Sajak Ramadhan
Hampir waktu. Mampirlah dulu
Dahaga bukan hanya kata-kata
dan rindu pada-Mu makin menggebu
seperti setiap detik menjadi bara
untuk merapat
dengan seluruh hayat
Di sini tak ada cermin sejarah
dan segala noda ingin segera pupus sudah!
Aku ingin kembali pada-Mu
merapat dalam peluk-Mu
menapaki berahi nurani
setelah sekian ribu hari terbuang tak berarti
Ya. Dalam lapar kata-kata
waktu telah membakar rindu
pada-Mu
menjadi jelaga!
Dan mentari melangkah ke senja hari
Cahaya mata menantang waktu: Sedikit lagi
aku bisa penuhi
sisa waktu. Ya, aku kembali!
Bisakah?
Prabumulih, September 2008
Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Ramadhan" karya Sutan Iwan Soekri Munaf mencerminkan kekaguman, kerinduan, dan penyesalan yang melingkupi pengalaman spiritual seseorang dalam bulan suci Ramadhan.
Dahaga Rohani: Puisi ini dimulai dengan "Hampir waktu. Mampirlah dulu", menciptakan suasana yang penuh dengan antusiasme dan kekaguman akan kedatangan Ramadhan. "Dahaga bukan hanya kata-kata" menyoroti kehausan rohani yang mendalam, menunjukkan bahwa Ramadhan adalah waktu untuk memuaskan dahaga spiritual.
Rindu pada Tuhan: Pengarang mengungkapkan rindu yang kuat pada Tuhan dalam bait-bait seperti "dan rindu pada-Mu makin menggebu" dan "Aku ingin kembali pada-Mu". Ini mencerminkan kerinduan yang mendalam untuk mendekatkan diri pada Tuhan dan meningkatkan hubungan spiritual.
Penyesalan dan Keinginan untuk Bersih: Bait "Di sini tak ada cermin sejarah / dan segala noda ingin segera pupus sudah!" menggambarkan penyesalan dan keinginan untuk membersihkan diri dari dosa dan kesalahan. Pengarang menunjukkan aspirasi untuk memulai kembali dan menjadikan Ramadhan sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri.
Keterbatasan Manusia: Bait "Dalam lapar kata-kata / waktu telah membakar rindu / pada-Mu / menjadi jelaga!" mencerminkan perasaan keterbatasan manusia dalam mencapai kesempurnaan spiritual. Meskipun ada keinginan untuk mendekatkan diri pada Tuhan, ada kesadaran akan kelemahan manusia dan kerapuhan spiritualnya.
Harapan akan Kebenaran: Puisi ini mengakhiri dengan harapan yang kuat untuk memenuhi sisa waktu Ramadhan dengan baik. Meskipun ada keraguan ("Bisakah?"), ada juga keteguhan tekad untuk berusaha dan memanfaatkan kesempatan yang diberikan.
Puisi "Sajak Ramadhan" memperlihatkan perjalanan spiritual yang kompleks, di mana penyair merenungkan kekaguman, kerinduan, penyesalan, dan harapan selama bulan suci Ramadhan. Ini menciptakan karya yang mendalam dan memotivasi pembaca untuk merenungkan signifikansi spiritual dari bulan Ramadhan.
Puisi: Sajak Ramadhan
Karya: Sutan Iwan Soekri Munaf
Biodata Sutan Iwan Soekri Munaf:
- Nama Sebenarnya adalah Drs. Sutan Roedy Irawan Syafrullah.
- Sutan Iwan Soekri Munaf adalah nama pena.
- Sutan Iwan Soekri Munaf lahir di Medan pada tanggal 4 Desember 1957.
- Sutan Iwan Soekri Munaf meninggal dunia di Rumah Sakit Galaxy, Bekasi, Jawa Barat pada hari Selasa tanggal 24 April 2018.