Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Aku Rindu Mariyuana (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Aku Rindu Mariyuana" karya Wayan Jengki Sunarta mengangkat tema tentang kesepian, kegelisahan, dan pencarian pelarian dari realitas.
Aku Rindu Mariyuana

malam ini aku rindu mariyuana
namun hanya suara serak radio menjalar
seperti keluh nenek renta yang pikun

mata tak pejam
desir angin dan bisik dedaun
bikin aku makin asing
dari kenangan

hanya buku-buku tua
pada rak berdebu
mungkin di antaranya terselip surat cinta
atau bon-bon yang lama
tak terbayar

mata belum pejam
suara radio makin serak
serupa gerutu gagak
di pucuk pohon palam

pada cermin retak
aku cermati wajah
"keningmu makin penuh kerut
o, penyair!"

kulipat surat cinta kertas kusam
jadi burung bangau
hanya mengambang dan gemetar saja
terayun-ayun di lelangit kamar bercat biru

o, aku rindu mariyuana
puisi-puisimu begitu cerewet
dan membosankan
bakar! bakar saja!

malam ini, kau tahu,
aku hanya rindu mariyuana
menghisapnya perlahan
seraya melamunkan kekasih
di bawah purnama.

2004

Sumber: Impian Usai (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Aku Rindu Mariyuana" karya Wayan Jengki Sunarta mengangkat tema tentang kesepian, kegelisahan, dan pencarian pelarian dari realitas. Penyair menggambarkan kondisi batin seseorang yang merasa asing, kehilangan makna, dan merindukan sesuatu yang dapat menghibur atau membebaskannya dari kejenuhan.

Makna Tersirat

Secara tersirat, puisi ini mengungkapkan perasaan hampa dan pencarian cara untuk melarikan diri dari kenyataan. Kerinduan terhadap mariyuana dalam puisi ini bukan hanya secara harfiah, tetapi juga melambangkan keinginan untuk melupakan kegelisahan, kenangan yang menyakitkan, atau kehidupan yang monoton. Suara radio yang serak, buku-buku tua berdebu, serta cermin retak menggambarkan kondisi batin yang penuh kegundahan dan refleksi terhadap kehidupan yang terus berjalan tanpa gairah.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang mengalami malam panjang tanpa tidur, dihantui oleh kenangan dan perasaan gelisah. Ia merasa asing dalam hidupnya sendiri, mencari sesuatu yang bisa membuatnya merasa lebih baik—baik itu melalui mariyuana, surat cinta lama, atau sekadar melamunkan kekasih di bawah purnama. Ada perasaan jenuh terhadap dunia, terlihat dari penggalan "puisi-puisimu begitu cerewet dan membosankan, bakar! bakar saja!", yang menunjukkan keinginan untuk memberontak atau melepaskan diri dari sesuatu yang mengekangnya.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa muram, penuh kegelisahan, dan reflektif. Gambaran malam yang hening, suara radio serak, serta buku-buku tua yang berdebu menciptakan atmosfer kesepian dan kelelahan batin.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini bisa menjadi refleksi tentang bagaimana manusia sering kali mencari pelarian dari rasa sepi dan kegelisahan. Kehidupan yang monoton dan kenangan masa lalu yang menyakitkan dapat membuat seseorang ingin melupakan realitas, tetapi apakah pelarian tersebut benar-benar memberi solusi?

Imaji

  • Imaji pendengaran: "suara serak radio menjalar seperti keluh nenek renta yang pikun", "suara radio makin serak serupa gerutu gagak", menciptakan kesan suasana sepi yang diisi oleh suara-suara yang mengganggu.
  • Imaji visual: "pada cermin retak aku cermati wajah", memberikan gambaran tentang refleksi diri yang mendalam.
  • Imaji sentuhan: "hanya buku-buku tua pada rak berdebu", membangkitkan kesan keusangan dan kenangan lama yang mungkin telah dilupakan.

Majas

  • Metafora: "kulipat surat cinta kertas kusam jadi burung bangau", menggambarkan usaha sia-sia dalam mencoba menghidupkan kembali kenangan.
  • Personifikasi: "suara serak radio menjalar", menggambarkan suara radio seolah-olah memiliki kehidupan dan menyebar di ruangan.
  • Hiperbola: "puisi-puisimu begitu cerewet dan membosankan, bakar! bakar saja!", mengekspresikan kejenuhan terhadap puisi yang terasa mengekang atau tidak lagi bermakna.
Puisi "Aku Rindu Mariyuana" menggambarkan kegelisahan dan rasa sepi seseorang yang mencoba mencari pelarian dari realitas yang membosankan. Penyair menggunakan simbol mariyuana bukan hanya sebagai objek fisik, tetapi juga sebagai representasi dari pencarian kebebasan dan ketenangan dalam hidup yang terasa berat. Dengan suasana yang suram dan reflektif, puisi ini menjadi cerminan tentang bagaimana manusia berusaha menghadapi kesendirian dan kelelahan batin.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Aku Rindu Mariyuana
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.