Belajar Mencintai Sunyi
Sebenarnya tak pernah kuduga, di sudut
dingin diam-diam menggelayut. Berhasrat
jadi kata seraya berharap akan tercatat
serangkaian perjalanan dengan waktu yang dirajut
Bagaimana akan belajar mencintai sunyi
kalau sebagian rasa terbenam di sungai mengarus
tapi riak-riaknya terdiam tak berbunyi
wajahku nampak murung dan kurus
bermain dari satu musim ke musim yang lain
serupa aruh bermain di danau batin
dalam ingatan: sendiri tercekam
sunyi terasa menusuk menghunjam
Sunyi dilahirkan berulang-ulang
selalu bertemu serupa mendidihkan air tiap pagi
menyeduh segelas kopi sebelum pergi
lalu aku berbagi: secangkir untuk rindu dan sunyi
sisanya diam-diam kubawa pulang.
Parepare, 2020
Analisis Puisi:
Tema utama dalam puisi “Belajar Mencintai Sunyi” adalah kerinduan dan proses introspeksi diri di tengah kesunyian. Puisi ini mengungkapkan tema belajar menghadapi dan mencintai sunyi, serta bagaimana kesendirian dan keheningan bisa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan, meskipun pada awalnya terasa penuh kesulitan dan kesedihan.
Makna Tersirat
Makna yang tersirat dalam puisi ini menggambarkan konflik batin seseorang yang mencoba berdamai dengan kesunyian. Meski kesunyian itu datang dengan rasa kesepian dan kehampaan, puisi ini juga menunjukkan usaha untuk menghadapinya dengan cara yang lebih tenang dan menerima. Kesunyian tidak hanya menjadi sesuatu yang menakutkan atau menyakitkan, tetapi juga bisa menjadi bagian dari proses pendewasaan dan penerimaan diri.
Puisi ini bercerita tentang perjuangan batin seorang individu yang mencoba belajar untuk mencintai kesunyian. Penyair menggambarkan kesunyian sebagai sesuatu yang menggelayut, terpendam, dan terkadang penuh dengan rasa rindu serta perasaan yang terpendam dalam diri. Dalam proses ini, ada semacam ritual pribadi yang dilakukan, seperti menyeduh kopi setiap pagi, yang menjadi metafora bagi upaya menerima dan berbagi dengan kesunyian itu.
Penyair menggambarkan bagaimana sunyi datang berulang-ulang, seolah-olah menjadi bagian dari rutinitas hidup yang tidak bisa dihindari. Kesendirian ini diperlakukan dengan rasa penuh kasih meski pada awalnya terasa menusuk dan menyakitkan. Namun, seiring waktu, ada penerimaan bahwa sunyi adalah bagian dari proses hidup yang harus dijalani.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini sangat tenang dan penuh renungan, dipenuhi dengan kesendirian yang dalam dan penuh perasaan. Terdapat nuansa melankolis yang terasa sangat kental, terutama ketika penyair menggambarkan perasaan sunyi yang menusuk dan menghunjam. Suasana tersebut diperkuat dengan citraan seperti dingin, murung, dan kurus, yang mengarah pada kesan betapa dalamnya perasaan kesepian yang dirasakan. Namun, meskipun ada kesedihan, ada juga upaya untuk menyulam kedamaian dengan mengajak pembaca untuk mencintai sunyi dengan cara yang lebih lembut dan menerima.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan yang tersirat dalam puisi ini adalah bahwa kesunyian bukanlah sesuatu yang harus ditakuti atau dihindari, melainkan bisa menjadi bagian dari proses pencarian diri dan penerimaan. Penyair mengajak pembaca untuk mencintai sunyi, meskipun dalam kesunyian itu terkandung perasaan-perasaan yang sulit, seperti kerinduan dan kesedihan. Namun, sunyi juga mengajarkan ketenangan dan memberi ruang bagi introspeksi dan penerimaan diri.
Selain itu, ada pesan bahwa dalam proses belajar untuk mencintai sunyi, kita bisa menemukan kedamaian yang sesungguhnya, bahkan jika itu hanya dalam bentuk secangkir kopi yang diminum sendiri di pagi hari.
Imaji
Puisi ini menyajikan imaji yang kuat dalam menggambarkan pengalaman batin:
- Sunyi yang menggelayut dan mengharapkan menjadi kata.
- Sungai yang mengarus dengan riak-riaknya yang terdiam.
- Musim yang berganti, seperti perasaan yang datang dan pergi.
- Danau batin yang menggambarkan kedalaman perasaan kesendirian.
- Secangkir kopi yang menjadi simbol kebersamaan dengan kesunyian dan kerinduan.
Imaji ini memperkuat kesan melankolis yang muncul sepanjang puisi, menciptakan gambaran yang terasa nyata dan mengena pada perasaan pembaca.
Majas
Puisi ini menggunakan berbagai majas yang memberikan kedalaman pada pesan yang ingin disampaikan, di antaranya:
- Metafora: "Danau batin" yang menggambarkan perasaan terdalam penyair tentang kesunyian dan kerinduan.
- Personifikasi: Kesunyian yang “menggelayut” dan memiliki hasrat untuk menjadi kata, memberi kesan bahwa kesunyian adalah entitas hidup yang bisa merasakan dan berkeinginan.
- Paralelisme: Pengulangan frasa seperti "Sunyi dilahirkan berulang-ulang" yang memberi kesan bahwa kesunyian adalah proses yang berulang dan tidak bisa lepas dari kehidupan.
- Simbolisme: Secangkir kopi, yang bukan hanya sekedar minuman, melainkan simbol dari ritual untuk berbagi kesunyian dan menerima perasaan yang hadir dalam kesendirian.
Puisi “Belajar Mencintai Sunyi” karya Tri Astoto Kodarie menyajikan proses batin seorang individu yang berusaha berdamai dengan kesunyian. Meskipun sunyi bisa terasa menyakitkan dan penuh kesendirian, puisi ini mengajak kita untuk belajar mencintai dan menerima kesunyian sebagai bagian dari hidup. Dengan menggunakan imaji yang kuat dan majas yang kaya, penyair menggambarkan bagaimana sunyi bukan hanya menghadirkan kerinduan, tetapi juga ketenangan yang bisa membawa pemahaman diri yang lebih dalam.
Puisi ini adalah undangan untuk berhenti sejenak dalam kehidupan yang sibuk dan menghayati makna kesunyian yang pada akhirnya akan mengarah pada penerimaan dan kedamaian batin.
Puisi: Belajar Mencintai Sunyi
Karya: Tri Astoto Kodarie
Biodata Tri Astoto Kodarie:
- Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Maret 1961.