Sumber: Konsierto di Kyoto (2015)
Analisis Puisi:
Puisi "Selalu Aku Menjelma dalam Hujan" karya Mochtar Pabottinggi mengangkat tema tentang kenangan, perubahan, dan pencarian identitas yang terhubung dengan alam, khususnya hujan. Penyair menggambarkan bagaimana hujan menjadi simbol perjalanan hidup yang terus berkembang, dari masa kecil di desa hingga kehidupan yang lebih kompleks di kota.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini mengandung refleksi tentang pencarian diri, identitas, dan kenangan masa lalu. Hujan, sebagai elemen alam, berfungsi sebagai metafora bagi perjalanan hidup sang penyair. Proses menjelma yang disebutkan di dalam puisi merujuk pada proses transformasi diri yang terus berlanjut, baik di desa maupun di kota. Penyair merasa terus hadir dalam kenangan dan pengalaman yang selalu menyegarkan bagai hujan yang turun.
Puisi ini bercerita tentang perjalanan hidup seseorang yang dimulai dari kenangan masa kecil yang sederhana di desa, di mana hujan menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Hujan, dengan segala keindahan dan ketenangannya, menjadi latar di mana individu itu tumbuh dan berkembang. Seiring berjalannya waktu, meskipun sang individu kini berada di kota, kenangan tersebut tetap hidup, hadir dalam berbagai bentuk, seperti rintik hujan di kaca jendela atau dalam rindu yang datang dengan angin dan hujan.
Suasana dalam Puisi
Puisi ini menciptakan suasana yang melankolis dan reflektif. Pada bagian awal, suasana terasa segar dan penuh kenangan indah tentang masa kecil, dengan gambaran hujan yang menari dan mandi telanjang di bawah hujan. Begitu memasuki bagian kedua, suasana beralih lebih kompleks, mencerminkan kehidupan di kota dengan segala dinamika dan kerinduan yang mendalam. Bagian ketiga puisi menghadirkan suasana mistis dan filosofis, dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai masa lalu dan identitas yang hilang dalam perjalanan waktu.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya kenangan dan akar identitas yang tetap hadir dalam diri seseorang meskipun waktu terus berlalu. Meskipun berada di tengah keramaian dan perubahan, individu tetap terhubung dengan masa lalu dan asal-usulnya, yang dilambangkan oleh hujan yang terus jatuh, memberi kehidupan dan mengingatkan akan kenangan indah yang tak terlupakan.
Imaji
Pabottinggi menggunakan imaji yang kaya untuk memperkaya makna puisi ini. Beberapa imaji yang mencolok adalah:
- Imaji Visual: "panah-panah air yang menari berloncatan di atas genang" menciptakan gambaran hujan yang dinamis dan penuh kehidupan.
- Imaji Taktil: "mandi telanjang di deras hujan" menghadirkan sensasi fisik yang menyegarkan dan membebaskan, mencerminkan kedekatan dengan alam.
- Imaji Auditori: "deru liuk batang-batang nyiur" memberikan kesan suara alam yang menenangkan dan memberikan kedamaian.
- Imaji Metaforis: Hujan berfungsi sebagai simbol kehidupan dan transformasi, yang terwakili dalam frasa seperti "selalu aku menjelma dalam hujan."
Majas
Dalam puisi ini, terdapat beberapa majas yang memperkuat makna dan nuansa puisi, antara lain:
- Majas Metafora: Hujan sebagai simbol perasaan, kenangan, dan transformasi, misalnya dalam kalimat "Selalu aku menjelma dalam hujan" yang menunjukkan bagaimana hujan adalah bagian dari diri penyair.
- Majas Personifikasi: Hujan digambarkan memiliki kehidupan dan kekuatan untuk menghidupkan kembali kenangan dan emosi, seperti "Siapakah membuka bendungan raksasa di angkasa, Sehingga rindu kembali menyiram seluruh desa."
- Majas Simile: Penyair membandingkan kenangan masa kecil dengan hujan yang tak pernah berhenti memberi kehidupan, misalnya pada bagian "menyiram seluruh desa", yang memberi gambaran tentang hujan yang terus hadir dalam setiap momen.
Puisi "Selalu Aku Menjelma dalam Hujan" menggambarkan proses pencarian diri yang tak lepas dari kenangan dan akar asal-usul yang selalu hadir dalam kehidupan. Hujan berfungsi sebagai metafora kuat untuk perjalanan hidup, perubahan, dan kenangan yang tak pernah pudar. Melalui imaji yang kaya dan majas yang mendalam, puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya mengenang dan menghargai masa lalu meskipun waktu dan keadaan terus berubah.
Karya: Mochtar Pabottingi
Biodata Mochtar Pabottingi:
- Mochtar Pabottingi lahir pada tanggal 17 Juli 1945 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.