Stasiun Kereta Api Kota Malang
kala siang suatu hari di bulan Agustus
Kota Malang akhirnya,
gerbong-gerbong kereta yang kembali dan tak dikenali,
percik hujan adalah kenangan yang terserak,
susah payah dikenang takada yang tersisa,
dunia maya yang mati tak mau hidup tak juga,
keremangan cahaya terbangun siang malam,
sungai dangkal beralur rajah tubuh,
berhembus terlepas kabur bayang-bayang lusuh,
berderak roda kereta yang lelah,
bersandar di dada menyambut jerit peluit,
tak bisa lagi menafsirkan kesederhanaan tragedi,
terpaku jeruji pagar yang membebaskan,
sebuah stasiun yang beku seperti sesuatu yang cemburu.
Sumber: Seekor Ular yang Bertukar Rupa (2020)
Analisis Puisi:
Puisi "Stasiun Kereta Api Kota Malang" karya Hendro Siswanggono menggambarkan gambaran melankolis tentang sebuah kota, yang dalam hal ini adalah Kota Malang, dengan fokus utama pada stasiun kereta api sebagai simbol ketidakpastian dan ketegangan kehidupan. Dalam puisi ini, penyair menyoroti keremangan dan kesendirian yang tercipta melalui berbagai elemen visual dan auditori, yang berkesan begitu puitis namun sekaligus penuh ketegangan.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan dan ketidakpastian yang tercipta di sebuah tempat yang penuh dengan kenangan dan pergerakan, seperti stasiun kereta api. Stasiun, yang biasa menjadi simbol perpisahan atau perjalanan, di sini digambarkan dengan nuansa yang lebih gelap dan penuh dengan makna mendalam. Stasiun di Kota Malang bukan lagi tempat yang menghidupkan harapan, tetapi sebuah tempat yang penuh dengan kesunyian dan ketidakpastian, yang seakan menjadi saksi dari tragedi kehidupan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah ketidakmampuan untuk melupakan masa lalu, yang meskipun telah berlalu tetap meninggalkan bekas yang sulit untuk disembuhkan. Gerbong kereta yang kembali namun tak dikenali menjadi metafora untuk perjalanan hidup yang berulang, namun seolah kehilangan arah dan makna. Percik hujan yang terserak mengisyaratkan bahwa kenangan-kenangan tersebut tersebar tak beraturan, dan meskipun diupayakan untuk diingat, namun tidak ada yang bisa benar-benar bertahan. Keremangan dan keheningan stasiun menggambarkan keadaan yang penuh dengan ketegangan emosional dan kesedihan yang dalam.
Puisi ini bercerita tentang perasaan terperangkap dan kecewa yang tercermin dari suasana yang ada di stasiun kereta api Kota Malang. Penyair menggambarkan stasiun sebagai tempat yang tidak lagi memberikan harapan atau tujuan, melainkan tempat yang beku, penuh dengan kenangan yang tidak dapat dihidupkan kembali. Stasiun yang seharusnya menjadi simbol perjalanan, baik itu perpisahan atau penyambutan, di sini justru menjadi simbol kehilangan dan keheningan. Stasiun menjadi penjara yang membebaskan, sebuah paradoks yang menggambarkan keberadaan yang terhenti.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa gelap, suram, dan penuh dengan ketidakpastian. Sejak baris pertama, puisi ini mengarah pada kegelapan yang mengisi kehidupan sehari-hari, dimulai dari gambaran tentang gerbong kereta yang kembali tetapi tak dikenali, yang memberi kesan adanya sesuatu yang hilang, atau tidak bisa dipahami lagi. Kemudian ada percik hujan yang merupakan metafora dari kenangan yang terserak dan sulit untuk dipahami. Stasiun itu sendiri digambarkan sebagai tempat yang beku, tak mampu menafsirkan tragedi yang terjadi, menciptakan suasana yang mencekam dan terperangkap dalam waktu.
Imaji
Puisi ini dipenuhi dengan imaji visual dan auditori yang mendalam, yang memberikan warna pada keseluruhan suasana yang tercipta. Beberapa imaji yang menonjol adalah:
- Imaji hujan: "percik hujan adalah kenangan yang terserak", yang menggambarkan kenangan-kenangan yang terpisah, tidak lagi utuh dan tak dapat disatukan kembali.
- Imaji roda kereta: "berderak roda kereta yang lelah", memberikan gambaran tentang perjalanan yang penuh beban dan kelelahan, baik fisik maupun emosional.
- Imaji ketegangan: "bersandar di dada menyambut jerit peluit", imaji ini menciptakan kesan adanya ketegangan antara kehidupan dan perpisahan yang selalu hadir di stasiun.
- Imaji ruang yang beku: "sebuah stasiun yang beku seperti sesuatu yang cemburu", menggambarkan stasiun sebagai ruang yang tak mampu bergerak, penuh dengan rasa cemburu dan penyesalan terhadap apa yang hilang.
Majas
Puisi ini juga memanfaatkan beberapa majas yang memperkaya makna yang ingin disampaikan:
- Metafora: "stasiun yang beku seperti sesuatu yang cemburu", menggambarkan stasiun sebagai tempat yang tidak hidup, penuh dengan perasaan yang sulit dijelaskan, seperti cemburu yang datang dari keheningan dan kesepian.
- Paradoks: "terpaku jeruji pagar yang membebaskan", menciptakan kontradiksi antara kebebasan yang diberikan oleh pagar dan ketidakmampuan untuk keluar darinya, simbol dari terperangkap dalam kenangan yang tak bisa lepas.
- Simile: "stasiun yang beku seperti sesuatu yang cemburu", perbandingan ini memberi kesan bahwa stasiun itu tidak hanya sepi, tapi juga menyimpan rasa sakit dan ketidakpuasan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah tentang kehilangan dan ketidakpastian dalam hidup. Puisi ini seakan menyuarakan perasaan bahwa kita seringkali terjebak dalam kenangan yang tak bisa dilupakan, yang meskipun berusaha dilupakan, tetap datang menghantui seperti gerbong kereta yang kembali namun tak dikenali. Stasiun di puisi ini menjadi simbol dari perjalanan hidup yang tidak selalu sesuai harapan—tempat yang penuh dengan kenangan, perpisahan, dan ketidakpastian. Kehidupan seringkali terasa seperti berada di stasiun yang beku, penuh dengan kesendirian, tanpa arah yang jelas.
Puisi "Stasiun Kereta Api Kota Malang" karya Hendro Siswanggono memberikan gambaran yang kuat tentang kehilangan, ketidakpastian, dan kerinduan dalam kehidupan. Dengan menggunakan imaji yang mendalam dan majas yang tepat, penyair berhasil menciptakan suasana yang penuh dengan ketegangan dan perasaan terperangkap. Stasiun kereta api yang seharusnya menjadi simbol perjalanan justru digambarkan sebagai tempat yang beku, penuh kenangan yang sulit untuk dilupakan. Puisi ini mengingatkan kita akan ketidakmampuan untuk melepaskan masa lalu dan bagaimana kita seringkali terjebak dalam perasaan yang tidak bisa dijelaskan.