Puisi: Kepada Motinggo (Karya Sutan Iwan Soekri Munaf)

Puisi "Kepada Motinggo" karya Sutan Iwan Soekri Munaf menghadirkan manusia sebagai makhluk yang cair, yang identitasnya terus berubah tergantung ...
Kepada Motinggo

Aku itu: Rindu
Aku itu: Bosan
Aku itu cair.
Aku itu beku.

Aku itu terang.
Aku itu padam.
Aku itu: Lampu
Aku itu berat.
Aku itu ringan.

Aku itu cinta.
Aku itu benci.
Aku itu: Angan-angan
Aku itu kata-kata
Aku itu perilaku
Aku itu jalan
Aku itu kebun
Aku itu pohon.
Aku itu: Rimba.

Aku itu gunung.
Aku itu batu.
Aku itu: Debu.

Aku itu datang.
Aku itu pergi.
Aku itu: Korban
Aku itu bunga.
Aku itu rumput.
Aku itu: Embun.

Aku itu subuh.
Aku itu Isya.
Aku itu: Waktu
Aku itu detak.
Aku itu diam.
Aku itu: Sepatu
Aku itu berita.
Aku itu bahasa.
Aku itu: Geresehpeseh-geresehpeseh-geresehpeseh
Aku itu puisi.
Aku itu manuskrip.
Aku itu prasasti.
Aku itu intelektual.
Aku itu:

Ubruggudubrug-ubruggudubrug-ubruggudubrug-ubruggudubrug
Aku itu tanah.
Aku itu langit.
Aku itu bara.
Aku itu salju.

Aku itu hujan.
Aku itu panas.
Aku itu malam.
Aku itu siang.

Aku itu bulan.
Aku itu matahari.
Aku itu: geresehpeseh-geresehpeseh-geresehpeseh
Aku itu benda.
Aku itu mekanik.
Aku itu listrik.
Aku itu robot.
Aku itu pejabat.
Aku itu rakyat.
Aku itu suara.
Aku itu takut.
Aku itu berani.
Aku itu senjata.
Aku itu berangus.

Aku itu sekap.
Aku itu penjara.
Aku itu merdeka.
Aku itu sendiri.
Aku itu baris-baris.

Aku itu telanjang.
Aku itu stelan jas.
Aku itu: Gedebergerebeg-gedebergerebeg-gedebergerebeg.

Aku itu sayap.
Aku itu sirip.
Aku itu tangan.
Aku itu letih.
Aku itu kayuh.
Aku itu perahu.
Aku itu laut.
Aku itu sungai.
Aku itu danau.
Aku itu ikan.
Aku itu: Burung.

Aku itu kepala.
Aku itu geleng-geleng.
Aku itu terbang.
Aku itu berenang.
Aku itu:

Tenggelam
Aku itu kantuk.
Aku itu jaga.
Aku itu mata.
Aku itu liar.
Aku itu dendam.
Aku itu ramah.

Aku itu aktor.
Aku itu kencing.
Aku itu berak.
Aku itu lari.
Aku itu tidur.
Aku itu lapar.

Aku itu makan.
Aku itu: Ketepak-ketipung-ketepak-ketipung-ketepak-ketipung
Aku itu:

Lantas, siapa kamu?

Jakarta, 1998

Analisis Puisi:

Tema utama puisi ini adalah pencarian jati diri dan refleksi eksistensial manusia. Puisi ini menggambarkan upaya memahami diri sendiri melalui berbagai metafora dan simbol yang mencerminkan kompleksitas identitas manusia.

Makna Tersirat

Puisi ini menyiratkan bahwa manusia adalah makhluk yang penuh kontradiksi dan terus menerus mencari makna keberadaannya. Manusia bisa menjadi segala sesuatu: rindu dan bosan, terang dan padam, cinta dan benci, benda mati atau makhluk hidup, bahkan sesuatu yang absurd dan tidak bisa didefinisikan secara tunggal.

