Paradoks Kemajuan: Mengapa Kemiskinan Masih Bertahan di Tengah Pertumbuhan Ekonomi?

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia per September 2023 mencapai 9,36% dari total populasi, ...

Gedung pencakar langit menjulang tinggi, jalanan dipenuhi kendaraan mewah, pusat perbelanjaan selalu ramai. Perekonomian Indonesia terus tumbuh, membawa harapan akan kesejahteraan bagi semua. Namun, di balik gemerlapnya kota-kota besar, ada sisi lain yang kontras : masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, anak-anak yang terpaksa bekerja di jalanan, serta keluarga yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Indonesia memang mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil dalam beberapa dekade terakhir. Namun, mengapa masih banyak orang yang tertinggal? Apakah kemajuan ini benar-benar inklusif, atau hanya dinikmati oleh segelintir orang?

Ketimpangan: Akar Masalah yang Tak Kunjung Selesai

Kemiskinan bukan sekadar soal kurangnya uang. Ini adalah masalah struktural yang melibatkan akses terhadap pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, dan sistem ekonomi yang masih belum berpihak pada semua lapisan masyarakat.

Mengapa Kemiskinan Masih Bertahan di Tengah Pertumbuhan Ekonomi

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia per September 2023 mencapai 9,36% dari total populasi, setara dengan sekitar 25 juta jiwa. Sementara itu, Indeks Gini—indikator ketimpangan ekonomi—masih bertahan di angka 0,388, yang menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan masih cukup tinggi.

Salah satu penyebab utama kemiskinan yang bertahan di tengah kemajuan adalah distribusi kekayaan yang tidak merata. Sebagian besar sumber daya ekonomi masih terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok, sementara masyarakat miskin berjuang untuk mendapatkan akses terhadap peluang yang sama.

Selain itu, rendahnya akses terhadap pendidikan berkualitas juga menjadi faktor kunci. Banyak anak dari keluarga miskin yang harus putus sekolah karena keterbatasan biaya, padahal pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan taraf hidup. Mereka yang tidak memiliki ijazah atau keterampilan yang memadai sulit bersaing di dunia kerja, sehingga hanya bisa bekerja di sektor informal dengan penghasilan rendah.

Faktor lain adalah ketimpangan dalam akses modal dan peluang usaha. Banyak masyarakat miskin memiliki keterampilan dan keinginan untuk berwirausaha, tetapi mereka tidak memiliki akses ke modal yang cukup. Perbankan dan lembaga keuangan sering kali menetapkan syarat ketat untuk pinjaman, sehingga mereka yang tidak memiliki aset atau jaminan sulit mendapatkan bantuan keuangan.

Solusi: Pendekatan Berbasis Pemberdayaan

Mengatasi kemiskinan membutuhkan lebih dari sekadar bantuan sosial. Program bansos memang membantu dalam jangka pendek, tetapi untuk jangka panjang, masyarakat harus diberdayakan agar bisa mandiri secara ekonomi.

Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:

1. Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan

Pendidikan harus menjadi prioritas utama. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap anak, terutama dari keluarga miskin, mendapatkan akses ke pendidikan berkualitas secara gratis. Selain itu, pendidikan vokasi dan pelatihan keterampilan harus diperluas, terutama bagi mereka yang tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi.

Contoh yang bisa diterapkan adalah program pelatihan keterampilan berbasis industri atau digitalisasi, di mana masyarakat miskin diberikan akses untuk belajar coding, desain grafis, atau keterampilan lainnya yang memiliki prospek kerja tinggi.

2. Akses Modal dan Pendampingan Usaha

Banyak usaha mikro di Indonesia yang memiliki potensi besar tetapi terhambat oleh keterbatasan modal. Pemerintah dan sektor swasta perlu menciptakan skema pinjaman tanpa jaminan dengan bunga rendah bagi UMKM kecil. Selain itu, program pendampingan usaha harus diperkuat agar mereka tidak hanya mendapatkan modal, tetapi juga strategi bisnis yang berkelanjutan.

Contoh sukses dari program ini bisa dilihat di berbagai komunitas petani dan nelayan yang diberi pelatihan untuk mengelola hasil panennya menjadi produk dengan nilai tambah, seperti kopi kemasan atau ikan olahan, sehingga mereka tidak hanya menjual bahan mentah dengan harga murah.

3. Penciptaan Lapangan Kerja yang Inklusif

Pemerintah dan dunia usaha harus berkolaborasi untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang bisa diakses oleh masyarakat dari berbagai latar belakang ekonomi. Perusahaan besar perlu mulai membuka program pelatihan dan rekrutmen untuk tenaga kerja tanpa pendidikan tinggi tetapi memiliki keterampilan dasar yang bisa dikembangkan.

Di banyak negara, model pelatihan kerja berbasis industri sudah diterapkan dengan sukses. Misalnya, perusahaan memberikan pelatihan gratis selama beberapa bulan, kemudian merekrut mereka yang memenuhi standar sebagai pekerja tetap. Jika model ini diterapkan di Indonesia, lebih banyak masyarakat miskin bisa mendapatkan pekerjaan dengan upah layak.

Kemiskinan Bukan Sekadar Angka, tetapi Tanggung Jawab Bersama

Menurut saya, salah satu kesalahan terbesar dalam menangani kemiskinan adalah melihatnya sebagai masalah angka semata. Ketika pemerintah menyebut bahwa angka kemiskinan turun 1%, kita sering kali menganggapnya sebagai pencapaian besar. Namun, di balik angka itu, ada jutaan orang yang masih berjuang untuk makan sehari-hari.

Kemiskinan bukan hanya masalah pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita bersama. Banyak dari kita yang tanpa sadar ikut memperparah ketimpangan dengan lebih memilih produk dari korporasi besar dibandingkan UMKM lokal. Jika kita lebih sering membeli produk dari usaha kecil, kita sebenarnya membantu menciptakan lebih banyak lapangan kerja bagi mereka yang membutuhkan.

Selain itu, mentalitas "bantuan" harus diubah menjadi mentalitas "pemberdayaan." Banyak orang berpikir bahwa membantu orang miskin berarti memberi mereka uang atau sembako. Padahal, yang lebih mereka butuhkan adalah kesempatan dan akses untuk berkembang. Jika kita terus memberikan bantuan tanpa memberdayakan, mereka akan terus bergantung dan tidak pernah benar-benar keluar dari kemiskinan.

Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja bersama untuk menciptakan solusi yang lebih sistematis dan berkelanjutan. Jika kita ingin melihat Indonesia maju, kita harus memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal. Sebab, kemajuan sejati bukan hanya tentang pertumbuhan ekonomi, tetapi tentang bagaimana setiap orang bisa merasakan manfaatnya secara merata.

Sumber Referensi:

  • https://media.neliti.com/media/publications/218164-kemiskinan-di-indonesia-dan-solusinya.pdf
  • https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/443/340

Biodata Penulis:

Berliana Laksita Hariyanto Putri, lahir pada tanggal 11 Februari 2005, di Yogyakarta. Saat ini aktif sebagai mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.