2008
Sumber: Membaca Lambang (2018)
Analisis Puisi:
Puisi "Mendaki Besakih" karya Acep Zamzam Noor mengangkat tema spiritualitas dan perenungan diri. Dalam perjalanan mendaki Besakih, penyair menggambarkan pengalaman batinnya yang penuh dengan refleksi, kenangan, dan doa.
Makna Tersirat
Puisi ini menyiratkan perjalanan spiritual dan pencarian makna hidup. Mendaki Besakih tidak hanya berarti perjalanan fisik menuju tempat suci, tetapi juga perjalanan jiwa yang diiringi doa, kenangan, dan perenungan mendalam. Kabut yang menyelimuti perjalanan bisa menjadi simbol ketidakpastian atau misteri kehidupan, sementara asap dupa menunjukkan unsur persembahan dan pengabdian.
Puisi ini bercerita tentang seorang pendaki yang menapaki Besakih, sebuah tempat suci di Bali. Dalam perjalanannya, ia dikelilingi kabut, merasakan aroma belerang, dan melihat warna kemerahan di langit yang mungkin mencerminkan senja atau efek dari aktivitas vulkanik. Di tengah perjalanan ini, ia merenungkan kenangan, kerinduan, dan doa yang seakan menyatu dengan alam. Pada akhirnya, ia menyerahkan semua kata dan doa kepada kabut, seperti sebuah persembahan yang larut dalam alam semesta.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini mistis, penuh perenungan, dan syahdu. Kabut, belerang, dan asap dupa memberikan kesan sakral serta menghadirkan nuansa keheningan yang mendalam.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah perjalanan hidup sering kali penuh dengan ketidakpastian, tetapi dengan doa dan perenungan, kita bisa menemukan makna dan ketenangan. Selain itu, puisi ini juga menunjukkan bagaimana alam dan spiritualitas dapat menyatu dalam pengalaman manusia.
Imaji
Imaji Visual:
- "Darah bulan menggenangi lereng bukit yang tua" → menghadirkan gambaran langit kemerahan yang dramatis.
- "Aku tuliskan kerinduanku pada sisa terang lampu" → membayangkan cahaya lampu di kejauhan, memberikan kesan kesepian dan perenungan.
Imaji Olfaktori (penciuman):
- "Keremangan yang matang oleh harum belerang" → menghadirkan aroma khas dari kawah gunung berapi.
Imaji Kinestetik:
- "Sambil mendaki kusongsong topan untuk mengekalkan kenangan" → menggambarkan perjuangan fisik saat mendaki dan menghadapi tantangan alam.
Majas
Majas Metafora:
- "Darah bulan menggenangi lereng bukit yang tua" → menggambarkan warna merah langit yang seolah-olah seperti darah, memperkuat kesan dramatis dan mistis.
- "Seribu kawah gunung berapi bergolak di jantungku" → menyimbolkan gejolak emosi dan perasaan yang membara dalam diri penyair.
Majas Personifikasi:
- "Lalu malam menyalakan mega yang terpendam" → malam digambarkan seperti sesuatu yang dapat menyalakan mega (awan), menambahkan kesan magis dalam puisi ini.
Majas Hiperbola:
- "Tapi hanya pada kabut, aku serahkan semua kata" → memberikan kesan bahwa kabut memiliki kekuatan untuk menerima segala doa dan kenangan.
Puisi "Mendaki Besakih" karya Acep Zamzam Noor adalah puisi yang penuh perenungan dan nuansa spiritual. Dengan bahasa yang puitis dan imaji yang kuat, puisi ini menggambarkan perjalanan fisik yang sekaligus menjadi perjalanan batin. Pesan yang tersirat dalam puisi ini adalah kehidupan penuh dengan perjalanan, tantangan, dan kenangan yang pada akhirnya harus kita pasrahkan kepada alam dan Tuhan.
Biodata Acep Zamzam Noor:
- Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
- Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.