Makna tersiratnya adalah bahwa identitas manusia tidak pernah statis. Manusia selalu berubah, bertumbuh, terombang-ambing antara kebebasan dan keterikatan, kesadaran dan insting, ketertiban dan kekacauan. Puisi ini juga bisa dibaca sebagai sindiran halus kepada sosok Motinggo Busye, seolah penyair mempertanyakan: “Aku ini segala-galanya, lalu siapa kamu?”—sebuah refleksi atas peran dan eksistensi seniman atau manusia secara umum.

Puisi ini bercerita tentang manusia yang sedang memotret dirinya sendiri melalui serangkaian metafora dan pengakuan-pengakuan. Penyair membongkar identitas dirinya, membentangkan fragmen-fragmen kehidupannya yang terpecah-pecah: dari sisi spiritual, fisik, sosial, politik, hingga sisi-sisi absurd yang terkadang sulit dimaknai.

Pada akhirnya, puisi ini menutup dengan pertanyaan reflektif kepada orang lain—dalam hal ini Motinggo—“Lantas, siapa kamu?” Sebuah ajakan untuk juga merenungkan jati diri masing-masing.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini terasa liar, gelisah, penuh ledakan emosi, tetapi juga absurd dan humoris. Ada ketidakberaturan yang disengaja, menciptakan kesan kegilaan eksistensial di mana manusia menyadari dirinya yang tak pernah selesai didefinisikan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa manusia tidak bisa dipandang secara hitam-putih. Identitas manusia adalah kumpulan pengalaman, emosi, peran sosial, insting biologis, dan kesadaran spiritual yang saling bertabrakan dan membentuk mosaik kehidupan yang rumit.

Melalui puisi ini, penyair mengajak pembaca untuk berani bertanya pada diri sendiri tentang siapa mereka sebenarnya dan tidak takut pada ketidakpastian jawaban yang akan ditemukan.

Imaji

Puisi ini sangat kaya imaji, terutama:
  • Imaji visual: aku itu pohon, aku itu rimba, aku itu laut, aku itu jas.
  • Imaji suara: ketepak-ketipung, gedebergerebeg, geresehpeseh.
  • Imaji perasaan: rindu, bosan, cinta, benci, takut, berani.
  • Imaji gerak: berenang, terbang, kayuh, lari.
Imaji-imaji tersebut memperkaya suasana kekacauan eksistensial yang ingin disampaikan penyair.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini:
  • Repetisi: “Aku itu…” yang diulang di hampir setiap baris, menekankan kompleksitas identitas manusia.
  • Metafora: aku itu rimba, aku itu debu, aku itu mesin, aku itu bara.
  • Personifikasi: memberi sifat manusia pada benda mati (misalnya, aku itu sepatu, aku itu berita).
  • Onomatope: ketepak-ketipung, gedebergerebeg, geresehpeseh, yang menghadirkan suara konkret untuk memperkuat nuansa hidup.
  • Paradoks: aku itu terang, aku itu padam—kontradiksi yang merefleksikan sifat manusia yang kompleks dan bertolak belakang.
Puisi "Kepada Motinggo" karya Sutan Iwan Soekri Munaf adalah puisi yang mengangkat tema pencarian jati diri dengan gaya yang liar, eksperimental, dan penuh humor sekaligus keseriusan.

Penyair menghadirkan manusia sebagai makhluk yang cair, yang identitasnya terus berubah tergantung waktu, ruang, dan konteks sosialnya. Dengan gaya repetitif dan eksplorasi bahasa yang kreatif, puisi ini menjadi potret absurditas eksistensi manusia modern, yang terus bertanya tentang siapa dirinya di tengah dunia yang kacau.

Puisi: Kepada Motinggo
Puisi: Kepada Motinggo
Karya: Sutan Iwan Soekri Munaf

Biodata Sutan Iwan Soekri Munaf:
  • Nama Sebenarnya adalah Drs. Sutan Roedy Irawan Syafrullah.
  • Sutan Iwan Soekri Munaf adalah nama pena.
  • Sutan Iwan Soekri Munaf lahir di Medan pada tanggal 4 Desember 1957.
  • Sutan Iwan Soekri Munaf meninggal dunia di Rumah Sakit Galaxy, Bekasi, Jawa Barat pada hari Selasa tanggal 24 April 2018.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.