Puisi: Tembang Semusim di Padang Lalang (Karya Widjati)

Puisi "Tembang Semusim di Padang Lalang" karya Widjati menggambarkan perjuangan seorang petani tua yang harus menghadapi realitas kehidupan yang ...
Tembang Semusim di Padang Lalang

Ketika senja turun ingin berkisah
Tanah ini serasa temaram digenggam sepi
Ketika kulihat hanya sejengkal tanah basah
Dan nisan-nisan tua dimakan rayap.

Dulu kisah riwayatmu pernah kusadap
Tanah yang gembur tersembul lewat rawa-rawa
Yang penuh jelatang gigitan lintah darat
Di sepetak sawahmu yang kering kerontang.

Seorang petani tua di tengah-tengah ladang
Kuat dan tangkas mengayunkan cangkulnya
Demikian tangkas dilipatnya tanah berbungkal-bungkal
Adalah kisahnya yang paling menawan.

Secupak tanah bersandar, mimpinya padang basah
Sekepal hanya sekepal, kau dendangkan.

Nikmatnya bermandikan cahaya langit
Dingin angin kemarau kering membersit
Kepadamu sawah-ladang kau pertaruhkan
Dan di atas mentari menatap sorotnya tajam.

Duhai langit dari segala cuaca
Mentari yang gosong mengusik kantukmu
Dan kemarau menampar harapanmu, Mas Karyo
Bukankah engkau adalah petani tangguh
Yang pandai berkisah tentang langit
Dan musim di segala cuaca.

Sebuah prosa kehidupan yang mengharukan
Satu dari seribu satu kisah duka nestapa
Telah kaugadaikan nasibmu pada selembar kertas usang
Dan dalam letih terasa tubuhmu kian terbelah.

Mas Karyo, kita telah sama berangkat dari takdir yang sama
Namun dalam makna lain dan nasib yang berbeda
Demikian hidup serasa tak bertuan datang dan pergi
Telah kauhayati sepanjang hidup sepanjang tahun.

Kini, anak-cucumu telah berangkat dari kesaksian lain
Pada makna lain, segalanya dan semuanya
Luluh-lantak dilanda prahara erosinya zaman.

Selamat jalan Mas Karyo, semoga tenang arwahmu
Di alam yang damai dan langgeng.
“Sic Transit Gloria Mundi”
Di dunia ternyata tiada yang kekal tiada yang abadi!

Kemantran-Tegal, September 1999

Analisis Puisi:

Puisi "Tembang Semusim di Padang Lalang" karya Widjati menghadirkan kisah seorang petani tua bernama Mas Karyo yang berjuang keras di ladangnya. Puisi ini penuh dengan refleksi kehidupan, perubahan zaman, dan ketidakabadian segala sesuatu di dunia. Dengan bahasa yang kuat dan penuh emosi, Widjati mengajak pembaca untuk merenungkan kehidupan para petani serta nilai perjuangan yang mereka hadapi.

Tema

Puisi ini mengangkat tema perjuangan hidup seorang petani, perubahan zaman, dan kefanaan kehidupan. Lewat tokoh Mas Karyo, penyair menggambarkan betapa gigihnya seorang petani dalam menghadapi nasibnya, tetapi pada akhirnya harus menyerah pada ketidakpastian zaman.

Makna Tersirat

Puisi ini menyiratkan bahwa perjuangan manusia, terutama kaum petani, sering kali harus berhadapan dengan kerasnya kehidupan dan perubahan zaman yang tak terelakkan. Beberapa bagian puisi yang memperlihatkan makna ini antara lain:
  • "Mas Karyo, kita telah sama berangkat dari takdir yang sama, namun dalam makna lain dan nasib yang berbeda" → Mengisyaratkan bahwa semua manusia lahir dalam kondisi serupa, tetapi kehidupan dan nasib membawa mereka pada jalan yang berbeda.
  • "Kini, anak-cucumu telah berangkat dari kesaksian lain, pada makna lain" → Menunjukkan bagaimana generasi setelahnya menjalani kehidupan dengan perspektif yang berbeda akibat perubahan zaman.
  • "Di dunia ternyata tiada yang kekal tiada yang abadi!" → Menegaskan bahwa tidak ada yang permanen dalam kehidupan, termasuk kerja keras dan harapan manusia.
Puisi ini bercerita tentang perjuangan seorang petani tua bernama Mas Karyo yang bekerja keras sepanjang hidupnya di sawah dan ladang, namun pada akhirnya harus menghadapi kenyataan bahwa zaman berubah dan perjuangannya tidak selamanya dihargai. Selain itu, puisi ini juga merupakan refleksi tentang kefanaan kehidupan dan pergeseran nilai dari generasi ke generasi.

Suasana dalam Puisi

Puisi ini menghadirkan suasana melankolis, penuh refleksi, dan kesedihan. Ada kesan kehilangan, terutama dalam penggambaran Mas Karyo yang telah tiada dan bagaimana perjuangannya hanya tinggal kenangan di tengah perubahan zaman.

Imaji

Puisi ini memiliki banyak imaji visual dan imaji perasaan yang memperkuat suasana melankolis dan reflektif:

1. Imaji visual:

  • "Tanah ini serasa temaram digenggam sepi" → Menggambarkan kesunyian dan kehampaan sebuah tempat yang dulu penuh kehidupan.
  • "Geladak perahumu bau ikan dan membisu" → Menghadirkan gambaran kondisi perahu yang sunyi setelah perjalanan panjang.
  • "Mentari yang gosong mengusik kantukmu" → Menampilkan gambaran panasnya matahari yang mengganggu tidur atau istirahat.

2. Imaji perasaan:

  • "Telah kauhayati sepanjang hidup sepanjang tahun" → Menghadirkan rasa kepasrahan dan kesadaran akan perjalanan panjang kehidupan.
  • "Sebuah prosa kehidupan yang mengharukan" → Memberikan gambaran bahwa kehidupan ini penuh kisah yang menyentuh hati.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Majas personifikasi, seperti "tanah ini serasa temaram digenggam sepi" yang memberikan sifat manusiawi pada tanah dan sepi.
  • Majas metafora, seperti "kemarau menampar harapanmu" yang menggambarkan kekeringan sebagai sesuatu yang merusak impian.
  • Majas simbolik, seperti "di dunia ternyata tiada yang kekal tiada yang abadi" yang menunjukkan bahwa segala sesuatu bersifat sementara.
Puisi "Tembang Semusim di Padang Lalang" karya Widjati menggambarkan perjuangan seorang petani tua yang harus menghadapi realitas kehidupan yang berubah serta kefanaan hidup itu sendiri. Dengan suasana melankolis, imaji yang kuat, serta penggunaan majas yang indah, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan nasib para pekerja keras di tengah perubahan zaman serta memahami bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini.

Sepenuhnya Puisi
Puisi: Tembang Semusim di Padang Lalang
Karya: Widjati

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.