Puisi: Terlalu Banyak Kita Kehilangan (Karya Dodong Djiwapradja)

Puisi "Terlalu Banyak Kita Kehilangan" karya Dodong Djiwapradja adalah sebuah refleksi mendalam tentang kenangan, cinta, dan kehilangan akibat perang.
Terlalu Banyak Kita Kehilangan

Inilah sebagian dari mimpi
yang mestinya terjadi
dulu waktu sekolah,
ketika seorang dari kita
membiarkan rambutnya terurai
membaringkan tubuh
di atas pasir,
atau berenang ke tengah
tatkala seorang dari kita
mengejarnya sambil terengah-engah.

Inilah sebagian dari mimpi
yang mestinya terjadi
semasa antara kita ada janji,
ketika berangkat dewasa
lalu pergi ke Jakarta.

Inilah sebagian derita kita – sayang
Bencana perang datang
Terlalu banyak kita kehilangan:
aku telah kehilangan kau
dan kau sia-sia menungguku.

Hari ini mari kita bayangkan, kenangkan
dan hapuskan noda-noda karena perang.
Buatlah seakan langit pernah menyaksikan
adanya kegembiraan – antara kita
dulu, andaikan pernah jalan bersama
di pantai Pangandaran.

Pangandaran, Januari 1973

Sumber: Budaya Jaya (Januari, 1973)

Analisis Puisi:

Puisi "Terlalu Banyak Kita Kehilangan" karya Dodong Djiwapradja adalah sebuah refleksi mendalam tentang kenangan, cinta, dan kehilangan akibat perang. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan betapa perang tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga merampas kebahagiaan dan impian masa muda.

Kenangan yang Tak Tercapai

Puisi ini dimulai dengan penggambaran tentang mimpi dan harapan masa lalu:

"Inilah sebagian dari mimpi
yang mestinya terjadi
dulu waktu sekolah..."

Penyair menggambarkan kenangan masa muda yang penuh dengan kebebasan dan kebahagiaan. Ada gambaran seseorang yang membiarkan rambutnya terurai, membaringkan tubuh di atas pasir, dan berenang ke tengah—sebuah metafora tentang kehidupan yang ringan dan penuh keceriaan.

Namun, ada nada melankolis dalam penggalan ini, karena semua yang disebutkan hanyalah "mimpi yang mestinya terjadi." Ini menunjukkan bahwa harapan-harapan tersebut tidak pernah benar-benar terwujud, mungkin karena keadaan yang berubah seiring waktu.

Perpisahan dan Janji yang Tak Terpenuhi

Bagian berikutnya berbicara tentang janji masa muda yang akhirnya tak dapat ditepati:

"Inilah sebagian dari mimpi
yang mestinya terjadi
semasa antara kita ada janji,
ketika berangkat dewasa
lalu pergi ke Jakarta."

Frasa "semasa antara kita ada janji" menunjukkan bahwa ada sebuah ikatan yang pernah terjalin, namun kemudian terganggu oleh perjalanan hidup. Kota Jakarta di sini bisa menjadi simbol perpisahan, di mana harapan yang pernah dirajut di masa muda akhirnya tercerai-berai oleh perjalanan waktu.

Kehilangan Akibat Perang

Puncak dari puisi ini adalah pengakuan tentang kehilangan akibat perang:

"Inilah sebagian derita kita – sayang
Bencana perang datang
Terlalu banyak kita kehilangan:
aku telah kehilangan kau
dan kau sia-sia menungguku."

Puisi ini menegaskan bahwa perang telah memisahkan dua insan yang pernah memiliki harapan bersama. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional, perang telah merusak impian mereka.

Frasa "aku telah kehilangan kau dan kau sia-sia menungguku" menunjukkan dua sisi kehilangan: satu pihak telah pergi atau tak bisa kembali, sementara pihak lain tetap menunggu dalam kesia-siaan. Ini menggambarkan betapa perang merusak hubungan, tidak hanya melalui kematian tetapi juga dengan menciptakan jarak dan perpisahan yang tak terhindarkan.

Upaya untuk Menghapus Luka

Di akhir puisi, penyair mengajak untuk mengenang tetapi juga melupakan luka yang telah ditinggalkan oleh perang:

"Hari ini mari kita bayangkan, kenangkan
dan hapuskan noda-noda karena perang."

Ada usaha untuk berdamai dengan masa lalu, untuk mencoba mengingat kembali kebahagiaan yang mungkin pernah ada. Penyair ingin menghadirkan kembali gambaran kegembiraan, meskipun hanya dalam imajinasi.

"Buatlah seakan langit pernah menyaksikan
adanya kegembiraan – antara kita
dulu, andaikan pernah jalan bersama
di pantai Pangandaran."

Pantai Pangandaran dalam bait ini menjadi simbol nostalgia dan tempat di mana kebahagiaan dulu mungkin pernah ada. Namun, penggunaan kata "andaikan" mengisyaratkan bahwa mungkin kebahagiaan itu hanyalah angan-angan yang tak pernah benar-benar terjadi.

Puisi "Terlalu Banyak Kita Kehilangan" karya Dodong Djiwapradja adalah sebuah elegi tentang cinta, kehilangan, dan dampak perang. Dengan bahasa yang sederhana tetapi penuh makna, puisi ini menggambarkan bagaimana perang tidak hanya merenggut nyawa tetapi juga impian, kebahagiaan, dan hubungan manusia.

Melalui puisi ini, pembaca diajak untuk merenungkan luka yang ditinggalkan perang, tetapi juga untuk mencoba menemukan kembali makna kebahagiaan, meskipun hanya dalam kenangan dan imajinasi.

Sepenuhnya Puisi
Puisi: Terlalu Banyak Kita Kehilangan
Karya: Dodong Djiwapradja
    Biodata Dodong Djiwapradja:
    • Dodong Djiwapradja lahir di Banyuresmi, Garut, Jawa Barat, pada tanggal 25 September 1928.
    • Dodong Djiwapradja meninggal dunia pada tanggal 23 Juli 2009.

    Anda mungkin menyukai postingan ini

    © 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.