Puisi: Mengabadikan Cinta (Karya Dimas Arika Mihardja)

Puisi "Mengabadikan Cinta" karya Dimas Arika Mihardja bercerita tentang seorang pejalan atau pengembara yang dalam pencariannya akan cinta sejati, ...
Mengabadikan Cinta

Dari tanah kembali ke remah. Begitulah risalah cinta yang tak lelah kulidahkan siang dan malam. Kugali tanah liat di puncak bukit, serupa musa di puncak tursina kutatah dan kubentuk lekuk misteri dalam puisi yang tak pernah jadi dan selalu sisakan nyeri: jerit 99 namamu menjadi belati menusuk ulu hati!

Dari remah kembali ke rumah cinta. Begitulah kisah pengembara melacak jejak mencinta. Kuciumi setiap jejak kaki sepanjang jalan tualang sebab setiap pergi adalah juga kembali dan setiap pulang adalah perjalanan menuju rumah keabadian. Rambu jalan dan tikungan, terminal dan pelabuhan selalu saja bergetar saat peluit kapal memberi isyarat merapat kusiapkan tali dan sekoci diri saat badai sore gemuruh sebelum kapal dan perahu berlabuh. Kupersiapkan janji perjumpaan untuk melunaskan impian camar.

Dari remah kembali ke rumah keabadian. Begitulah kisah pejalan sunyi menyisir pasir pantai, menghitung cangkang kerang, teripang, juga aneka bayang memungut remah istana pasir usai diporandakan lidah ombak, lalu jemari terus bergerak membangun istana yang baru. O, kekasihku, sampan dan perahu rindu terus saja menderu sepanjang waktu pergulatan!

23 Mei 2010

Analisis Puisi:

Puisi "Mengabadikan Cinta" karya Dimas Arika Mihardja mengangkat tema cinta, pencarian, perjalanan, dan kesetiaan. Puisi ini menggambarkan sebuah perjalanan batin yang tak pernah berhenti dalam menggapai cinta sejati, dengan segala tantangan dan penderitaan yang datang. Tema ini juga menyiratkan pencarian yang tiada henti untuk mendalami dan mengabadikan cinta, baik itu dalam bentuk kenangan, harapan, atau pengalaman yang terus berkembang seiring waktu.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini sangat dalam dan kompleks, dengan menggambarkan cinta sebagai perjalanan yang tidak pernah selesai. Baris “...cinta yang tak lelah kulidahkan siang dan malam” menunjukkan bahwa cinta adalah sebuah proses yang berkesinambungan, tidak mengenal lelah dan selalu menggugah jiwa. Cinta juga digambarkan sebagai sesuatu yang terus berkembang, meski terkadang menyisakan nyeri dan penderitaan (“...selalu sisakan nyeri: jerit 99 namamu menjadi belati menusuk ulu hati!”).

Selain itu, makna puisi ini juga mencerminkan sebuah keterhubungan antara kehidupan dan kematian, melalui kata-kata seperti “...setiap pergi adalah juga kembali dan setiap pulang adalah perjalanan menuju rumah keabadian.” Puisi ini menyiratkan bahwa cinta tidak hanya hadir dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga melampaui batas waktu, menuju keabadian dan kekekalan.

Puisi ini bercerita tentang seorang pejalan atau pengembara yang dalam pencariannya akan cinta sejati, mengarungi berbagai peristiwa kehidupan. Dari pencarian yang penuh dengan kesulitan (“...kubentuk lekuk misteri dalam puisi yang tak pernah jadi dan selalu sisakan nyeri”), hingga perjalanan panjang yang mengarah pada penemuan kembali cinta sejati yang lebih dalam dan abadi. Penulis menggambarkan cinta sebagai perjalanan tanpa akhir, sebuah proses yang memerlukan pengorbanan dan kesabaran, tetapi juga memberi kepuasan dan pemenuhan jiwa.

Puisi ini juga menggambarkan tentang perjalanan batin dan spiritual seorang kekasih yang terus bergerak mencari makna cinta, dari jejak langkah hingga ke rumah yang abadi. Bahkan saat menghadapi badai kehidupan, kekasih tetap berkomitmen dan mempersiapkan pertemuan-pertemuan baru yang akan membawa kedamaian hati, mengingatkan kita bahwa cinta itu juga adalah pertemuan kembali setelah perjalanan panjang.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa melankolis dan penuh dengan perenungan. Ada kesedihan dan pengorbanan yang hadir dalam perjalanan pencarian cinta (“...jerit 99 namamu menjadi belati menusuk ulu hati!”). Namun, ada juga rasa optimisme dan keteguhan, yang tercermin dalam kalimat “...setiap pergi adalah juga kembali,” yang menunjukkan bahwa meskipun cinta membawa rasa sakit, ia juga mengarah pada keabadian dan kebahagiaan sejati.

