Sarinah-Sarinah
Tetapi pikiran saya
terus melayang
melayang satu soal
soal wanita
Kemerdekaan!
Bilakah Sarinah-Sarinah mendapat kemeerdekaan
Tetapi, ya, kemerdekaan yang bagaimana?
Kemerdekaan seperti yang dikehendaki
oleh pergerakan feminismekah
yang hendak menyamaratakan
perempuan dalam segala hal dengan laki-laki
Kemerdekaan ala Karini?
Kemerdekaan ala Khalidah Hanum?
Kemerdekaan ala Kollontay?
Oleh karena soal perempuan
adalah soal masyarakat
maka soal perempuan
adalah sama tuanya dengan masyarakat
soal perempuan adalah
sama tuanya dengan kemanusiaan
atau lebih tegas:
soal laki-laki dan perempuan
adalah sama tuanya
dengan kemanusiaan
Sejak manusia hidup
di dalam gua-gua dan rimba-rimba
dan belum mengenal rumah
sejak "zaman Adam dan Hawa"
kemanusiaan itu pincang
terganggu oleh soal ini
Manusia zaman sekarang
mengenal "soal perempuan"
Manusia zaman purbakala
mengenal "soal laki-laki"
Sekarang kaum perempuan duduk di tingkatan bawah
di zaman purbakala kaum laki-laki duduk di tingkatan bawah
Sekarang kaum laki-laki berkuasa
di zaman purbakala kaum perempuanlah yang berkuasa
Kemanusiaan,
di atas lapangan soal laki-laki perempuan
selalu pincang
dan kemanusiaan akan terus pincang
selama saf yang satu menindas saf yang lain
Harmoni hanya dapat dicapai
kalau tidak ada saf satu di atas saf yang lain
tetapi dua "saf" itu sama derajat
– berjajar – yang satu di sebelah yang lain
yang satu memperkuat kedudukan yang lain
Tetapi masing-masing menurut kodratnya sendiri
sebab siapa melanggar kodrat alam ini
ia akhirnya niscaya digilas remuk redam
oleh alam itu sendiri
Alam benar adalah "sabar"
alam benar tampak diam
tetapi ia tak dapat diperkosa
ia tak mau diperkosa
ia tak mau ditundukkan
ia menurut kata Vivekananda adalah "berkepala batu"
Sumber: Puisi-Puisi Revolusi Bung Karno (2002)
Catatan:
Buku Puisi-Puisi Revolusi Bung Karno (2002) dihimpun oleh Maman S. Tegeg. Maman merangkai tulisan-tulisan (termasuk pidato) karya Bung Karno (yang dikutip dari berbagai sumber) menjadi bentuk sajak/puisi.
Catatan Lain:
- Kollontay: seorang tokoh pergerakan wanita di Rusia pada permulaan revolusi 1917.
- Vivekananda: seorang pejuang kemerdekaan India sebelum masa Mahatma Gandhi.
Analisis Puisi:
Puisi "Sarinah-Sarinah" karya Bung Karno merupakan refleksi mendalam tentang peran dan perjuangan perempuan dalam kehidupan masyarakat. Dengan gaya bahasa yang khas, Bung Karno mengangkat persoalan perempuan dari sudut pandang historis dan sosial, menegaskan bahwa perjuangan kesetaraan gender bukanlah sesuatu yang baru, melainkan telah ada sejak awal peradaban manusia.
Tema Puisi
Puisi ini mengangkat beberapa tema utama yang erat kaitannya dengan peran perempuan dalam masyarakat, di antaranya:
- Kesetaraan Gender – Bung Karno menyoroti bagaimana perbedaan peran laki-laki dan perempuan telah berlangsung sepanjang sejarah manusia.
- Perjuangan Perempuan untuk Kemerdekaan – Puisi ini mempertanyakan bentuk kemerdekaan seperti apa yang seharusnya diperoleh perempuan, mengacu pada berbagai gerakan feminisme dan tokoh-tokoh perempuan di dunia.
- Harmoni dalam Kehidupan – Bung Karno menekankan bahwa keseimbangan antara laki-laki dan perempuan harus dicapai melalui kesetaraan, bukan dominasi satu pihak terhadap yang lain.
- Kodrat Alam – Puisi ini juga menyinggung bahwa ada perbedaan kodrati antara laki-laki dan perempuan yang harus dihormati agar keseimbangan dalam masyarakat tetap terjaga.
Makna Puisi
Puisi Sarinah-Sarinah menggambarkan pemikiran Bung Karno tentang posisi perempuan dalam masyarakat. Beberapa makna utama yang bisa diambil dari puisi ini adalah:
- Perjuangan perempuan belum selesai → Bung Karno menyadari bahwa meskipun banyak gerakan emansipasi, perempuan masih belum sepenuhnya merdeka dalam berbagai aspek kehidupan.
- Kesetaraan bukan berarti menyeragamkan peran → Bung Karno menolak feminisme yang menyamaratakan peran perempuan dan laki-laki dalam segala aspek. Ia menekankan bahwa kesetaraan harus terjadi dalam konteks perbedaan kodrat masing-masing.
- Sejarah menunjukkan bahwa kekuasaan selalu berganti → Dalam sejarah, ada masa ketika perempuan lebih berkuasa, tetapi kini laki-laki yang mendominasi. Hal ini menunjukkan bahwa peran sosial tidaklah tetap, melainkan selalu mengalami perubahan.
Makna Tersirat
Selain makna eksplisit, puisi ini juga mengandung beberapa makna tersirat yang mendalam:
- Kritik terhadap Ketimpangan Sosial – Bung Karno menyadari bahwa perempuan sering kali berada dalam posisi yang lebih rendah dalam masyarakat modern, dan ini adalah bentuk ketimpangan yang harus diperbaiki.
- Refleksi terhadap Sejarah Peradaban – Dengan menyebutkan bahwa di zaman purba laki-laki yang tertindas, Bung Karno ingin menunjukkan bahwa perubahan sosial selalu terjadi, dan perjuangan perempuan untuk kesetaraan juga merupakan bagian dari siklus sejarah.
- Pesan Filosofis tentang Alam dan Kodrat – Puisi ini menekankan bahwa segala sesuatu yang bertentangan dengan kodrat alam akan hancur dengan sendirinya. Kesetaraan harus dicapai tanpa melanggar hukum alam dan keseimbangan yang sudah ada.
Puisi ini bercerita tentang perjuangan perempuan dalam memperoleh kesetaraan dan kemerdekaan dalam masyarakat. Bung Karno mempertanyakan bentuk kemerdekaan yang ideal bagi perempuan dan mengkritik ketimpangan yang masih terjadi. Ia juga menegaskan bahwa keseimbangan hanya bisa dicapai jika laki-laki dan perempuan berdiri sejajar, saling menguatkan, tanpa ada yang mendominasi satu sama lain.
Dengan gaya bahasa yang khas, puisi ini menjadi manifestasi pemikiran Bung Karno tentang feminisme, keadilan sosial, dan filosofi kehidupan yang menekankan keseimbangan dalam segala aspek.
Karya: Bung Karno
Biodata Bung Karno/Ir. Soekarno:
- Ir. Soekarno (EYD: Sukarno) merupakan Presiden Indonesia (1945-1967).
- Ir. Soekarno, sering disapa Bung Karno, lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Soerabaja, Oost Java, Hindia Belanda.
- Ir. Soekarno meninggal dunia karena gangguan ginjal pada tanggal 21 Juni 1970 di Jakarta, Indonesia.