Puisi: Lewat Tengah Malam (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Lewat Tengah Malam" karya Gunoto Saparie adalah potret kesepian dan kerinduan yang menghantui seseorang di malam yang lengang.
Lewat Tengah Malam

bayang-bayang pepohonan memanjang
tercapak di jalan basah dan hitam
ada sepasang kelelawar mencicit terbang
ke arah selatan, menembus kelam

di bangku panjang di teras remang
aku pun memetik gitar sendirian
mengapa kau tak ada di sisiku, sayang?
sebutir bintang berkilauan di kejauhan

telah lewat tengah malam, o tuan
udara pun mendingin sehabis hujan
ketika sunyi mengertap di dedaunan
begitu lengang hati tanpa tambatan

2021

Analisis Puisi:

Tema utama dalam puisi ini adalah kesepian dan kerinduan di tengah malam. Penyair menghadirkan gambaran tentang malam yang sunyi setelah hujan, dipenuhi bayang-bayang kesepian yang menusuk hati.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah perasaan kesepian yang mendalam ketika seseorang merindukan kehadiran sosok terkasih di tengah suasana malam yang sepi. Melalui deskripsi suasana malam, penyair menyampaikan bahwa kesendirian kerap menjadi lebih terasa saat malam larut, ketika alam telah sunyi dan hati mulai dipenuhi bayang-bayang kenangan.

Di balik itu, puisi ini juga bisa diartikan sebagai renungan tentang betapa sunyi kehidupan tanpa cinta dan kehadiran orang terdekat. Kesepian yang dialami bukan sekadar kondisi fisik, melainkan kehampaan batin yang tak terisi.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang duduk sendiri di teras rumah selepas tengah malam. Ia memetik gitar seorang diri, ditemani bayang-bayang pohon, jalanan basah, serta suara kelelawar di langit malam. Dalam kesunyian itu, ia merindukan seseorang yang dicintai, merasakan kehampaan di hatinya karena sosok itu tak ada di sisinya.

Puisi ini menangkap momen reflektif di mana seseorang merenungkan kesepiannya di tengah malam yang lengang, sambil berteman hujan yang baru reda.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini sunyi, sepi, dingin, dan melankolis. Ada nuansa kesedihan yang mendalam saat penyair mengungkapkan kerinduan kepada sosok yang dicintai, yang absen di tengah malam yang begitu hening. Hujan yang baru berhenti menambah kesan dingin dan lengang, memperkuat suasana hampa dan sendiri yang dirasakan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang bisa diambil dari puisi ini adalah bahwa kesepian yang dalam sering kali melahirkan perenungan tentang makna kehadiran seseorang dalam hidup. Puisi ini mengingatkan kita bahwa cinta dan kebersamaan adalah pengisi ruang kosong di hati manusia. Melalui malam yang sunyi, kita diajak untuk merenungi makna kehadiran orang-orang terkasih yang sering kita abaikan saat mereka masih ada.

Imaji

Puisi ini menghadirkan imaji yang kuat, di antaranya:
  • Imaji visual: "bayang-bayang pepohonan memanjang", "jalan basah dan hitam", menciptakan gambaran jelas tentang suasana malam setelah hujan.
  • Imaji suara: "kelelawar mencicit terbang", menambah atmosfer kesunyian yang terisi suara malam yang samar.
  • Imaji perasaan: "begitu lengang hati tanpa tambatan" menciptakan sensasi kehampaan dan rindu yang mendalam.
  • Imaji suhu: "udara pun mendingin sehabis hujan", menghadirkan rasa dingin yang menusuk tubuh, selaras dengan dinginnya hati yang kesepian.

Majas

Beberapa majas yang dapat ditemukan dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: "sunyi mengertap di dedaunan", memberikan sifat manusia (mengertap) kepada sunyi.
  • Metafora: "hati tanpa tambatan" menggambarkan hati yang kosong tanpa cinta atau tujuan.
  • Repetisi: Pengulangan suasana sunyi dan lengang memperkuat kesan kesepian yang menjadi inti puisi.
Puisi "Lewat Tengah Malam" karya Gunoto Saparie adalah potret kesepian dan kerinduan yang menghantui seseorang di malam yang lengang. Melalui gambaran suasana malam yang basah, dingin, dan sunyi, penyair berhasil menghadirkan perasaan kosong dan rindu yang menusuk hati. Puisi ini mengajarkan bahwa kehadiran orang terkasih sering kali baru benar-benar kita sadari maknanya saat mereka tak ada di sisi kita.

Gunoto Saparie
Puisi: Lewat Tengah Malam
Karya: Gunoto Saparie

BIODATA GUNOTO SAPARIE

Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).  Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.  Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif  (Jakarta).

Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah. 

Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.