Analisis Puisi:
Puisi “Di Ketinggian Alifakovac” mengusung tema kenangan, luka sejarah, dan trauma perang. Melalui sudut pandang personal, penyair menghadirkan fragmen-fragmen kehidupan di Sarajevo, khususnya di kawasan Alifakovac, yang penuh jejak perang dan kesedihan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah tentang bagaimana perang menyisakan luka mendalam yang terus membekas, bahkan setelah bertahun-tahun berlalu. Kota lama Alifakovac, yang menjadi latar puisi, bukan sekadar tempat, melainkan simbol kenangan pahit, trauma kolektif, dan ketakutan yang diwariskan lintas generasi. Penyair menyelipkan refleksi bahwa perang tak sekadar merusak fisik kota, tetapi juga menghancurkan jiwa-jiwa yang tinggal di dalamnya.
Puisi ini bercerita tentang pengalaman menyaksikan kota lama Alifakovac di Sarajevo dari ketinggian, sambil mengenang tragedi perang yang pernah melanda kota tersebut. Penyair mengamati benda-benda tua yang menyimpan cerita, mengingat kembali ketakutan akan hujan mortir, serta bayang-bayang kematian yang membayangi kehidupan warga, termasuk sosok Fadila dan Nadini kecil yang menjadi simbol korban perang. Puisi ini menggabungkan personal memory dengan luka sejarah kolektif Sarajevo.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang tergambar dalam puisi ini adalah muram, sendu, sekaligus penuh ketegangan tersembunyi. Ada rasa getir yang mengendap di setiap detail—mulai dari aroma kopi hangus, bunyi lonceng gereja, hingga nisan-nisan putih yang berjajar di kuburan asing. Semua itu membentuk suasana melankolis sekaligus mencekam, seolah-olah perang masih membayangi meski sudah lama berlalu.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Beberapa amanat yang dapat dipetik dari puisi ini adalah:
- Perang menyisakan luka panjang, tidak hanya pada kota yang hancur, tetapi juga pada ingatan dan jiwa manusia.
- Kenangan pahit akan perang adalah peringatan agar tragedi serupa tidak terulang.
- Di balik sebuah kota tua yang tampak biasa, selalu ada cerita sejarah yang menyayat dan tidak boleh dilupakan.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji yang menggugah:
- Imaji visual: cerek tua, cangkir tembaga, jalur kuburan asing, nisan putih, dan batu jalan yang rengkah.
- Imaji penciuman: bau kopi hangus yang tercium di udara.
- Imaji pendengaran: dentang lonceng gereja dan gema mortir yang terus terngiang.
- Imaji perasaan: dingin yang menusuk meski musim yang datang seharusnya hangat.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: “ros Sarajevo” yang menjadi simbol luka berdarah sejarah.
- Personifikasi: “buih perasan anggur kering pada meja,” yang membuat anggur seperti hidup dan menyimpan kenangan.
- Hiperbola: “kau mengendap dari kolong ke kolong membekap kuat telinga Nadini kecil,” mempertegas ketakutan yang begitu intens saat perang.
- Simbolisme: cerek tua, talam tua, dan cangkir tembaga tua melambangkan kenangan dan masa lalu yang membekas.
Karya: Esha Tegar Putra
Biodata Esha Tegar Putra:
- Esha Tegar Putra lahir pada tanggal 29 April 1985 di Saniang Baka, Kabupaten Solok, Indonesia.