Puisi: Yang Merengut (Karya Mohammad Diponegoro)

Puisi "Yang Merengut" merupakan puitisasi dari terjemahan Surah An-Nazi'at dalam al-Qur'an, yang berbicara tentang kedahsyatan hari akhir, ...
Yang Merengut
(Puitisasi terjemahan al-Qur'an: An-Nazi'at)

Demi mereka yang merengut kuat-kuat
Dan yang berpindah-pindah gembira
Dan yang mencabut dengan perlahan
Lalu mendahului jauh di muka
Lalu mendahului jauh di depan
Di hari kapan gempa bergoncang
Lalu akibatnya menyusul datang
Hari itu semua hati gemetar gundah
Pandangan pun merunduk ke bawah

Mereka berkata, "Benarkah kami dipulihkan pada dininya keadaan?
Meskipun sudah menjadi tulang yang lapuk begini?"
Mereka berkata, "Jika demikian, ini pemulihan yang merugikan!"
Hanya dengan teriakan satu kali
Seketika mereka pun muncul di muka bumi
Sudahkah sampai padamu kisah Nabi Musa
Ketika Tuhannya memanggil dia di lembah suci Tuwa?

"Pergilah kepada Fir'aun! Ia sudah durhaka!
Lalu katakan, "Maukah kau menyucikan diri?
Aku akan membawamu kepada Tuhanmu supaya kau jadi gentar pada-Nya nanti."
Lalu Musa menampakkan padanya tanda yang besar
Namun Fir'aun menolak dan berontak
Kemudian membelakang berusaha menentang
Maka ia menghimpun dan memanggil kaumnya
"Akulah Tuhanmu yang mahatinggi!" katanya

Maka Allah pun mencekaunya dengan siksa di akhirat dan di dunia
Sesungguhnya di sini berpaut pelajaran bagi orang yang takut
Apakah engkau ataukah langit yang terciptanya lebih sulit?
Langit sudah terbina
Ia meningkatkan ketinggiannya lalu membuatnya sempurna
Dan Ia membuat malamnya gelap dan waktu paginya tersingkap
Dan sesudah itu bumi pun tergelar
Dari padanya air memancar dan rerumputan tumbuh
Dan gunung-gunung terpancang kokoh
Inilah perbekalan bagimu dan hewan ternakmu

Tapi bila tiba maha-malapetaka
Di hari kapan manusia teringat apa yang telah diperbuat
Dan neraka dipertontonkan pada siapa yang melihat
Maka siapa yang durhaka
Dan mengutamakan kehidupan dunia
Neraka itulah tempat tinggalnya!
Sedang orang yang gentar menghadap Tuhannya dan suka menahan diri dari hawa nafsunya
Maka surgalah tempat tinggalnya!

Mereka bertanya padamu tentang saatnya, "Kapan tiba?"
Kenapa kau yang akan menyebutkannya!
Pada Tuhanmulah terserah kesudahannya
Kau hanya juru pengingat belaka bagi siapa yang gentar padanya
Pada hari ketika mereka melihatnya mereka merasa seakan baru satu sore atau satu pagi saja di dunia

Sumber: Kabar dari Langit (1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Yang Merengut" mengangkat tema hari kiamat dan kekuasaan mutlak Tuhan atas kehidupan dan kematian manusia. Puisi ini merupakan puitisasi dari terjemahan Surah An-Nazi'at dalam al-Qur'an, yang berbicara tentang kedahsyatan hari akhir, kebangkitan manusia setelah mati, serta nasib yang menanti mereka di akhirat kelak.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah peringatan kepada manusia tentang kepastian datangnya hari kiamat dan pentingnya menjalani hidup dengan takut kepada Tuhan serta menjauhi kesombongan dan kedurhakaan. Puisi ini juga menyampaikan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara, sementara kehidupan akhiratlah yang abadi dan menentukan nasib sejati manusia.

Selain itu, puisi ini menyelipkan kritik halus terhadap manusia-manusia yang congkak, serakah, dan merasa berkuasa layaknya Fir'aun, yang akhirnya binasa karena menentang kebenaran.

