Analisis Puisi:
Tema utama dalam puisi ini adalah kegelisahan sosial dan keterasingan manusia di tengah kehidupan kota. Kota yang digambarkan bukan sekadar tempat tinggal fisik, melainkan sebuah simbol dari keterpecahan, kesepian, dan konflik batin yang dirasakan manusia modern.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi "Fragmen Kota" adalah kritik terhadap kehidupan kota yang semakin individualis dan penuh ketidakpedulian. Hubungan antarmanusia semakin renggang, di mana setiap orang sibuk mengejar kebahagiaan pribadi, sementara rasa kebersamaan semakin memudar.
Selain itu, puisi ini juga menyiratkan kegelisahan batin terhadap luka-luka sosial yang tak pernah sembuh. Dendam, ketidakpercayaan, dan saling curiga menjadi bagian dari keseharian, seolah-olah menjadi warisan yang terus dipelihara. Meski ada keinginan untuk berdamai, tetapi bayang-bayang luka dan pengkhianatan masih terus membekas.
Puisi ini bercerita tentang fragmen kehidupan di kota, yang diisi oleh kegelisahan malam, dialog-dialog batin, rasa terasing, dan kesadaran tentang relasi sosial yang rapuh. Kota menjadi simbol tempat tinggal bersama yang kehilangan makna kebersamaan.
Penyair menghadirkan sosok "aku" dan "saudara" sebagai representasi manusia kota yang sama-sama menanggung luka sosial dan hidup dalam ketidakpercayaan. Rumah-rumah kota diibaratkan kuyu dan masa bodoh, simbol ketidakpedulian dan ketidakberdayaan menghadapi realitas sosial.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa muram, penuh kegelisahan, dan sarat luka batin. Ada perasaan hampa dan cemas yang terus menyelimuti, seolah malam di kota adalah cermin dari kegelisahan dan kesepian yang tak bertepi.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang disampaikan puisi ini adalah pentingnya menjaga rasa kebersamaan dan peduli antar sesama di tengah kehidupan kota yang individualistis. Penyair mengingatkan bahwa dendam dan luka sosial yang dipelihara hanya akan memperpanjang penderitaan, sementara memaafkan dan mengalah adalah jalan menuju kedamaian.
Selain itu, puisi ini juga mengajak pembaca merenungkan kembali arti hidup bermasyarakat, di mana kepercayaan dan solidaritas semestinya menjadi fondasi, bukan justru saling mencurigai dan menyakiti.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji yang cukup kuat, di antaranya:
- Imaji visual: "malam melambungkan warna cadarnya" menghadirkan gambaran malam kota yang kelam dan misterius.
- Imaji pendengaran: "kudengarkan sahabat dalam diam" menciptakan suasana senyap yang penuh makna.
- Imaji perasaan: "dada-dada kebenaran yang luka" menghadirkan rasa perih dan kecewa akibat pengkhianatan sosial.
Majas
Beberapa majas yang terlihat dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: "fragmen kota" menggambarkan bahwa kota tidak lagi utuh sebagai ruang kebersamaan, melainkan hanya serpihan-serpihan kehidupan individual yang tercerai-berai.
- Personifikasi: "pintu jendelanya kuyu" memperlihatkan bahwa rumah-rumah kota seolah hidup dan ikut merasakan kesedihan penghuninya.
- Paradoks: "menebus dosa dan berdoa untuk musuh" menunjukkan ironi tentang manusia yang memendam dendam tetapi juga berusaha berdamai.
Puisi "Fragmen Kota" karya Sugiarta Sriwibawa adalah potret getir tentang kehidupan urban yang terpecah oleh individualisme, kecurigaan, dan kehilangan makna kebersamaan. Penyair dengan puitis mengajak kita untuk merenungkan kembali relasi sosial di kota, menyadari luka-luka lama yang tak pernah sembuh, dan mempertanyakan apakah masih ada ruang untuk memaafkan dan berdamai.
Puisi ini tidak hanya menjadi cermin kondisi kota, tetapi juga refleksi batin manusia modern yang haus makna di tengah hiruk-pikuk kesibukan dan keterasingan yang melingkupinya.