Puisi: Hujan dan Kenangan-Kenangan (Karya Isbedy Stiawan ZS)

Puisi "Hujan dan Kenangan-Kenangan" karya Isbedy Stiawan ZS adalah sebuah refleksi puitis tentang hujan yang memantik kenangan masa lalu.
Hujan dan Kenangan-Kenangan

(1)
setiap hujan datang aku selalu terkenang tentangmu
saat kau berlari ke bawah pohon, dan gigil tubuhmu
hingga ke ranting: menetas sebagai buah


(2)
pada hujan yang gugur mengguntur, aku terkenang pada gelombang
yang memburu tepian, menghanyutkan rumah jadi sampan
menuju kota dan kenangan-kenangan silam


(3)
apakah guntur dan hujan gugur akan kembali membawa wajahmu
ke depanku, sebagai perahu yang menepi di pantai?


(4)
sisakan hujan terakhir itu lalu akan kusimpan di telapak tanganku
kemudian kubawa untuk kujadikan halaman laut


(5)
setetes sisa hujan kusimpan di kelopak mataku
dan akan kuguyur lagi begitu kau pergi.

9 Juni 2010: 20.20

Analisis Puisi:

Puisi "Hujan dan Kenangan-Kenangan" karya Isbedy Stiawan ZS adalah sebuah refleksi puitis tentang hujan yang memantik kenangan masa lalu. Melalui metafora alam, terutama hujan, penyair menghidupkan kembali memori tentang seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya. Hujan dalam puisi ini bukan sekadar fenomena alam, melainkan jembatan antara kenangan dan kerinduan yang tak pernah sepenuhnya usai.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan dan kenangan akan seseorang yang telah pergi. Hujan menjadi medium untuk menyimpan dan menghidupkan kenangan tersebut, seolah hujan adalah pintu menuju masa lalu yang selalu terbuka setiap tetesnya jatuh.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah betapa kuatnya hubungan antara alam dan ingatan manusia. Hujan bukan sekadar air yang jatuh dari langit, melainkan perwujudan perasaan yang tak mampu diucapkan langsung. Penyair ingin menyampaikan bahwa kenangan, terutama tentang orang yang pernah dicintai, tak pernah benar-benar hilang. Setiap momen alam seperti hujan, guntur, dan gelombang selalu membawa bayang-bayang masa lalu yang sulit dilepaskan.

Puisi ini bercerita tentang bagaimana hujan selalu mengingatkan penyair pada seseorang yang pernah mengisi hidupnya. Setiap rinai hujan adalah pintu yang membuka kenangan-kenangan lama—dari sosok yang berlari meneduh di bawah pohon, hingga bayangan wajah yang terseret gelombang kenangan menuju pantai hati penyair. Puisi ini juga menggambarkan usaha penyair untuk menyimpan hujan terakhir sebagai simbol kenangan yang ingin tetap dipeluk erat, meski sosok itu telah pergi.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini melankolis, lirih, dan dipenuhi kerinduan yang mendalam. Ada kesan kesepian yang bercampur dengan rasa pasrah, seolah hujan menjadi satu-satunya cara bagi penyair untuk kembali merasakan kehadiran seseorang yang dirindukan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa kenangan adalah bagian dari kehidupan yang tak bisa dihapus begitu saja. Hujan mengajarkan bahwa ingatan bisa kembali dengan cara-cara yang sederhana, melalui bunyi rinainya atau dingin tetesnya. Puisi ini juga mengingatkan bahwa perpisahan tidak selalu berarti melupakan, karena kenangan justru tumbuh di ruang-ruang kosong setelah kepergian.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji yang mempertemukan alam dengan perasaan batin, seperti:
  • “kau berlari ke bawah pohon, dan gigil tubuhmu hingga ke ranting: menetas sebagai buah”, menghadirkan gambaran nyata sekaligus simbolik tentang tubuh yang dingin, pohon yang menjadi tempat berteduh, hingga ranting yang melahirkan buah kenangan.
  • “hujan gugur mengguntur, memburu tepian, menghanyutkan rumah jadi sampan”, membentuk imaji visual tentang hujan yang keras dan kenangan yang mengalir seperti air.
  • “setetes sisa hujan kusimpan di kelopak mataku”, menciptakan gambaran air mata yang menyimpan seluruh perasaan.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “rumah jadi sampan”, mengibaratkan rumah sebagai sampan yang terombang-ambing kenangan.
  • Personifikasi: “guntur dan hujan gugur membawa wajahmu”, memberikan sifat manusia pada alam.
  • Simbolisme: Hujan sebagai simbol kenangan dan perasaan yang tersimpan.
  • Hiperbola: “kusimpan hujan di telapak tanganku”, sebuah penggambaran berlebihan tentang betapa kuatnya penyair ingin mengabadikan kenangan tersebut.

Puisi: Tragedi
Puisi: Hujan dan Kenangan-Kenangan
Karya: Isbedy Stiawan ZS

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.