Puisi ini bercerita tentang peristiwa dahsyat hari kiamat, proses kebangkitan manusia dari kubur, serta perjalanan sejarah Nabi Musa yang diutus menghadapi Fir'aun.

Diawali dengan gambaran tentang malaikat-malaikat yang mencabut nyawa manusia, puisi ini membawa pembaca menyusuri kisah Musa yang memperingatkan Fir'aun. Kesombongan Fir'aun yang mengaku sebagai Tuhan pun berujung pada kehancurannya.

Lalu puisi berlanjut ke refleksi tentang betapa kecilnya manusia di hadapan penciptaan langit dan bumi. Semua kesombongan manusia akhirnya tak berarti saat maha-malapetaka (kiamat) tiba, dan saat itu hanya amal perbuatan dan ketakwaan yang menjadi penentu nasib di akhirat.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini didominasi oleh ketegangan, ketakutan, dan aura kehancuran. Namun, di balik ketegangan itu, ada pula suasana reflektif dan penuh hikmah, di mana pembaca diajak merenungi posisi manusia yang lemah di hadapan kebesaran Tuhan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Pesan utama puisi ini adalah peringatan agar manusia tidak lalai dan terlena dengan kenikmatan dunia. Kesombongan, kedurhakaan, dan keengganan tunduk pada kebenaran hanya akan membawa manusia kepada kebinasaan.

Sebaliknya, takut kepada Tuhan, menjaga diri dari hawa nafsu, dan menjalani hidup dengan kesadaran spiritual akan membawa manusia pada keselamatan di akhirat. Puisi ini mengingatkan bahwa hidup di dunia sangat singkat, sementara kehidupan akhirat adalah kehidupan yang sejati dan abadi.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual dan imaji gerak yang memperkuat kesan dramatis dan spiritualnya:
  • Imaji visual: "langit yang meningkat ketinggiannya," "gunung-gunung terpancang kokoh," "neraka dipertontonkan," "cahaya pagi tersingkap."
  • Imaji gerak: "malaikat yang merengut nyawa," "gempa bergoncang," "manusia teringat apa yang telah diperbuat."
Imaji-imaji tersebut berhasil menghadirkan visualisasi kiamat yang menggetarkan sekaligus sarat makna.

Majas

Puisi ini menggunakan beragam majas, di antaranya:
  • Metafora: “maha-malapetaka” sebagai simbol kiamat, atau “neraka tempat tinggalnya” sebagai metafora hukuman kekal.
  • Personifikasi: “langit sudah terbina” dan “neraka dipertontonkan.”
  • Alegori: Keseluruhan puisi adalah alegori tentang perjalanan hidup manusia dari dunia hingga akhirat, dibungkus dalam rangkaian kisah dan refleksi spiritual.
Puisi "Yang Merengut" karya Mohammad Diponegoro bukan sekadar puitisasi dari Surah An-Nazi'at, tetapi juga sebuah renungan mendalam tentang hakikat kehidupan dan kematian. Dengan gaya bahasa puitis yang indah, puisi ini mengajak pembaca untuk membuka mata batin, menyadari kebesaran Tuhan, dan mempersiapkan diri menghadapi hari akhir.

Melalui kisah Nabi Musa dan Fir'aun yang diselipkan, puisi ini juga menyampaikan pesan bahwa kesombongan kekuasaan akan berakhir sia-sia di hadapan hukum Tuhan. Pada akhirnya, puisi ini hadir sebagai cermin spiritual bagi manusia modern yang sering kali terlena oleh gemerlap dunia dan melupakan arah pulang sejatinya.

Puisi: Yang Merengut
Puisi: Yang Merengut
Karya: Mohammad Diponegoro

Biodata Mohammad Diponegoro:
  • Mohammad Diponegoro lahir di Yogyakarta, pada tanggal 28 Juni 1928.
  • Mohammad Diponegoro meninggal dunia di Yogyakarta, pada tanggal 9 Mei 1982 (pada usia 53 tahun).

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.