Cinta
Keasyikan sepanjang jalan-jalan kota
cium dan pelukan yang tercuri di gang-gang senyap
Makna yang tak termuat dalam kata
bermain pasir dan ombak, hari-hari kita
pesiar di pantai mengukur debur laut dengan gemuruh dada
Jam-jam gairah di semak-semak taman bunga
sepi kaki pegunungan, mendaki bukit-bukit tua
O, segala yang bersamamu kukenal dan kukinyam
cinta remaja yang lawat terlambat, terkecap kembali
Kita habiskan perjalanan-perjalanan panjang
senantiasa tanpa rencana, senantiasa enggan buru-buru pulang
Cumbuan sambil kucing-kucingan dengan penjaga
di gang-gang sempit candi-candi tua. Saat-saat terperanjat
dikejuti gembala-gembala kambing di padang-padang tepi desa yang senyap
tak kurang mesranya ketika di balik dinding-dinding villa
O, segairah apapun cumbuan tak seindah pengalaman
ketika masing-masing kita tak bisa leluasa dimana dan kapan
sehingga terpaksa mencuri-curi kesempatan
demikian mendebarkan, demikian setiap kenikmatan
sesuatu yang terkinyam sebagai hasil curian
Ingatkah engkau pesiar mengasyikkan ke gunung-gunung jauh
mendaki bukit-bukit di antara rimbun kebun-kebun teh pegunungan
hujan dan dingin cuaca tak juga bikin panas dada jadi teduh
kita kawinkan sepi, nafsu dan cintakasih tanpa upacara
memberi dan menerima, kehilangan dan menemukan
ada yang senantiasa tak pernah bosan kita kinyam
Aduhai cinta, semakin berperintang makin cepat matang
dalam nikmat gairah kitalah satu makhluk dua punggung
hidup terasa lebih sederhana tanpa pertimbangan-pertimbangan terselubung.
Sumber: Horison (Agustus, 1973)
Analisis Puisi:
Puisi “Cinta” mengangkat tema cinta yang penuh gairah dan kebebasan, namun juga disertai dengan ketegangan dan kenikmatan dalam pencurian kesempatan. Tema ini menggambarkan pengalaman cinta yang mendalam, namun tidak selalu berjalan mulus dan terencana. Cinta yang hadir dalam setiap momen yang intens, penuh dengan godaan dan petualangan yang penuh gairah.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah bahwa cinta itu bukan hanya tentang kebersamaan yang sempurna, tetapi juga tentang keberanian untuk mengejar momen-momen yang penuh gairah dan spontanitas. Ada perasaan terlarang dan terlarang yang terbungkus dalam cumbuan yang dilakukan dalam kerahasiaan—mencuri kesempatan di tengah-tengah keterbatasan dan ketegangan, namun tetap menghadirkan kenikmatan yang dalam dan abadi.
Puisi ini bercerita tentang sepasang kekasih yang menjalani petualangan cinta yang penuh gairah. Mereka melakukan perjalanan bersama, baik itu di pantai, taman bunga, pegunungan, atau candi-candi tua, setiap tempat menjadi saksi bisu dari keintiman mereka. Ada semacam keseruan dalam kebersamaan yang diliputi gairah, meski terkadang terhalang oleh keterbatasan waktu dan tempat. Perjalanan cinta ini terasa seperti sebuah petualangan tanpa rencana, tanpa keinginan untuk buru-buru kembali ke kenyataan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini penuh dengan keintiman dan ketegangan, namun juga ada unsur romantis dan petualangan. Cinta digambarkan sebagai sesuatu yang terus berkembang di tempat-tempat tersembunyi—di gang-gang sempit, di candi-candi tua, hingga di puncak-puncak gunung yang sunyi. Ada kesan keindahan dan kerinduan yang mendalam dalam setiap petualangan tersebut, tetapi juga perasaan terlarang dan penuh gairah yang hadir dalam setiap momen bersama.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang terkandung dalam puisi ini adalah bahwa cinta itu bukan selalu tentang kesempurnaan, tetapi tentang menikmati setiap detik dalam kebersamaan meskipun terkadang terhalang oleh keterbatasan. Cinta itu bergelora dan penuh gairah, dengan kebebasan yang ditemukan dalam setiap kesempatan yang tercuri, tanpa memikirkan pertimbangan-pertimbangan besar. Puisi ini mengingatkan kita bahwa cinta adalah tentang menikmati perjalanan, tanpa terburu-buru untuk sampai ke tujuan.
Imaji
Puisi ini menghadirkan berbagai imaji yang kuat, seperti:
- Imaji tempat: pantai, semak-semak taman bunga, pegunungan, dan candi-candi tua, yang menggambarkan latar belakang petualangan cinta yang penuh gairah.
- Imaji waktu: senantiasa tanpa rencana, senantiasa enggan buru-buru pulang, menciptakan kesan kebebasan dalam cinta.
Majas
Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini adalah:
- Metafora: mencuri-curi kesempatan, menggambarkan bahwa cinta dalam puisi ini adalah sesuatu yang harus diperjuangkan, sering kali tersembunyi atau tak terduga.
- Personifikasi: hujan dan dingin cuaca tak juga bikin panas dada jadi teduh, memberikan kesan bahwa alam pun ikut merasakan gelora perasaan dalam cinta.
- Paralelisme: penggunaan pengulangan dalam kalimat seperti "kutelan teguk terakhir" yang menekankan berulangnya momen-momen penting dalam perjalanan cinta.
Puisi “Cinta” karya Ragil Suwarna Pragolapati menggambarkan bahwa cinta adalah perjalanan yang penuh gairah dan ketegangan, tetapi juga keindahan dan kebebasan. Cinta tidak harus terencana dan sering kali hadir dalam momen-momen yang penuh keberanian dan kenikmatan.
Karya: Ragil Suwarna Pragolapati
Biodata Ragil Suwarna Pragolapati:
- Ragil Suwarna Pragolapati lahir di Pati, pada tanggal 22 Januari 1948.
- Ragil Suwarna Pragolapati dinyatakan menghilang di Parangtritis, Yogyakarta, pada tanggal 15 Oktober 1990.
- Ragil Suwarna Pragolapati menghilang saat pergi bersemadi ke Gunung Semar. Dalam perjalanan pulang dari kaki Gunung Semar menuju Gua Langse (beliau berjalan di belakang murid-muridnya) tiba-tiba menghilang. Awalnya murid-muridnya menganggap hal tersebut sebagai kejadian biasa karena orang sakti lumrah bisa menghilang. Namun, setelah tiga hari tiga malam tidak kunjung pulang dan dicari ke mana-mana tidak diketemukan. Tidak jelas keberadaannya sampai sekarang, apakah beliau masih hidup atau sudah meninggal.
- Dikutip dari Leksikon Susastra Indonesia (2000), pada masa awal Orde Baru, Ragil Suwarna Pragolapati pernah ditahan tanpa proses pengadilan karena melakukan demonstrasi.
- Ragil Suwarna Pragolapati sering terlibat dalam aksi protes. Berikut beberapa aksi yang pernah diikuti: Menggugat Mashuri, S.H., Menteri PK, 1968. Memprotes Pemda Yogya, kasus Judi, 1968. Menggugat manipulasi dan korupsi, 1970-1971. Aksi memprotes Golkarisasi, 1970-1972. Memprotes Taman Mini Indonesia Indah (TMII), 1971-1972. Aksi menggugat SPP, 1971-1972. Aksi menolak televisi warna, 1971-1973. Aksi menolak komoditas Jepang, 1971-1974. Protes breidel pers 1977-1978.