Puisi: Hutan Tantri (Karya Sindu Putra)

Puisi "Hutan Tantri" karya Sindu Putra adalah refleksi mendalam tentang pencarian jati diri manusia di tengah dunia yang keras dan penuh persaingan.
Hutan Tantri

binatang apa aku
aku diburu

penghuni hutan ini memburuku

bambu
kayu
unggas
ikan
hewan melata berkaki empat

"jadilah salah satu di antara kami
tak berumah
tak membawa api

atau

salah satu di antara kami

memakanmu
dalam perut
ada laut

jinakkan dirimu!"

anjing ayam babi
kambing kelinci kerbau
kuda macan monyet
naga tikus ular

binatang apa aku
aku berburu.

Analisis Puisi:

Tema utama dalam puisi ini adalah pencarian jati diri di tengah belantara kehidupan yang liar dan penuh persaingan. Puisi ini menggambarkan pergumulan eksistensial seorang manusia yang merasa asing, terancam, dan sekaligus menjadi bagian dari lingkungan yang ganas dan penuh insting bertahan hidup.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini berkaitan dengan perenungan tentang identitas diri dalam kehidupan yang penuh ketidakpastian dan kekerasan. Penyair menggambarkan manusia sebagai makhluk yang berada di antara dua pilihan ekstrem: menyesuaikan diri dan melebur menjadi bagian dari sistem (hutan dan penghuninya), atau melawan dan diburu sebagai sosok yang dianggap asing.

Puisi ini juga mengandung kritik tentang bagaimana manusia modern hidup seperti binatang—dalam lingkaran saling memangsa, berebut kekuasaan, dan kehilangan makna kemanusiaan itu sendiri. Ada kecemasan eksistensial, karena manusia yang kehilangan identitas bisa saja berubah menjadi predator, atau justru mangsa.

Puisi ini bercerita tentang seorang manusia yang merasa terjebak dalam hutan metaforis. Hutan tersebut dihuni oleh berbagai binatang simbolis—melambangkan sifat-sifat dasar manusia yang primitif dan buas.

Manusia dalam puisi ini dihadapkan pada pilihan: menjadi bagian dari binatang-binatang itu (hidup tanpa rumah, tanpa api, atau dengan kata lain hidup dalam ketidakberadaban), atau menjadi mangsa mereka. Di tengah dilema itu, ia justru balik bertanya: binatang apa dirinya sendiri?—sebuah pertanyaan reflektif tentang identitas dan eksistensinya. Pada akhirnya, manusia itu pun mulai berburu, menunjukkan bahwa ia mungkin telah terseret menjadi predator yang sama.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa mencekam, gelisah, dan penuh ketegangan. Ada nuansa ketakutan sekaligus kemarahan yang saling berkelindan. Pembaca seolah diajak masuk ke dalam hutan yang liar dan gelap, tempat di mana hukum rimba berlaku dan setiap makhluk hidup harus memilih: bertahan atau mati.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang disampaikan puisi ini adalah manusia tidak bisa lepas dari sifat-sifat dasarnya yang liar dan penuh naluri bertahan hidup. Ketika dihadapkan pada lingkungan yang keras dan penuh ancaman, manusia bisa kehilangan kemanusiaannya dan berubah menjadi predator seperti binatang lain.

Puisi ini juga mengajak pembaca untuk merenung: apakah kita benar-benar manusia yang beradab, ataukah hanya binatang yang menyamar dengan pakaian kemanusiaan?

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji liar dan primitif yang membangkitkan sensasi hutan yang penuh ancaman, seperti:
  • Imaji visual: bambu, kayu, unggas, ikan, hewan melata.
  • Imaji suara: perintah untuk menjinakkan diri, atau suara binatang yang memburu.
  • Imaji perasaan: ketakutan, kebingungan, dan ketegangan menghadapi ancaman.
Imaji-imaji ini membentuk suasana hutan yang penuh bahaya dan ketidakpastian, sekaligus menjadi metafora dari dunia manusia yang tak kalah buas dan kerasnya.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini:
  • Metafora: hutan sebagai simbol kehidupan atau dunia sosial yang keras.
  • Personifikasi: bambu, kayu, dan penghuni hutan yang seolah punya kesadaran untuk memburu manusia.
  • Repetisi: pengulangan "binatang apa aku" yang menekankan kebingungan identitas.
  • Simbol: anjing, ayam, babi, naga, dan binatang lain sebagai representasi sifat-sifat manusia yang beragam—dari yang licik, rakus, hingga buas.
Puisi "Hutan Tantri" karya Sindu Putra adalah refleksi mendalam tentang pencarian jati diri manusia di tengah dunia yang keras dan penuh persaingan. Melalui metafora hutan dan binatang, penyair ingin menunjukkan bahwa manusia, ketika dihadapkan pada tekanan hidup, berpotensi kehilangan kemanusiaannya dan kembali pada naluri liar seperti binatang.

Puisi ini menyentil realitas sosial yang kita hidupi, di mana manusia seringkali dipaksa memilih: bertahan dengan menjadi predator, atau lenyap sebagai mangsa. Dengan gaya yang lugas, gelap, dan sarat simbol, puisi ini menantang kita untuk bertanya kembali: siapa sebenarnya diri kita? Manusia, atau binatang yang hanya mengenakan topeng kemanusiaan?

Sepenuhnya Puisi
Puisi: Hutan Tantri
Karya: Sindu Putra

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.