1962
Analisis Puisi:
Tema utama puisi "Almanak" adalah waktu, sejarah, dan luka kemanusiaan akibat perang. Goenawan Mohamad mengangkat bagaimana sejarah yang kelam — terutama berkaitan dengan tragedi perang dan kehancuran — terus menghantui dan membentuk perjalanan waktu yang kita jalani.
Makna Tersirat
Puisi ini menyiratkan bahwa sejarah bukan sekadar catatan masa lalu yang usang, melainkan sesuatu yang hidup dan terus memengaruhi hari ini dan masa depan.
Lewat gambaran bom, darah, dan kehancuran Asia dari arah Nagasaki, Goenawan mengingatkan bahwa sejarah perang dunia dan tragedi kemanusiaan adalah bagian dari almanak kehidupan yang harus terus dibaca dan direnungkan.
Di sisi lain, puisi ini juga menyiratkan keraguan eksistensial tentang masa depan manusia, apakah masih ada harapan atau justru hanya kecemasan yang membayangi.
Puisi ini bercerita tentang percakapan manusia dengan sejarah, tentang bagaimana seorang penyair membacakan sajak di tengah malam yang sunyi, sembari mengingat luka-luka kemanusiaan yang telah ditorehkan sejarah.
Di tengah kesenyapan malam, bom dan darah menjadi bayang-bayang yang menyusup ke dalam ketenangan semu.
Puisi ini juga menghadirkan refleksi tentang masa depan, tentang bagaimana manusia terus berjalan di bawah bayang-bayang sejarah yang kelam, tanpa tahu apakah yang mereka bawa adalah harapan atau ketakutan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa muram, penuh kegelisahan, suram, dan reflektif. Ada keheningan yang menakutkan, di mana sejarah kelam terus mengetuk di balik pintu malam.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat dari puisi ini adalah bahwa sejarah harus terus dibaca, dipahami, dan direnungkan.
Manusia tidak boleh melupakan tragedi-tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi, karena melupakan sejarah sama saja dengan membiarkan kesalahan yang sama terulang kembali.
Selain itu, puisi ini juga ingin menyampaikan bahwa di balik kehancuran dan luka sejarah, harapan harus tetap dibiarkan menyala, meski samar dan nyaris pudar.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji visual dan suasana, di antaranya:
- "bom jatuh di tengah malamku" — imaji kehancuran dan ketakutan yang menyusup dalam keheningan malam.
- "darah tetes di tengah sorga" — menciptakan kontras antara keindahan yang ideal dan kenyataan penuh luka.
- "lampu-lampu merah termangu" — menghadirkan gambaran malam yang muram dan cemas.
- "Asia yang hampir mati dari arah Nagasaki" — membangkitkan imaji sejarah kelam Perang Dunia II, terutama tragedi bom atom di Jepang.
- "malam berkepul dari bumi yang tak hendak tidur" — menciptakan kesan bumi yang gelisah, dihantui sejarah dan trauma.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini:
- Personifikasi: sejarah kuketuk pintunya, memberi gambaran sejarah seolah-olah hidup dan bisa diajak bicara.
- Metafora: darah tetes di tengah sorga, menggambarkan betapa surga yang ideal pun ternoda oleh kekejaman perang.
- Alegori: kita tak tahu (mungkin di sana ada bisik-bisik Asoka dan bising Zulkarnain dari jurang Makedonia), membawa pembaca ke perjalanan sejarah panjang yang melibatkan tokoh-tokoh besar dunia, menjadikan sejarah sebagai kisah panjang yang terus berbisik kepada kita.
- Repetisi: sekali lagi, sekali lagi, menekankan bagaimana sejarah dan tragedi seolah terus berulang.
Puisi: Almanak
Karya: Goenawan Mohamad
Biodata Goenawan Mohamad:
- Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
- Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.