Selain itu, suasana yang tercipta juga penuh dengan gambar alam, seperti pasir pantai, teripang, cangkang kerang, dan gelombang ombak, yang menambah kedalaman makna perjalanan cinta. Badai sore yang menggambarkan rintangan dalam kehidupan, serta peluit kapal yang memberi isyarat merapat, menciptakan atmosfer yang penuh harapan dan kesiapan untuk menghadapi tantangan. Semua elemen ini membangun suasana perjuangan batin dan juga keikhlasan dalam mencintai.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini mengajarkan kita bahwa cinta sejati adalah perjalanan panjang, yang tidak selalu mulus dan penuh dengan rintangan. Meskipun sering kali cinta meninggalkan rasa sakit atau penderitaan, kita tetap harus terus berusaha dan tidak pernah berhenti mencintai. Setiap langkah, meskipun terjal dan penuh dengan air mata, akan mengarah pada pertemuan kembali dengan cinta sejati, yang akan membawa kedamaian dan keabadian.

Pesan lain yang tersirat dalam puisi ini adalah bahwa cinta bukanlah sesuatu yang statis, tetapi sebuah proses yang terus berkembang sepanjang waktu, penuh dengan pembelajaran, pengorbanan, dan perjalanan batin yang tak pernah berakhir. Kita harus siap menghadapi badai dan tantangan yang datang, karena cinta sejati akan selalu mengarah pada keabadian dan kebahagiaan sejati.

Imaji

Puisi ini dipenuhi dengan imaji alam yang mendalam, yang memperkaya penggambaran perjalanan cinta:
  • Imaji tanah dan bukit: “...Kugali tanah liat di puncak bukit, serupa musa di puncak tursina...” menggambarkan sebuah pencarian atau usaha untuk mencapai kedalaman makna cinta, meskipun itu memerlukan pengorbanan dan usaha yang besar.
  • Imaji perjalanan dan kapal: “...kusiapkan tali dan sekoci diri saat badai sore gemuruh sebelum kapal dan perahu berlabuh” adalah gambaran perjalanan yang penuh rintangan, tetapi tetap ada harapan untuk sampai pada tujuan yang diinginkan.
  • Imaji pantai dan cangkang kerang: “...menghitung cangkang kerang, teripang, juga aneka bayang...” adalah simbol dari kehidupan dan kenangan yang terus berkembang, seperti istana pasir yang terus dibangun, meskipun ombak selalu menghancurkannya.

Majas

Puisi ini menggunakan beberapa majas metafora untuk menggambarkan pencarian cinta dan perjuangan batin:
  • Metafora tanah liat dan bukit: “...Kugali tanah liat di puncak bukit...” menggambarkan perjuangan dan usaha untuk menemukan makna cinta, yang membutuhkan kesabaran dan pengorbanan.
  • Metafora kapal dan badai: “...kusiapkan tali dan sekoci diri saat badai sore gemuruh...” adalah gambaran tentang perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan dan kesulitan, tetapi selalu ada harapan untuk sampai pada tujuan.
  • Metafora istana pasir: “...memungut remah istana pasir usai diporandakan lidah ombak...” menggambarkan bagaimana kenangan cinta terus dibangun meski terkadang dihadapkan pada perpisahan atau kehilangan.
Puisi "Mengabadikan Cinta" karya Dimas Arika Mihardja mengajak pembaca untuk memahami bahwa cinta adalah perjalanan tanpa akhir, yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, tetapi juga penuh dengan harapan dan kedamaian. Cinta sejati tidak hanya ada dalam kebahagiaan, tetapi juga dalam perjuangan dan pengorbanan yang tiada henti. Cinta adalah perjalanan batin yang tidak pernah selesai, yang selalu mencari makna lebih dalam seiring waktu.

"Puisi Dimas Arika Mihardja"
Puisi: Mengabadikan Cinta
Karya: Dimas Arika Mihardja

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.