Puisi: Desember (Karya Acep Zamzam Noor)

Puisi "Desember" karya Acep Zamzam Noor bercerita tentang seorang individu yang berada di tangga gereja pada suatu sore di bulan Desember, ...
Desember

Pada suatu sore bulan Desember
Aku berdiri di tangga gereja
Ketika lonceng mengumandangkan sunyi
Dan serombongan burung dara
Menjengkal setiap ruang yang tersisa
Di antara patung-patung dan reruntuhan
Lalu semuanya kupahami sebagai perlambang agung
Seperti Isa dengan luka-lukanya yang kekal
Kubalut luka-luka dan kesepianku
Dengan baris-baris sajak

Dulu aku pernah sangat berdosa
Memetik buah kehidupan dari pohonnya di sorga
Tapi itulah dunia yang kemudian tersaji buatku
Aku mabuk dan menggedor-gedor ruang hampa
Sebagai pengembara yang terusir dan kehilangan
Tanah air. Ketika bulan Desember kembali menjumpaiku
Dengan kabut dan gerimisnya yang berhamburan
Aku masih mematung di tangga gereja itu
Kulihat seorang gadis muda menuruni anak-anak tangga
Dan cahaya samar menghijau pada setiap langkahnya

Kini aku terpejam mendengar suara-suara
Dalam kediamanku yang liar
Semak-semak dan rumputan basah di hutan
Bau tanah yang dilepaskan angin ladang
Desah pantai serta dengung serangga rawa-rawa
Semuanya seperti memanggil-manggilku lagi
Tapi aku sudah tersalib, mengeras dan retak-retak
Kurenungi setiap kemegahan dan kehancuran:
Perjalanan sejarah yang tersaruk-saruk
Cawan yang dituangi anggur dan darah

Tapi apakah artinya waktu dan ke mana
Hari-hariku akan pergi setelah ini? Aku merasa tegak
Di tengah puing-puing dan kuburan masa lalu
Aku merasa hidup bersama mayat-mayat dan hantu-hantu
Musim demi musim terus berganti
Seperti bertukarnya hidup dengan mati
Tinggal lonceng yang masih sesekali berdentang
Seekor kuda merah menggeliat di udara dan kulihat di sana
Sebuah sekarat dari kematian yang indah

1993

Sumber: Di Atas Umbria (1999)

Analisis Puisi:

Puisi "Desember" karya Acep Zamzam Noor adalah karya yang sarat akan refleksi spiritual, simbolisme, dan pencarian makna hidup. Dengan latar suasana bulan Desember, yang identik dengan perayaan dan perenungan, puisi ini menggambarkan perjalanan batin seorang individu yang merenungkan dosa, kehilangan, serta makna keberadaan.

Tema

Puisi ini mengusung tema perenungan hidup, dosa, dan pencarian makna eksistensi. Ada juga nuansa spiritualitas dan refleksi sejarah, terutama dengan referensi pada Isa, gereja, serta gambaran kehancuran dan kebangkitan kembali.

Makna Tersirat

Makna yang tersirat dalam puisi ini adalah perjalanan seseorang dalam menghadapi masa lalu, dosa, dan pencarian keselamatan atau pencerahan. Penyair seakan menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang telah melakukan kesalahan di masa lalu ("Dulu aku pernah sangat berdosa") dan kini berada dalam perjalanan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan.

Ada juga makna kehidupan yang terus berputar antara kebangkitan dan kehancuran. Hal ini tergambar dalam baris:

"Aku merasa hidup bersama mayat-mayat dan hantu-hantu / Musim demi musim terus berganti / Seperti bertukarnya hidup dengan mati."

Artinya, kehidupan adalah siklus yang berulang, di mana manusia harus menghadapi masa lalu, kehancuran, dan kebangkitan dalam berbagai bentuk.

Puisi ini bercerita tentang seorang individu yang berada di tangga gereja pada suatu sore di bulan Desember, merenungi masa lalunya yang penuh dosa, serta mencari makna dari kehancuran dan sejarah hidupnya. Ada nuansa keterasingan dan kehilangan yang mendalam, tetapi juga ada pencarian akan sesuatu yang lebih besar, seperti kebenaran atau pencerahan spiritual.

Suasana dalam Puisi

Puisi ini memiliki suasana yang melankolis, penuh refleksi, dan sarat dengan kesunyian. Lonceng gereja yang berdentang, kabut, gerimis, serta gambaran reruntuhan menambah kesan kesepian dan pencarian makna dalam puisi ini.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah bahwa setiap manusia memiliki masa lalu yang mungkin penuh dengan kesalahan, tetapi perjalanan hidup terus berjalan, memberikan kesempatan untuk refleksi dan pertumbuhan spiritual. Selain itu, puisi ini juga menunjukkan bahwa hidup selalu berada di antara kehancuran dan kebangkitan, seperti siklus yang terus berulang.

Imaji

  • Imaji visual → "Serombongan burung dara menjengkal setiap ruang yang tersisa di antara patung-patung dan reruntuhan." memberikan gambaran suasana gereja yang sunyi dan penuh kenangan.
  • Imaji suara → "Tinggal lonceng yang masih sesekali berdentang." menciptakan kesan sepi yang mendalam.
  • Imaji perasaan → "Aku merasa hidup bersama mayat-mayat dan hantu-hantu." menggambarkan kesepian dan keterasingan yang dirasakan tokoh dalam puisi.

Majas

  • Metafora → "Aku sudah tersalib, mengeras dan retak-retak." menggambarkan penderitaan dan perasaan kehilangan.
  • Personifikasi → "Seekor kuda merah menggeliat di udara." memberikan kesan mistis dan penuh simbolisme.
  • Simbolisme → "Cawan yang dituangi anggur dan darah." dapat merujuk pada perjamuan suci, pengorbanan, atau refleksi spiritual.
Puisi "Desember" karya Acep Zamzam Noor adalah puisi yang penuh perenungan tentang kehidupan, dosa, dan pencarian makna eksistensi. Dengan suasana melankolis, penyair menggambarkan perjalanan batin seseorang yang mengalami kehilangan, kebangkitan, serta refleksi terhadap sejarah dan kehidupan. Simbolisme yang kuat dalam puisi ini membuatnya kaya akan makna dan terbuka untuk berbagai interpretasi, menjadikannya sebuah karya yang mendalam dan penuh renungan.

Acep Zamzam Noor
Puisi: Desember
Karya: Acep Zamzam Noor

Biodata Acep Zamzam Noor:
  • Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
  • Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.