Puisi: Birahi Biru (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Tema utama dalam puisi "Birahi Biru" menyelami hubungan antara cinta fisik, birahi, dan dimensi batin yang lebih dalam—cinta yang tidak hanya ....
Birahi Biru

malam tiba
purnama mengurai rambut di jendela
aku susuri pesona suara serangga
sayap sayap malaikat bergetar
perjalanan kau guratkan
pada tapak tanganku

aku rindu kau
aku jauhi kau

kupahami ngilu
memusar dalam darah adamku

purnama jatuh
separuh digigit kelelawar buah
separuh hanyut membawa hayatku
aku termangu
menghitung rindu yang tak henti gugur
sejauh perjalanan memburumu

kelelawar memuntahkan remah purnama
serbuk sari telah terbenam di kepala putik
perkawinan?
kau tak jenuh meneliti gurat keningku
di situkah muara rahasiaku
belum seluruh lekukmu kupahami
aku rebah pada altar suci

apa lagi yang rahasia
o, birahi biru. altar suci
aku terkapar dalam nikmat
dalam sakit
gerigi waktu beradu
kau seperti ada. aku seperti tiada

mawar mekar
kau hablur
aku lebur

1998

Sumber: Impian Usai (2007)

Analisis Puisi:

Tema utama dalam puisi "Birahi Biru" adalah cinta, kerinduan, dan pergulatan batin yang sarat hasrat dan spiritualitas. Puisi ini menyelami hubungan antara cinta fisik, birahi, dan dimensi batin yang lebih dalam—cinta yang tidak hanya bersifat jasmani tetapi juga menyentuh ranah jiwa.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini menggambarkan bahwa cinta dan kerinduan bukan sekadar urusan fisik, tetapi juga membawa seseorang dalam perjalanan batin yang kompleks. Ada rasa ingin memiliki, namun juga ketakutan akan kehilangan.

Birahi biru yang disebutkan dalam puisi bukan hanya nafsu semata, melainkan sebuah metafora tentang kerinduan mendalam yang spiritual dan menyakitkan. Penyatuan fisik menjadi simbol dari pencarian makna diri, cinta sejati, dan penerimaan akan misteri kehidupan.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang merasakan cinta dan kerinduan yang begitu mendalam, diliputi gejolak birahi yang sekaligus indah dan menyakitkan.

Lewat gambaran purnama, kelelawar, dan altar suci, puisi ini merangkai perjalanan cinta yang penuh gairah, pencarian makna, hingga akhirnya melebur dalam kepasrahan dan penerimaan.

Birahi biru dalam konteks ini bisa dimaknai sebagai rindu yang bercampur dengan luka dan harapan, perpaduan antara cinta duniawi dan spiritualitas yang transenden.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini puitis, sensual, magis, sekaligus melankolis. Ada perasaan rindu yang menggebu, kerinduan yang menyakitkan, dan juga ketidakpastian yang misterius.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang tersirat adalah bahwa cinta sejati bukan hanya soal pertemuan fisik, melainkan juga pencarian makna batin yang lebih dalam. Dalam cinta, ada kerinduan, gairah, luka, dan penerimaan, yang semuanya menyatu menjadi pengalaman spiritual manusia.

Melalui cinta, manusia belajar tentang menerima diri, menerima yang lain, dan merelakan yang tak bisa dimiliki sepenuhnya.

Imaji

Puisi ini sangat kaya akan imaji visual dan sensorik yang memikat, seperti:
  • Purnama mengurai rambut di jendela — menghadirkan imaji malam yang romantis sekaligus mistis.
  • Kelelawar memuntahkan remah purnama — menciptakan gambaran langit malam yang penuh simbol dan rahasia.
  • Sayap-sayap malaikat bergetar — memberikan kesan spiritual yang halus dan mistis.
  • Serbuk sari dan kepala putik — simbolisasi perkawinan atau penyatuan cinta yang sensual.
  • Gerigi waktu beradu — menghadirkan imaji waktu yang bergerak tajam, seolah waktu adalah mesin yang menggilas perasaan.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: Birahi biru, altar suci, dan serbuk sari telah terbenam di kepala putik melukiskan cinta dan hasrat dalam bentuk simbol yang puitis.
  • Personifikasi: Purnama jatuh separuh digigit kelelawar buah, menghadirkan bulan sebagai makhluk hidup yang bisa jatuh dan digigit.
  • Paralelisme: Pengulangan frasa aku rindu kau, aku jauhi kau yang memperkuat konflik batin antara ingin memiliki dan ingin melupakan.
  • Hiperbola: Aku terkapar dalam nikmat, dalam sakit, memberikan kesan bahwa cinta itu seindah-indahnya kenikmatan dan sekaligus menyakitkan.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Birahi Biru
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.