melalui perilaku burung pelatuk. Burung yang terus-menerus mematuk pohon untuk mencari makanan menjadi simbol semangat petani dalam mengolah tanah dan menanti hasil panen. Dengan menggunakan imaji alam dan simbolisme burung pelatuk, puisi ini mengajarkan bahwa usaha yang gigih akan menghasilkan sesuatu yang berharga, meskipun membutuhkan waktu dan kesabaran.

Puisi: Pelatuk
Puisi: Pelatuk
Karya: Piek Ardijanto Soeprijadi

Biodata Piek Ardijanto Soeprijadi:
  • Piek Ardijanto Soeprijadi (EyD Piek Ardiyanto Supriyadi) lahir pada tanggal 12 Agustus 1929 di Magetan, Jawa Timur.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi meninggal dunia pada tanggal 22 Mei 2001 (pada umur 71 tahun) di Tegal, Jawa Tengah.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi adalah salah satu sastrawan angkatan 1966.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.