Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Malam (Karya Adhitya Wanda Pratama)

Puisi "Malam" karya Adhitya adalah ungkapan kesunyian, kehilangan, dan kerinduan yang mendalam terhadap seseorang atau sesuatu yang tak lagi hadir ...

Puisi Malam


Malam,
Cahya sirna bercampur kelam,
Cuma neon dikerubungi laron,
Cuma cecak di atas plavon,
Cuma Manguni di atas balkon,
Cuma lamunan ke ujung horizon,

Ada engkau di antara Canis dan Orion
Terekam rapi dalam setiap lelakon

Ada engkau berselisik di derai pohon,
Terkurung kaku di dekapan pagupon

Cuma bayangmu di bawah purnama
dan ragamu di tempat tak bernama,
Cuma namamu dibisik pawana,
dan rasamu di tempat tak terindra

Malam,
Cuma ada bulan
Memantau segala jejak laluan

Desember, 2024

Analisis Puisi:

Puisi "Malam" Karya Adhitya Wanda Pratama mengangkat tema kesunyian dan kenangan yang tersisa dalam kegelapan malam. Malam dalam puisi ini menjadi simbol kesepian, perenungan, dan ingatan tentang seseorang yang tak lagi hadir secara fisik, tetapi masih membekas dalam ingatan.

Makna Tersirat

Puisi ini menyiratkan bahwa malam bukan sekadar peristiwa alam, melainkan ruang bagi seseorang untuk mengenang, merindukan, dan merenungi sesuatu yang telah berlalu. Penyair menggambarkan bagaimana seseorang atau sesuatu yang pernah ada kini hanya tersisa dalam kenangan, suara angin, dan bayangan di bawah purnama.

Ada pula kesan keterasingan dan kehilangan yang begitu mendalam. Keberadaan seseorang yang dikenang hanya tersisa dalam nama yang dibisikkan angin (pawana) dan perasaan yang tak lagi bisa dirasakan secara nyata. Hal ini mencerminkan bahwa ada sesuatu yang dulu begitu dekat, tetapi kini telah jauh dan tak bisa diraih lagi.

Puisi ini bercerita tentang malam sebagai saksi bisu dari ingatan dan perasaan yang tersisa. Penyair menggambarkan suasana malam yang penuh dengan kesunyian, di mana hanya lampu neon, cecak, dan burung hantu (Manguni) yang menemani.

Di tengah keheningan malam itu, penyair mengenang seseorang yang masih melekat dalam pikirannya. Sosok itu terasa ada dalam segala hal—di antara bintang-bintang (Canis dan Orion), di gemerisik daun, hingga di dalam dekapan burung yang terkurung di sangkar (pagupon).

Namun, pada akhirnya, semuanya hanya bayangan dan kenangan. Nama orang itu hanya bisa terdengar dalam hembusan angin, sementara keberadaannya secara nyata telah hilang entah ke mana.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini melankolis, sunyi, dan penuh kerinduan. Penyair menggambarkan malam yang tenang, tetapi di balik ketenangan itu ada perasaan kehilangan dan kesepian yang mendalam.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah bahwa malam sering kali menjadi waktu bagi seseorang untuk merenung dan mengenang sesuatu yang telah berlalu. Perasaan kehilangan dan kerinduan sering kali muncul lebih kuat dalam kesunyian malam, tetapi hidup tetap harus berjalan, meskipun seseorang atau sesuatu yang dirindukan tak lagi bisa dijangkau.

Imaji

Imaji visual:
  • "Cuma neon dikerubungi laron" menciptakan gambaran lampu yang redup dikelilingi serangga, menggambarkan kesunyian dan keheningan malam.
  • "Cuma bayangmu di bawah purnama" menghadirkan bayangan samar seseorang di bawah cahaya bulan.
Imaji auditif:
  • "Ada engkau berselisik di derai pohon" menciptakan suara angin yang menyapu dedaunan, seolah menghadirkan sosok yang dikenang.
Imaji taktil:
  • "Terkurung kaku di dekapan pagupon" memberikan sensasi terjebak dalam kesendirian, seolah perasaan terkungkung dan tak bisa bergerak bebas.

Majas

Metafora:
  • "Cahya sirna bercampur kelam" menggambarkan hilangnya cahaya, yang bisa diartikan sebagai kehilangan harapan atau seseorang yang penting dalam hidup.
  • "Terkurung kaku di dekapan pagupon" melambangkan keterjebakan dalam kenangan dan rasa kehilangan.
Personifikasi:
  • "Cuma namamu dibisik pawana" memberikan kesan bahwa angin bisa berbisik, membawa kenangan seseorang yang telah pergi.
Simile:
  • "Ada engkau di antara Canis dan Orion" membandingkan seseorang yang dikenang dengan bintang-bintang, menunjukkan betapa ia terasa jauh tetapi tetap terlihat.
Puisi "Malam" karya Adhitya Wanda Pratama adalah ungkapan kesunyian, kehilangan, dan kerinduan yang mendalam terhadap seseorang atau sesuatu yang tak lagi hadir secara fisik. Malam menjadi metafora bagi ingatan yang tetap ada meskipun segala sesuatu telah berubah atau pergi.

Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah bahwa kehilangan tidak selalu berarti lupa—kadang, sosok yang telah pergi tetap hidup dalam kenangan dan perasaan yang tersimpan di hati. Meskipun tak lagi bisa dijangkau, mereka tetap hadir dalam bisikan angin, bayangan di bawah purnama, dan dalam setiap kenangan yang tersimpan dalam diri seseorang.

Sepenuhnya
Puisi: Malam
Karya: Adhitya Wanda Pratama
© Sepenuhnya. All rights reserved.