Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sang Penjelajah Kota (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Sang Penjelajah Kota" karya Diah Hadaning menggambarkan perjalanan seorang penjelajah yang menemukan keindahan di tengah kekacauan kota besar.
Sang Penjelajah Kota

Banjir kota terhenti sementara
di antara berisik gosip dan desau pohon angsana
ketika dia datang dan beritakan
tentang rimbunnya bayang kemegahan di seberang selokan
lantas dia memasang sederet hari perjalanan
menjadi kancing pada bajunya
mengajak bersalam.

Ternyata dia memilih sebuah terminal 
yang menunggu kehadiran setiap waktu
dalam berlusin Tanya mereka yang lewat:
adalah dia hari ini.
maka sosok bayangnya kekar di ujung dinding
yang muncul sebelum wajahnya
menjawab segala tanya 
dan setiap mereka semakin pasti
ketika awal tatapnya menggaris cakrawala.

1980

Analisis Puisi:

Puisi "Sang Penjelajah Kota" karya Diah Hadaning mengisahkan tentang seorang penjelajah yang menyelami dinamika urban dengan penuh rasa penasaran dan keingintahuan. Melalui puisi ini, Hadaning menyajikan gambaran hidup kota yang rumit dan penuh kontras, serta sosok penjelajah yang berfungsi sebagai penghubung antara kekacauan dan keindahan kota.

Banjir Kota dan Kehidupan Urban

Puisi dibuka dengan "Banjir kota terhenti sementara / di antara berisik gosip dan desau pohon angsana" yang menggambarkan suasana kota yang penuh dengan kekacauan dan hiruk-pikuk. Banjir kota menjadi simbol dari tantangan dan kesulitan yang dihadapi kota besar, sementara "berisik gosip" dan "desau pohon angsana" menunjukkan adanya berbagai suara dan aktivitas yang terus-menerus terjadi di tengah-tengah urbanitas. Ini memberikan latar belakang yang kontras dengan kedatangan sang penjelajah.

Sosok Penjelajah dan Perspektif Baru

Ketika "dia datang dan beritakan / tentang rimbunnya bayang kemegahan di seberang selokan", penjelajah ini hadir sebagai sosok yang memberikan perspektif baru terhadap kota. Dia tidak hanya melihat kekacauan dan masalah tetapi juga mengungkapkan keindahan yang tersembunyi di baliknya. "Sederet hari perjalanan / menjadi kancing pada bajunya" menggambarkan perjalanan yang panjang dan penuh makna, di mana setiap hari menjadi bagian dari cerita yang lebih besar.

Terminal sebagai Simbol

Penjelajah memilih "sebuah terminal / yang menunggu kehadiran setiap waktu", yang berfungsi sebagai simbol dari titik transit dan harapan. Terminal di sini menjadi tempat di mana waktu dan perjalanan bertemu, dan di mana penjelajah dapat bertemu dengan berbagai individu yang melintas. "Dalam berlusin Tanya mereka yang lewat" menunjukkan bahwa terminal adalah tempat di mana berbagai pertanyaan dan rasa ingin tahu berkumpul, menciptakan suasana interaksi yang dinamis.

Cakrawala dan Identitas

Di akhir puisi, "sosok bayangnya kekar di ujung dinding / yang muncul sebelum wajahnya" menunjukkan bahwa penjelajah ini adalah sosok yang kuat dan mengesankan, dengan bayangan yang mendahului kehadirannya. Ini menggambarkan bagaimana identitas dan pengaruh penjelajah ini berkembang dalam pikiran orang-orang sebelum mereka benar-benar bertemu dengannya. "Menggaris cakrawala" menandakan bahwa kehadiran penjelajah ini meninggalkan jejak yang signifikan dan berpengaruh dalam konteks urban.

Puisi "Sang Penjelajah Kota" karya Diah Hadaning menggambarkan perjalanan seorang penjelajah yang menemukan keindahan di tengah kekacauan kota besar. Dengan penggambaran yang penuh warna dan simbolis, Hadaning menunjukkan bagaimana sosok penjelajah dapat memberikan perspektif baru dan wawasan tentang kehidupan urban yang kompleks. Terminal sebagai titik transit dan interaksi, serta sosok penjelajah yang kuat, mencerminkan dinamika kota dan pengalaman manusia di dalamnya. Puisi ini mengajak pembaca untuk melihat kota dari sudut pandang yang berbeda, menemukan keindahan dan makna di tempat yang tampaknya biasa atau penuh kesulitan.

"Puisi: Sang Penjelajah Kota (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Sang Penjelajah Kota
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.