Puisi: Bertelur (Karya Joko Pinurbo)

Puisi “Bertelur” karya Joko Pinurbo mengangkat tema tentang proses kreatif seorang penyair dalam melahirkan karya sastra, serta pergulatan batin ...
Bertelur

Dengan perjuangan berat, alhamdulillah akhirnya aku
bisa bertelur. Telurku lahir dengan selamat,
warnanya hitam pekat.

Aku ini seorang peternak: saban hari
mengembangbiakkan kata, dan belum kudapatkan kata
yang bisa mengucapkan kita.

Kata yang kucari, konon, ada di dalam telurku ini.

Kuperam telurku di ranjang kata-kata yang sudah lama
tak lagi melahirkan kata. Kuerami ia saban malam
sampai tubuhku demam dan mulutku penuh igauan.

Kalau aku lagi asyik mengeram, diam-diam telurku
suka meloncat, memantul-mantul di lantai,
kemudian menggelinding pelan ke toilet,
dan ketika hampir saja nyemplung ke lubang kloset
cepat-cepat ia kutangkap dan kubawa pulang ke ranjang.

Mana telurku? Tiba-tiba banyak orang merasa
kehilangan telur dan mengira aku telah mencurinya
dari ranjang mereka.

Ah telur kata, telur derita, akhirnya kau menetas juga.
Kau menggelembung, memecah, memuncratkan darah.
Itu bukan telurku!

2001

Sumber: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi (2016)

Analisis Puisi:

Puisi “Bertelur” karya Joko Pinurbo mengangkat tema tentang proses kreatif seorang penyair dalam melahirkan karya sastra, serta pergulatan batin yang menyertai proses tersebut. Dalam puisi ini, Joko Pinurbo menggunakan metafora bertelur sebagai simbol dari melahirkan puisi atau kata-kata.

Makna Tersirat

Di balik narasi jenaka tentang telur yang hitam pekat, puisi ini menyiratkan bahwa melahirkan karya sastra bukanlah proses yang mudah dan sederhana. Itu adalah perjuangan panjang dan melelahkan, penuh rasa sakit, kegelisahan, bahkan ketakutan. Penyair harus mengembangkan, merawat, dan mengerami kata-kata dengan sepenuh jiwa, hingga akhirnya melahirkan sebuah karya yang belum tentu sesuai harapan.

Makna lain yang tersirat adalah kegelisahan eksistensial seorang penyair dalam mencari makna "kita" — yaitu suara bersama yang mampu mewakili pengalaman kolektif manusia, bukan sekadar suara personal sang penyair.

Puisi ini bercerita tentang perjuangan seorang penyair melahirkan puisi, yang digambarkan sebagai telur hitam pekat yang harus dierami dengan penuh cinta, derita, dan kegilaan. Namun, ketika akhirnya telur itu menetas, yang keluar bukanlah sesuatu yang indah atau sempurna, melainkan sesuatu yang asing, penuh darah, dan membawa luka. Bahkan, telur tersebut menjadi sumber konflik karena banyak orang mengklaim telur itu sebagai milik mereka.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa jenaka, absurd, sekaligus getir. Ada unsur humor khas Joko Pinurbo dalam menggambarkan telur yang menggelinding ke toilet, tetapi di balik kelucuan itu, terasa ada kegelisahan mendalam tentang proses kreatif yang penuh penderitaan dan ketidakpastian.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Pesan yang tersirat dalam puisi ini adalah bahwa melahirkan karya adalah proses panjang yang melelahkan dan tidak selalu berujung bahagia. Penyair harus siap menghadapi rasa sakit, kehilangan, dan bahkan tuduhan-tuduhan dari pihak lain. Namun, karya yang lahir dari kegelisahan dan penderitaan justru menjadi cermin kejujuran batin seorang kreator.

Imaji

Puisi ini menghadirkan banyak imaji menarik dan absurd yang khas Joko Pinurbo:
  • Telur hitam pekat — Imaji visual yang melambangkan kata-kata yang lahir dari pergulatan batin.
  • Telur meloncat dan menggelinding ke toilet — Imaji gerakan yang lucu sekaligus menyiratkan ketidakberdayaan.
  • Telur memecah dan memuncratkan darah — Imaji tragis yang menggambarkan betapa sakitnya proses melahirkan karya.
  • Ranjang kata-kata yang mandul — Imaji tentang kreativitas yang mandek dan perasaan buntu.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: "Telur" sebagai simbol karya sastra atau puisi.
  • Personifikasi: Telur digambarkan bisa meloncat, memantul, dan menggelinding.
  • Hiperbola: Kecemasan berlebihan tentang telur yang hilang dan tuduhan mencuri telur.
  • Simbolisme: Telur hitam pekat melambangkan proses kreatif yang gelap dan penuh kegelisahan.
Puisi “Bertelur” adalah contoh cemerlang bagaimana Joko Pinurbo menyatukan humor, absurditas, dan refleksi eksistensial ke dalam satu rangkaian kata yang sederhana, namun menyimpan lapisan makna yang begitu dalam. Puisi ini tidak hanya tentang proses menulis, tetapi juga tentang perjuangan manusia menemukan dan melahirkan makna di tengah kekacauan dunia.

"Puisi: Bertelur (Karya Joko Pinurbo)"
Puisi: Bertelur
Karya: Joko Pinurbo

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Apakah Kebahagiaan Itu? Ia tidak suka ditanya "apakah kebahagiaan itu?" Kebahagiaan itu kancing yang rontok dan jatuh berdenting di lantai ketika malam dan hujan menyusupka…
  • Bola Permainan sudah selesai. Perburuan tak akan usai. Kostum, bendera, spanduk bertebaran di pinggir arena. Ribuan penonton telah pulang meninggalkan stadion, tempat yang ka…
  • Ibuku Ibu suka membacakan buku untuk menghantar tidurku. Aku terbuai mendengarkan ibu dan buku, mendengarkan ibuku, sambil membayangkan dan b…
  • Pohon Bungur : Anno 1968-1973 Pohon bungur di puncak bukit dalam naungan senja. Bunga-bunganya berceceran dihirup angin selatan. Poho…
  • Buah Bulan Duduk sendirian di bawah pohon cemara, peri waktu yang kesepian menimang-nimang buah bulan yang hijau muda. Buah bulan ditaruh di atas meja, dikupas, dibelah-bela…
  • Ingatan Hujan masih mengingat saya walau saya tak punya lagi daun hijau yang sering dicumbunya dengan gila sampai saya terengah-engah menah…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.