Puisi: Tak Ada Puisi untuk Pelacur (Karya Muhammad Rois Rinaldi)

Puisi "Tak Ada Puisi untuk Pelacur" bercerita tentang realitas kehidupan para pelacur dari sudut pandang seorang penyair yang mencoba memahami dan ...
Tak Ada Puisi untuk Pelacur

Puisi apa yang dapat kutulis untuk sekumpulan wanita yang melacurkan diri itu? Bukankah setiap malam mereka nampak begitu bahagia, tertawa riang, mabuk di putaran bumi, rahimnya dipenuhi bayi-bayi tanpa alamat keturunan. Mati sebelum terlahir!

Aku tak pernah mendekat, mendengarkan mereka menangis, tak pernah memberi makan atau sekadar memberi selimut sedangkan para lelaki yang menghampiri hanya inginkan kemaluan, kenikmatan itu!

Apa yang dapat aku tulis tentang pelacur di atas kenyataan yang lacur ini! Wahai para lelaki yang berwajah malaikat! Apa yang ingin kalian baca dari sebuah puisi tentang para wanita yang pernah kalian tiduri? Meninggalkan lembaran uang di tepi ranjang, lantas mengajarkan tentang menjaga kesucian pada anak-cucu! Sesekali melihat ke luar, takut ada seorang laki-laki yang memperkosa anak-cucu wanita kalian!

Bagaimana bila kuceritakan tentang sebuah rahim? Atau tentang seorang wanita yang sering kalian sebut "ibu" semurah itukah ibu-ibu kalian! Sebatas lembaran uang melempar dan meludahi lantas kembali digumuli, begitu dan seterusnya.

Inilah duka penyair yang tak mengenal pelacur! Hanya gincu merah dan pakaian seksi serta tawa mereka yang menggelegar di sudut-sudut malam, tapi pelacur-pelacur itu wanita! Wanita yang menyayangi rahim dan kehormatan.

Cilegon, Banten, 29 Januari 2012

Analisis Puisi:

Puisi "Tak Ada Puisi untuk Pelacur" karya Muhammad Rois Rinaldi adalah sebuah karya yang penuh kritik sosial dan refleksi mendalam terhadap realitas kehidupan para wanita yang terjebak dalam dunia prostitusi. Puisi ini menyoroti kemunafikan masyarakat yang menghakimi para pelacur, tetapi di sisi lain tetap memanfaatkan mereka.

Tema Puisi

Tema utama dalam puisi ini adalah kemunafikan sosial. Penyair menggambarkan bagaimana masyarakat dengan mudah menghakimi dan merendahkan para pelacur, tetapi di saat yang sama, mereka juga menjadi pihak yang memanfaatkan keberadaan mereka. Selain itu, puisi ini juga mengangkat tema penderitaan perempuan, khususnya mereka yang terjebak dalam prostitusi, di mana tubuh mereka menjadi komoditas sementara masyarakat tetap mempertahankan standar moral ganda.

Makna Puisi

Puisi ini memiliki makna yang kuat dalam mengkritik ketidakadilan sosial. Penyair mempertanyakan mengapa para pelacur selalu menjadi pihak yang disalahkan, sementara lelaki yang mendatangi mereka tetap dianggap bermoral dan berhak mengajarkan kesucian kepada anak-cucu mereka.

Selain itu, puisi ini juga ingin mengungkapkan kontradiksi dalam persepsi masyarakat terhadap perempuan. Di satu sisi, mereka menuntut perempuan untuk menjaga kehormatan, tetapi di sisi lain, mereka sendiri yang merendahkan dan memperlakukan perempuan sebagai objek semata.

Makna Tersirat

Secara tersirat, puisi ini ingin menyoroti bahwa pelacuran bukan sekadar pilihan pribadi, tetapi juga akibat dari sistem sosial yang tidak adil. Masyarakat sering kali hanya melihat pelacur dari luarnya saja—gincu merah, pakaian seksi, dan tawa lepas—tanpa pernah mencoba memahami latar belakang mereka atau membantu mereka keluar dari kondisi tersebut.

Penyair juga menyiratkan bahwa pelacur tetaplah wanita yang memiliki kehormatan dan rasa sayang terhadap rahimnya. Hanya saja, keadaan yang sulit memaksa mereka menjalani kehidupan yang dianggap hina oleh masyarakat.

Puisi ini bercerita tentang realitas kehidupan para pelacur dari sudut pandang seorang penyair yang mencoba memahami dan mengkritisi ketidakadilan sosial. Puisi ini juga menyoroti bagaimana masyarakat sering kali bersikap munafik—menggunakan jasa para pelacur, tetapi di saat yang sama mengutuk mereka.

Selain itu, puisi ini juga menyinggung ironi besar dalam kehidupan: para lelaki yang datang kepada pelacur, kemudian pulang dan mengajarkan nilai moral kepada keluarga mereka, seolah-olah mereka sendiri tidak pernah terlibat dalam dunia yang mereka hina.

Puisi ini adalah bentuk perlawanan terhadap standar ganda dalam masyarakat dan upaya untuk menggugah kesadaran akan realitas yang sering kali diabaikan.

Muhammad Rois Rinaldi
Puisi: Tak Ada Puisi untuk Pelacur
Karya: Muhammad Rois Rinaldi

Biodata Muhammad Rois Rinaldi:
  • Muhammad Rois Rinaldi lahir pada tanggal 8 Mei 1988 di Banten, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.