Dengan Rebab
(kepada seniman pura-pura)
Dalam gegap gempita hari pasar
kau gesek tali tegar rebabmu
mendayu menusuk segala pikuk
kau jelajah sampai yang tersuruk
senandung puja-puji mengiringi lagu
— rebabku indah suaranya merdu —
Andaikata
lengking senandung rebabmu meninggi
sampai orang kecut merasa nyeri
terseok lagi agar tak tuli.
Ketika berteriak seorang anak
— telinga kami telah pekak
kami mau berjual beli —
kau gesek rebabmu lebih keras lagi
kau iringi dengan teriak membentak
— kau tak mengerti seni, hai budak —
10 Juni 1950
Analisis Puisi:
Tema utama dalam puisi ini adalah pertentangan antara seni dan kebutuhan hidup praktis. Puisi ini menggambarkan konflik antara seniman yang ingin dihargai karyanya dan masyarakat yang lebih peduli pada urusan ekonomi sehari-hari.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini berkaitan dengan kritik terhadap seniman yang merasa karyanya paling mulia, namun lupa memahami kebutuhan dan kenyataan hidup masyarakat yang ia hadapi.
Melalui gambaran pemain rebab di tengah hiruk-pikuk pasar, A.A. Navis menyindir kesombongan sebagian seniman yang menganggap seni adalah segalanya, tanpa menyadari bahwa masyarakat memiliki kebutuhan hidup yang lebih mendesak. Ada pesan bahwa seni seharusnya tidak terlepas dari realitas sosial, melainkan memahami dan bersinergi dengan kebutuhan rakyat.
Puisi ini bercerita tentang seorang pemain rebab yang memainkan alat musiknya di tengah pasar yang ramai. Dengan penuh kebanggaan, ia menganggap suara rebabnya indah dan layak dipuja. Namun, di sisi lain, pengunjung pasar tidak peduli, mereka datang untuk berjual beli.
Ketika seorang anak kecil mengeluh bahwa suara rebab itu mengganggu telinga, sang pemain rebab justru memainkannya lebih keras, disertai teriakan marah bahwa orang-orang tak paham seni. Inilah ironi tentang kesenjangan antara seniman yang merasa dirinya agung dengan realitas masyarakat yang lebih peduli pada kebutuhan hidup konkret.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa gaduh dan penuh ketegangan. Ada hiruk-pikuk pasar, suara rebab yang mendayu tapi menusuk, suara teriakan dan keluhan, hingga bentakan marah dari pemain rebab. Suasana konfliktual ini menggambarkan tabrakan antara dua dunia: dunia seni dan dunia nyata masyarakat kecil.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang disampaikan puisi ini adalah bahwa seni seharusnya memahami konteks sosialnya. Seni tidak berdiri sendiri di menara gading, melainkan hidup bersama masyarakat yang punya kebutuhan nyata.
Seniman tidak boleh merasa paling benar dan menganggap orang yang tidak memahami karyanya sebagai budak tak berbudaya. Sebaliknya, seniman yang baik adalah yang mampu menyuarakan realitas dan menjembatani seni dengan kebutuhan hidup rakyat.
Imaji
Puisi ini menghadirkan beberapa imaji yang kuat:
- Imaji suara: suara rebab yang mendayu dan menusuk, kebisingan pasar, teriakan marah pemain rebab.
- Imaji penglihatan: hiruk-pikuk pasar, orang-orang yang berjual beli, anak kecil yang mengeluh.
- Imaji perasaan: ketegangan antara pemain rebab yang sombong dan masyarakat yang terganggu.
Imaji-imaji ini menghidupkan suasana pasar yang riuh dan menggambarkan konflik batin antara seni dan kebutuhan hidup praktis.
Majas
Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini:
- Personifikasi: rebab yang mendayu dan menusuk segala pikuk.
- Ironi: seniman yang merasa mulia justru merendahkan rakyat.
- Metafora: rebab yang digambarkan seperti suara kebanggaan, simbol seni yang diagungkan berlebihan.
- Sarkasme: ejekan “hai budak” mencerminkan penghinaan kepada rakyat kecil yang dianggap tak paham seni.
Puisi "Dengan Rebab" karya A.A. Navis adalah puisi yang sarat kritik sosial dan budaya. Navis tidak hanya menggambarkan kesenjangan antara dunia seni dan dunia nyata, tetapi juga mengingatkan bahwa seni sejati adalah seni yang memahami suara rakyat, bukan sekadar kebanggaan pribadi seniman.
Dengan gaya sindiran khasnya, Navis mengajak kita merenung: apakah seni yang tinggi nilainya, jika tidak bisa menyentuh dan berbicara kepada rakyat banyak?
Puisi: Dengan Rebab
Karya: A.A. Navis
Biodata A.A. Navis:
- A.A. Navis (Haji Ali Akbar Navis) lahir di Kampung Jawa, Padang Panjang, Sumatra Barat, pada tanggal 17 November 1924.
- A.A. Navis meninggal dunia di Padang, Sumatra Barat, pada tanggal 22 Maret 2003 (pada usia 78 tahun).
- A.A. Navis adalah salah satu sastrawan angkatan 1950–1960-an.